Bab 35 : Dunia Yang Apatis

995 55 7
                                    

XuZi langsung lenyap dari kehidupan MaiDing. MaiDing menjalani hari-harinya seperti biasa. Hari ini ia menyelesaikan kuliahnya lebih cepat, tetapi tidak langsung pulang ke rumah. Ia bermaksud akan mencukur rambutnya karena semakin hari cuaca semakin panas. Ia merasa gerah meskipun hanya mengenakan jaket tipis. Jadi MaiDing ingin memotong rambutnya agar lebih pendek dan rapi.

Dalam perjalanan ke tukang cukur, matanya yang tajam mendapati seorang pria berkaos Adidas dan bersepatu Nike mencuri dompet dan ponsel seorang wanita. Pencuri itu tak mempedulikan orang-orang yang lalu lalang di sekitarnya. Wanita itu tengah membeli makanan kecil di pinggir jalan, ia tak menyadari keadaan di sekitarnya. Bahkan, meski penjual makanan kecil itu mengetahuinya, ia juga tak melakukan apapun. MaiDing melihat sekitarnya. Beberapa orang yang lewat menyadari kejadian itu, tetapi mereka hanya pura-pura tak tahu.

MaiDing adalah seorang pria yang menjunjung tinggi rasa keadilan. Ia mendekat dan mencekal tangan pria itu. "Apa yang kau lakukan?" Ia pikir, pencuri itu akan ketakutan. Sayangnya, ternyata pencuri itu lebih jahat dari yang ia kira. Pencuri itu menatap MaiDing dengan marah. "Bukan urusanmu."

"Berani sekali kau mencuri di siang bolong begini?" Diingatkan oleh MaiDing, perempuan itu mendekap tasnya dengan erat. Ia tak ingin terlibat dalam perkelahian, jadi perempuan itu buru-buru pergi.

Semakin banyak orang yang berkerumun, tetapi mereka hanya menonton tak jauh dari mereka. "Beraninya kau mencampuri urusanku? Kau menggali kuburanmu sendiri!" Pencuri itu berseru pada MaiDing dengan tatapan tajam. Awalnya MaiDing cukup seimbang menghadapi pencuri itu, tapi tak lama kemudian teman-teman mereka datang. Ada tiga orang yang mengeroyok MaiDing. Salah satu dari mereka mengunci leher MaiDing, yang lainnya memukulinya. MaiDing tak mampu melawan, ia dikunci dengan kencang. Bahkan terlalu sakit untuk berkata-kata. Memandangi orang-orang yang berkerumun di sekitarnya, membuatnya sedih. Ia tak menyesal karena telah menghentikan pencurian itu, tetapi ia kecewa dengan orang-orang yang melihatnya dipukuli tapi tak ada satupun yang menolongnya. Ia merasa terlalu banyak berharap pada kebaikan hati orang lain. Nyatanya kebanyakan mereka telah mati rasa, berhati dingin dan egois. Mereka hidup di dunia ini hanya demi kesenangan mereka sendiri dan tak pernah mempedulikan orang lain. Ironisnya, disaat peristiwa buruk menimpa mereka, mereka akan mengeluh dan mengatakan betapa kejamnya dunia ini. Jika saja mereka tak terlalu cuek, bisakah dunia ini memiliki sedikit harapan? 

Dunia ini sangat apatis. Jika kau tak mampu melindungi dirimu sendiri, jangan pernah keluar rumah. Mereka hanyalah binatang yang bahkan tak pantas di sebut manusia baik.

MaiDing tersenyum kecut saat ia menerima pukulan yang lebih keras. "Tertawa? Kau masih bisa tertawa? Aku akan mengajarimu apa akibatnya ikut campur urusan orang lain. B*ngs*t!! Melihatmu saja membuatku marah. Kau pikir siapa dirimu? Jika kau berlutut di depanku, memanggilku 'kakek' dan memuaskanku, aku akan membiarkanmu pergi."

Pria ini terus menendang lutut MaiDing. Akhirnya MaiDing ambruk. Wajahnya terpuruk di tanah, ia menatap kerumunan yang semakin banyak. Polisi datang. Para pencuri langsung pergi dengan cepat. Beberapa orang di sana membantu MaiDing bangkit, "Apa kau baik-baik saja?" MaiDing menggelengkan kepala, tertawa getir. Begitu semuanya berlalu, mengapa mereka baru menunjukkan sikap baiknya?

MaiDing dikirim ke rumah sakit. Beberapa tulang di tubuhnya patah. Stasiun TV lokal bermaksud mewawancari MaiDing terkait aksi heroiknya. MaiDing menutupi wajahnya rapat-rapat. "Keluar! Jangan merekam! Jangan merekam!"

MaiDing merasa dirinya begitu jelek dan aneh karena wajahnya yang penuh bengkak. Ia tak bisa menerima keadaannya, apalagi membiarkan orang lain melihat wajahnya yang menjijikkan.

Sayangnya, reporter itu tak mempedulikan permintaan MaiDing. Saat itulah, AnZiyan datang dari sekolahnya dengan penuh amarah. MaiDing tak berani mengabari orang tuanya, ia hanya menelpon AnZiyan. AnZiyan berdiri menghalangi reporter dan menutupi kamera dengan tangannya. "Keluar!" Mood AnZiyan sangat buruk. Siapapun yang berurusan dengannya akan akan berakhir buruk. Mereka ketakutan melihat amarah AnZiyan, dan langsung keluar. AnZiyan mengunci pintu, ia menatap wajah MaiDing yang penuh bengkak. Bagaimana bisa ia dipukuli sampai seperti ini! AnZiyan mengepalkan tangannya. MaiDing membuang muka, ia tak ingin AnZiyan melihat wajahnya seperti ini.

"Siapa yang melakukannya?" Tanya AnZiyan.

"Aku tak tahu. Aku melihat seorang pencuri sedang mencuri barang milik orang lain. Jadi aku berusaha mencegahnya. Lalu aku dipukuli oleh pencuri itu dan komplotannya." MaiDing merasakan sakit saat ia berbicara.

AnZiyan mendekati MaiDing. Ia tak ingin melihat wajah MaiDing atau apapun yang membuatnya marah. Ia memandang keluar jendela, diluar dugaan ia bersikap lembut. "MaiDing kau tak melakukan kesalahan apapun. Aku bangga padamu."

Mengapa? Mengapa AnZiyan tahu apa yang ia inginkan? Ia mengetahui semuanya. MaiDing tak ingin diomeli ataupun dimarahi saat ini. Ia hanya ingin dipahami. Sebenarnya ia takut, takut AnZiyan akan memarahinya saat ia datang. Mengapa ia ikut campur urusan orang lain? Hal ini tak akan terjadi kalau ia tak bersikap seperti itu. Kalau AnZiyan berkata seperti itu, MaiDing akan semakin merasa kecewa. Yang ia butuhkan adalah kehangatan dari AnZiyan.

AnZiyan selalu menunjukkan kelembutannya disaat yang tepat. Ingin rasanya MaiDing menangis. Tak menghiraukan rasa sakitnya, ia menjatuhkan dirinya dalam dekapan AnZiyan. "Tak ada yang menolongku. Tak seorangpun! Aku sudah berbuat baik, tapi aku merasa sangat konyol!"

"Kau tak perlu merasa marah pada orang-orang itu."

"Aku tahu, tetapi aku tak mengerti dan aku tak ingin menyerah. Aku tak tahu, kalau kejadian semacam ini terulang, apa aku harus memberi pertolongan? Apa yang akan aku dapatkan dengan memberi pertolongan? Apa? selain luka-luka dan rasa sedih?" MaiDing ragu akan adanya keadilan. Mungkin di dunia ini memang tak ada keadilan. Setiap orang hanya melindungi diri sendiri, yang terpenting bagi mereka hanyalah diri mereka sendiri. Dan, seseorang yang bersedia menolong orang lain menjadi makhluk langka. Mereka bertolak belakang dengan sikap kebanyakan orang, dan hal itu membuat mereka mudah terluka.

"Jangan bicara begitu. Meski perbuatan baik tak selalu dibalas dengan kebaikan, aku sangat menyukai kebaikan hatimu."

MaiDing mengangkat wajahnya, menatap AnZiyan. "Jangan membohongiku."

"Untuk apa aku berbohong? Banyak sekali orang jahat di dunia ini, tetapi masih ada orang-orang baik. Karena orang-orang yang baik itulah, masih ada harapan dunia ini akan menjadi lebih baik. Jangan banyak berpikir. Istirahatlah."

AnZiyan berusaha keras untuk menghibur MaiDing. Bukan hal yang mudah baginya untuk mengatakan hal-hal baik pada saat bersamaan. Melihat luka-luka di sekujur tubuh MaiDing, AnZiyan tak dapat menahan kemarahannya lagi. Ia keluar dari ruangan dan menutup pintunya dengan perlahan. Ia mengeluarkan ponsel dan menelpon seseorang, "Paman Fu, tolong bantu aku menyelidiki sesuatu."

Seapatis apapun dunia ini, MaiDing tak akan pernah merasa kesepian karena ada AnZiyan yang selalu bersikap lembut dan memanjakannya. Semua itu karena dia adalah AnZiyan.
--------------

Nb. Well, agak susah mencari kata yg tepat untuk terjemahan kata 'cold' kalo menurutku sih itu maksudnya cuek, enggak peduli sama orang lain, then aku pikir2 kata 'apatis' agak match biarpun kaku. Ada saran?

Will You Still Love Me Even If I'm A Man?~Indonesia VersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang