Kenyataan

330 28 1
                                    


"Kak Minna! Lea pulang!" Lea membuka gagang pintu rumahnya itu. Dia menyimpan sepedanya dan menguncinya.

Lea berjalan ke ruang keluarga.

Sesampainya disana, tampak disana ada Kak Minna dan.. Ayah!

"Ayah! Kapan ayah pulang? Ibu dimana?" Tanya Lea heran sekaligus senang. Sudah sekitar 1 tahun dia tidak bertemu ayahnya. Lea menghampiri ayah dan segera memeluknya. Ayah membalas pelukan Lea.

"Ayah rindu kamu" gumam ayah. "Ibu dimana?" Tanya Lea. "Eum.. justru itu alasan ayah datang kesini" ucap ayah. "Maksud ayah?".

"Ibumu hamil. Kondisinya sudah 8 bulan lebih. Ibu harus ke rumah sakit sedangkan ayah harus bekerja. Kak Minna harus ikut ke luar kota untuk menjaga ibu" ayah menghela napas.

"Tapi dengan begitu, Kak Minna harus tinggal disana dalam waktu yang agak lama. Jadi, apa kau tinggal disini sendiri, atau ikut ayah?" Tanya ayah.

Itu jelas jelas pertanyaan yang sangat sulit.
Pertama, di sekolah Lea harus mengerjakan ulangan kelulusan dua bulan lagi. Dan, sebelum ulangan, akan ada kelas tambahan.

Kedua, Lea menyadari kalau sifatnya.. masih agak kekanak-kanakan. Dan dia hanya peduli pada dirinya sendiri. Dia juga termasuk anak yang ceroboh.

"Aku akan tinggal disini" kalimat itu terlontar begitu saja. "Aku tinggal disini, yah" kali ini pikirannya sudah bulat.

"Baiklah jika itu yang kau mau" sahut ayah.

"Kakak akan berikan tabungan kakak" sambung Kak Minna. "Disana sudah ada ayah. Sedangkan kau harus sekolah disini" jelasnya.

Lea sedikit merasa bersalah. Masalahnya adalah, Lea tau kalau tabungan itu diisi dengan kerja keras kakaknya yang setiap hari harus kuliah dan bekerja. Kak Minna sudah menjadi tulang punggung baginya.

"Kak Minna dan ayah akan pergi nanti malam" jelas ayah.

Entah kenapa, Lea berdiri dan berlari menuju kamarnya. Dia tidak tau apa yang akan menimpanya nanti jika Kak Minna tidak ada.

Dia duduk diatas kasurnya yang empuk. Lea merangkul dirinya sendiri dan.. menangis...
.
.
.
.
"Lea, kami berangkat ya.. baik baik di rumah" pamit ayah. Kak Minna tampak sedih. Kak Minna menghampiri Lea dan memeluknya.

"Ingat, jaga diri baik baik! Jangan ceroboh! Kakak ga mau denger apapun yang buruk tentang kamu!" Nasehat Kak Minna. Lea mengangguk. "Oh ya, satu lagi, tabungan kakak dihemat ya! Jangan satu malem langsung habis" nasihat Kak Minna. "Ya iyalah kak.. aku ga akan beli motor atau mobil ini" jawabku sambil tertawa.

"Ck kamu ini" Kak Minna membelai rambut Lea. "Kakak bakalan kangen banget sama kamu" kali ini, Kak Minna mengacak-acak rambut Lea. "Aku juga bakal kangen sama jailnya Kak Minna" balas Lea sambil merapikan rambutnya.

Kak Minna langsung memeluk Lea erat. Lea membalas pelukan Kak Minna. Kehangatan kakaknya sudah mendekati kehangatan pelukan ibunya bagi Lea.

Kak Minna melepaskan pelukannya dan melambai pada Lea. Kak Minna dan ayah masuk ke mobil. Mobil itu berjalan.. berjalan... hingga akhirnya lenyap dari pandangan.

Lea menutup pintu rumah dan menguncinya. Dia pergi ke ruang keluarga dan menonton tv.
Lea merasa kesepian menyelimutinya.

Biasanya disaat seperti ini, dia sedang bercanda tawa bersama kakaknya. Biasanya kakaknya sedang mengerjakan tugas sambil menemaninya menonton tv.

Tapi sekarang?

Yang ia lihat hanyalah sebuah tv yang menyala dan ruang terang kosong.

Seketika Lea depresi. Dia menangis. Menangisi takdirnya yang agak suram.

Kenapa dia harus seperti ini? Orang tuanya harus bekerja di luar kota. Dan sekarang, satu satunya orang terdekat Lea malah ikut pergi.

"Kenapa harus aku yang mengalami ini?" Tangis Lea.

Eh, wait a minute!

Bukankah ini sama seperti yang dikatakan Alexa? Alexa di mimpi itu? Bagaimana bisa? Tadi siang, dia mendengar suara Alexa. Dan sekarang apa yang Alexa katakan itu menjadi kenyataan.

Tangisannya berhenti. "Tu anak sebenernya siapa sih?" Rasa penasaran Lea mulai keluar.

"Itu pakaian peraknya kayaknya bukan sembarangan pakaian perak deh". Lea mencoba mengingat kembali mimpinya.

Dia pergi ke kamar, mengambil notes dan pensil, lalu kembali lagi ke depan tv.

Coba kuingat

Alexa berambut pendek biru. Pakaian peraknya bukan kain melainkan baja! Ya baja! Pakaian itu menutupi semua tubuhnya kecuali wajah.

Ada merpati putih di pundaknya. Lalu ada rantai yang menjuntai di pinggang kirinya.

Lea menggambarkan semua yang dia ingat pada notesnya. Setelah selesai, dia berpikir.

'Ha~ mana ada pakaian baja? Lea kayanya emang lagi gabut banget' batinnya. 'Itu pasti hanya khayalanku saja'.
Lea meremukkan notes itu menjadi bola dan membuangnya.

Sudahlah! Ambil positifnya! Aku harus lebih peduli dan mandiri seperti yang dikatakan... aah lupakan!

Lea mematikan tv dan pergi ke kamarnya. Hari sudah larut. Dia ingin melepas semua kelelahannya dengan tidur.
.

.

.

.

"Hei!" Suara itu sudah familiar di telinganya. Dia membuka matanya. "Hah? Kamu lagi?! Mau apa lagi sih??" Lea sangat kesal.

"Wow... tenangkan dirimu Lea" ucap Alexa. "Kenapa takdirku harus seperti ini sih?! Kenapa takdirku kini dipenuhi dengan kesialan?" Gerutu Lea.

"Tenanglah.. aku ingin membantu.." sebelum Alexa selesai, Lea memotongnya. "Membantu? Membantu katamu?! Kak Minna pergi gara gara ucapanmu itu!"

"Bisakah kau diam!"

Bulan & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang