Chapter 4

1.5K 94 6
                                    


Aku masih berdiri di depan pintu keluar gudang sekolah, memperhatikan perempuan di depanku tengah asik dengan bekal makan siangnya, saking asiknya sampai tidak menyadari suara dicitan pintu dan juga keberadaanku, bebearapa saat kemudian perempuan itu akhirnya menoleh kearahku.

Karena tidak sadar, saat dia melihatku berdiri di depan pintu, wajahnya berubah, tekejut, saking terkejutnya melihatku, sampai nasi yang di ambilnya menggunakan sumpit tidak sampai kemulutnya, menyisakan mulut menganga kosong.

Melihat ekspresinya, seperti orang yang baru melihat hantu di siang bolong. Walaupun begitu, aku sama sekali tidak peduli dengan cara dia melihatku, aku lantas berjalan santai kearahnya, bahkan dia tidak sadar kalau nasi yang dia ambil sudah jatuh kembali kekotak makannya.

Aku mengambil tempat di sampingnya lalu duduk, karena memang itu tempatku, mengeluarkan handphone dari saku, mulai memaikannya, sedangkan Azalia masih bingung dengan keadaannya sekarang.

"Eh...?" Azalian tersadar.

Reaksi pertamanya saat sadar seperti kucing yang ketakutan, Azalia langsung mengambil jarak dariku. Sekarang ini aku tengah asik memainkan game kesukaanku, jadi aku sama sekali tidak tahu kalau Azalia menjauhiku.

Menutup kotak makannya, kembali menatapku. "Ka-kamu yang tadi pagi?" Tanya Azalia sedikit ketakutan.

"Hmm..." jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari handphone.

"Ke-kenapa, kamu tahu, tempatu makan siangku?" Tanya Azalia canggung.

Aku mengurungkan niat menekan tombol beli pada layar handphoneku. Memikirkan kata-kata Azalia. Tunggu sebentar, dia bilang tempat ini tempat makan siangnya? Sejak kapan dan bagaimana bisa? Sedikit heran, aku menekan tombol keluar dari game lalu menoleh kearahnya.

"Apa masudmu?" tanyaku balik menatapnya tanpa ekspresi.

Saat mendengar pertanyaanku, Azalia sangat ketakutan hingga meminta maaf karena telah bertanya, dia juga menunduk ketakutan saat mataku bertemu dengan matanya.

"Ma-maaf sudah bertanya, aku memang tidak tahu diri?" kata Azalia tertunduk sedih.

"Hey hey hey apa maksudnya ini, kenapa dia malah meminta maaf." Kataku dalam batin.

Aku kemudian mencoba lebih bersahabat dengan mengubah nada bicaraku, mungkin karena kebiasaan bicara dengan Mila dan Rio, membuat nada bicaraku sedikit kasar.

"Nama kamu Azalia Pramurti kan?" Kataku memastikan.

Mendengar namanya aku sebut, Azalia lantas memberanikan diri melihatku, sedikit gemetar di tangannya. Jujur saja aku sangat bingung dengan keadaannya perempuan satu ini, entah bagaimana cara menghadapinya.

"I-iya, kenapa kamu, bisa tahu namaku?" Tanya Azalia, sepertinya dia mulai berani.

"Tidak ada orang di sekolah ini yang tidak mengenalmu, aku Bima Rohan dari kelas 1-B." Jawabku sangat sopan.

Untuk saat ini kuputusanku menggunakan bahasa Indonesia baku sangat tepat, bukan kerana kehormatan melainkan karena perempuan satu ini sangat penakut. Apa dia tidak pernah bicara dengan orang lain. Pikirku.

"...." Azalia diam.

"Kenapa kamu bisa sampai di sini?" tanyaku mulai mencairkan suasana.

Tidak langsung menjawab, Azalian diam sebentar, seperti berfikir terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaanku.

"Apa sesulit itu pertanyaanku" gumamku

"A-aku tersesat." Jawab Azalai.

"He...?"

Magic Love Story : Lost Legendary Weapon Vol 1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang