Perangkap

132 16 18
                                    

Kelompok Ivan berjalan memasuki sebuah gua es. Berjalan, berjalan, dan terus berjalan semakin jauh ke dalam gua.

Di tengah perjalanan, Lala mengehentikan langkahnya. Zir yang melihatnya langsung menghampiri Lala. "Kamu kenapa Lala?" Tanya Zir. Semuanya langsung berhenti dan menghampiri Lala.

Lala tidak menggubris pertanyaan Zir. Pandangannya kosong. Bola matanya yang cokelat berubah menjadi biru. "Lala ada apa?" Tanya Izhar.

Beberapa detik kemudian, bola matanya kembali menjadi cokelat. Lala mengedipkan matanya beberapa kali. "Ada apa?" Tanya Ivan. "Ivan, seharusnya kita tidak disini" ucap Lala sambil menatap Ivan. "Apa maksudmu?" Tanya Ivan. "Masa depan dunia akan hancur jika kita seperti ini" jawab Lala.

Sepertinya, mereka terlambat. Bruk! Batu kristal es berwarna agak transparan berukuran besar jatuh menutupi jalan keluar gua. Spontan, seluruh kelompok Ivan langsung berlari panik ke arah batu besar itu.

"Apa yang terjadi?!" Tanya Callista panik. Ivan mengeluarkan kekuatan api nerakanya ke arah batu itu. "Sial! Ini tidak berhasil!" Serunya. Tiba-tiba, seseorang dari sisi lain mendekati batu itu. Karena warnanya yang transparan, kelompok Ivan bisa melihatnya walaupun agak tidak jelas.

"Zena! Apakah itu kau? Syukurlah. Bantu kami" pinta Izhar. Zena hanya tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha.. bantu kalian? Untuk apa hah?". Zena mengeluarkan sayap dan tanduk Trydernya. Itu cukup membuat kelompok Ivan terkejut. "Batu itu tidak akan bisa dihancurkan. Terkurunglah kalian seperti kesatria di Respira!" Seru Zena.

Zena menempelkan tangannya ke batu kristal itu. Seketika, percampuran tanah dan logam juga tumbuhan menyelimuti batu itu. Seketika kelompok Ivann panik.

"Zena! Keluarkan kami!"
"Lepaskan batu ini!"
"Aargh! Matilah kau Zena!"

Zena hanya meresponnya dengan tawa. Tertawa bahagia. Dia pun keluar dari gua itu. "Argh! Sialan! Apakah kesatria Bulan Bintang itu berkhianat?!" Tanya Ivan frustasi. "Kurasa tidak" jawab Lala. "Zena bilang, terkurunglah kalian seperti kesatria di Respira. Artinya, mereka juga dikhianati oleh Zena" jelas Lala. "Kau benar" ucap Callista.

"Hah.. sepertinya usaha kita telah gagal" kata Izhar. "Harusnya kita tetap bersama. Aku salah" gumam Ivan.

●●●

Di Respira...

"Naura, apa teknologi Respira sudah bisa berfungsi?" Tanya Leon. "Sedang berusaha" jawab Naura singkat sambil terus fokus ke layar komputer. 

Leon, Alexa, Syam, dan Ryan selalu memperhatikan kerja Naura dan Dika yang berada di dalam pesawat. Lebih tepatnya lagi, untuk melihat perkembangan. Perkembangan untuk keluar dari Respira.

Perangkap itu mengurung Respira dan mematikan semua teknologinya kecuali komputer pesawat Naura karena pesawat Naura terhubung dengan Lyrna (tempat tinggal asalnya". Tidak hanya itu, kekuatan kegelapannya sampai bisa mempengaruhi energi para kesatria.

Leon menatap Lea yang sedang duduk di bangku belakang sambil menundukkan kepalanya. Tak tega melihatnya, Leon menghampiri Lea.

"Lea.. kamu kenapa?" Tanya Leon sambil duduk di sampingnya. Lea menghiraukan panggilan Leon. Air matanya yang tak bisa ditahan akhirnya jatuh. "Lho? Kok nangis?" Tanya Leon. "Hiks.. kenapa orang yang kupercaya selama ini harus berkhianat? Ini semua salahku Leon.. semua salahku..." ucapnya sambil terus menangis.

Leon memeluk Lea dan menyenderkan kepala Lea di pundaknya untuk menenangkan Lea. "Ya ampun.. kamu ini bicara apa?" Ujar Leon. "Tyra berkhianat karena aku... Tyra suka padamu dan aku terus berada di dekatmu. Ini salahku.." ucapnya.

"Eh.. ga boleh gitu.. ini bukan salahmu. Kamu penjahat? Bukan kan.. yang jahat itu Tryder. Cuma Tryder yang salah" kata Leon.

"Tapi kan...". "Udah. Intinya, aku ga mau denger kamu nyalahin diri kamu sendiri lagi. Sekarang kamu harus janji sama aku ya.." potong Leon. "I.. iya deh iya.." ucap Lea sedikit terbata-bata. "Gitu dong...". Lea terlihat sedikit tersenyum. "Udah ceria lagi nih?" Tanya Leon. Lea mengangguk. 'Anggukan' nya itu hanya isyarat tubuhnya saja. Sedangkan pikiran dan hatinya? Lea masih memikirkannya.

Pintu terbuka dan muncullah Syam. "Kalian dapat solusi?" Tanya Syam. Lea dan Leon menggeleng. "Terus kalian daritadi ngapain aja sih?" Tegur Syam. "Waktu selama ini kalian ga mikir apa apa gitu?" Seru Syam. "Maksudmu apa?" Tanya Lea lalu berdiri. "Memangnya kau sendiri tau solusinya?!" Teriak Lea. "Lea sudah.." cegah Leon. "Setidaknya aku sudah berusaha! Tidak sepertimu yang hanya diam daritadi!" Balas Syam.

"Woi jangan berisik! Lagi konsentrasi tau ga?!" Tegur Dika sambil menengokkan kepalanya ke arah Syam, Lea, dan Leon. "Eh, iya Dik.. maaf.." ucap Lea. Dika hanya memutar bola matanya dan masuk kembali ke dalam pesawat.

Syam terus berjalan menuju pesawat Naura. Sementara Lea hanya menatapnya tajam. "Ingin kusetrum rasanya anak itu" gumam Lea sambil duduk kembali. "Kita harus simpan tenaga kita baik baik Lea.. jangan gunakan untuk hal yang tidak perlu.." kata Leon.

Di ruang inti...

Semuanya sedang berbincang cara lepas dari perangkap Zena.

"Ibnu, kau bisa memutar waktu kan?" Tanya Hiro. "Itu perlu banyak tenaga" kata Ibnu. "Sebaiknya kita simpan tenaga kita. Gunakan saat diperlukan" kata Rian.

Tiba-tiba, Lea masuk ke dalam ruangan inti sambil berlari. "Ibnu! Dipanggil Naura Dika buruan! Darurat!" Seru Lea. Dengan segera, Ibnu berlari ke pintu keluar selatan, tempat pesawat Naura dan Dika berada. Diikuti oleh Lea, Ajeng, Nanda, dan yang lain.

Sesampainya di sana, "Ibnu! Bisa kau perlambat waktunya?! Kami hanya bisa menahannya selama 2 menit!" Teriak Naura dan Dika. Gerbang keluar Respira terbuka! Tanpa aba-aba, Ibnu segera memperlambat waktu di Respira. "Semuanya masuk ke dalam pesawat!" Perintah Dika. Anggota kesatria terpilih masuk ke pesawat Dika karena ukurannya lebih besar. Sedangkan kesatria Bulan Bintang masuk ke pesawat Naura.

"Cepat jalankan pesawatnya! Aku ga bisa nahan lebih lama lagi!" Kata Ibnu. Dengan segera, Dika dan Naura menyalakan mesin pesawat dan mereka keluar dari Repira.

Bulan & BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang