Respira

223 21 13
                                    

Lea sampai di sebuah tempat yang disebut Respira. Leon berada di depannya bersama Ryan.

"Yuk ke ruang inti. Kami akan memperkenalkan kalian pada mereka" ucap Alexa. "Mereka?" Tanyaku. "Kau kira pasangan kesatria bulan bintang hanya kita?" Ujar Ryan.

Mereka berjalan menyusuri lorong. Semua dinding di Respira berwarna biru tua dengan garis garis biru neon.

Akhirnya, mereka sampai di ruang inti. Disana tampak dua laki-laki dan dua perempuan yang sudah menunggunya.

"Kita kedatangan tamu!" Seru Alexa. Semuanya menatap Lea dan Leon.

"Halo! Selamat datang di Respira! Kalian Lea dan Leon kan? Aku Zena. Ini penjagaku. Namanya Aldo" ucap Zena. Lea dan Zena berjabat tangan. Begitu juga Leon dan Aldo.

"Aku Kevin. Ini Nanda" ucap Kevin. Mereka berjabat tangan.

"Aku Rini, dan ini Rio" Rini memperkenalkan dirinya dan Rio. "Apa kalian sudah akur?" Tanya Rini.
Pertanyaan itu membuat Lea seperti tersedak. Leon hanya tersenyum

"Mereka sudah akur. Tadi aja, Lea menanyakan keberadaan Leon" jawab Alexa sambil melirik Lea. Leon menatap Lea, semuanya menatap Lea.

"Hahaha... apa itu benar, Lea?" Tanya Zena. Lea hanya tersenyum. Dia malu untuk mengakuinya. Awalnya kan dia benci Leon.

"Ya wajar aja kali.. Lea kan saudaraku" kata Leon sambil merangkul Lea. Semuanya saling bertatapan satu sama lain. "Ooh... menarik. Kalian baru tau kalau kalian bersaudara?" Tanya Rio. "Yap" jawab Leon dan Lea bersamaan.

"Baguslah kalau kalian akur. Aku antar kalian ke kamar kalian ya" ucap Nanda.

Nanda berjalan ke lorong kanan, sedangkan Kevin ke lorong kiri. Lea mengikuti Nanda, dan Leon mengikuti Kevin.

Nanda kemudian berhenti tepat di depan sebuah pintu. Dia pun membukanya. "Nah, ini kamarmu Lea" ucap Nanda. Kamarnya begitu luas. Kasur berwarna biru dengan ranjang elektrik. Terdapat juga meja layar sentuh hologram di sebelahnya.

"Waah... keren..." puji Lea. "Nah, walaupun kamu dan Leon berbeda kamar, kalian tetap harus sering bertemu ya" ucap Nanda. Lea mengangguk. "Yuk ke ruang inti lagi"

Mereka berjalan menuju ruang inti. Leon sudah menunggunya. "Udah?" Tanya Leon. Lea mengangguk kembali.

"Sekarang, bebas mau ngapain aja. Kalau mau cari tau tentang kesatria bulan bintang, cari aja di meja hologram. Datanya ada semua" ujar Alexa. Semuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Lea berjalan menuju kamarnya. "Mau kemana?" Tanya Leon. "Mau ke kamar. Pengen liat meja hologram" ujar Lea. "Aku ikut! Lagian di kamarku tidak ada meja hologram" ucap Leon.

Lea membuka pintu kamarnya dan berjalan menuju mejanya. Leon menutup pintunya dan menghampiri Lea.

"Memangnya kau tau caranya?" Tanya Leon. Lea tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Hahaha... dasar. Biar aku yang menggunakannya" ucap Leon. Dia menyalakan meja hologramnya.

"Darimana kau tau cara menggunakannya?" Tanya Lea. "Aku tau karena aku pintar" ucap Leon. "Dasar!"

Di meja terdapat beberapa kumpulan data. Salah satunya bertuliskan 'Asal Kekuatan Kesatria'. "Apa itu?" Tanya Lea. Leon menekan tulisan itu.

Kekuatan para kesatria berasal dari alam itu sendiri. Semesta lah yang memilih mereka. Kesatria menentukan takdir dunia.

Paragraf terakhir tertulis seperti itu.

"Mau tau sejarahnya?" Tanya Leon. Lea mengangguk. Leon menekan tulisan yang lain.

Mella-Retra

Kami Mella dan Retra, pasangan kesatria bulan bintang pertama. Tryder adalah musuh kami. Mereka selalu berusaha menghancurkan dunia. Perang terjadi. Aku dan Retra hampir saja kalah. Muncullah beberapa kelompok yang membantu kami. Mereka kesatria bulan bintang juga. Mereka bilang, kalau mereka mendapat kekuatannya dari alam secara tiba tiba.

Untuk menyatukan kesatria bulan bintang seluruh dunia, maka kami memutuskan untuk membuat tempat tinggal khusus untuk kami. Kami menyebutnya Respira. Respira terletak di tengah alam semesta, dan hanya orang tertentu yang bisa memasukinya.

Lea dan Leon membacanya dengan serius. Tiba-tiba, Brak! Pintu terbuka dengan keras. Serentak mereka melihat ke arah pintu, dan spontan, Leon mematikan mejanya.

"Hahaha... sekaget itukah kalian?" Tawa Rio. Leon berdiri. "Ada apa?" Tanya Leon. "Kau dan Lea disuruh ke Ruang Latihan" jawab Rio.

Lea dan Leon berjalan mengikuti Rio. Tidak butuh waktu lama untuk mereka sampai disana. Di Ruang Latihan, semua sudah menunggu mereka, kecuali Kevin yang terlihat duduk di depan komputer.

"Datang juga. Liat meja hologramnya udah?" Tanya Ryan. "Udah kok..." jawab Lea.

"Jadi Leon, tunjukkan pada kami kekuatan apa yang kamu punya" perintah Ryan. Leon mengangguk. Dia menggerakkan tangannya.

Percikan listrik mulai muncul. Makin lama, listriknya semakin terlihat. Warnanya terkadang kuning, terkadang ungu. Akhirnya, listriknya mengalir sesuai gerakan tangannya sehingga terlihat seperti petir kecil.

"Cukup!" Seru Kevin. Leon menghentikannya.

"Kekuatanmu listrik ya? Kau harus pintar mengendalikannya. Listriknya bisa menjadi lebih besar saat kau emosi. Dan, ada beberapa hal yang perlu kamu ketahui saat menggunakan ini" jelas Kevin.

"Apa itu?"

"Pertama, perhatikan besarnya tegangan listrik. Kelebihan tegangan bisa membuat benda yang kamu serang itu terbakar, atau bahkan meledak. Kedua, saat kau menyerang, kendalikan emosimu. Itu bisa berbahaya padamu juga" jelas Kevin.

"Oke. Ini juga berlaku untuk Lea kan?" Ucap Leon.

"Lea, kau benar-benar harus sangat hati-hati dengan kekuatanmu. Dan, jangan menggunakannya terlalu sering. Kekuatan itu terhubung dengan Leon. Jadi kekuatan bintang Leon bisa saja habis" Ujar Aldo.

"Eum, lalu, kekuatan bintang itu datang darimana?" Tanya Lea.

"Kekuatan itu akan terisi dengan sendirinya. Tapi jika sudah habis, butuh waktu lama untuk kembali terisi" jawab Zena.

"Akan kulakukan sebisaku" ucap Lea. Leon menepuk pundak Lea. "Kamu pasti bisa kok.. percayalah" kata Leon. Lea hanya bisa tersenyum.

"Oke, Leon ikut aku" Ryan berjalan menuju ruang senjata. Leon mungkin akan berlatih.

"Lea, kemari" Zena melambaikan tangannya. Lea menghampiri Zena. "Duduk disini". Lea mengikutinya.

Tangan kiri Zena menggenggam kedua tangan Lea. Sedangkan tangan kanannya diletakkan di atas pundak kiri Lea. Zena memejamkan matanya.

Cahaya hijau toska muncul dari tubuhnya. Zena begitu fokus seperti sedang melihat sesuatu.

Tiba-tiba, Zena bertingkah aneh. Dia mengernyitkan dahinya, ekspresinya berubah ketakutan.

Bulan & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang