SEBELAS

1.7K 186 26
                                    

"Bang."

Lyan menengok ke arah Kevin, yang sedang duduk di bangku beton di taman sekolah. "Ada apa, Vin?"

"Abang udah ketemu berapa kali sama Bu Letta, yang nggak di sengaja?"

Lyan menerawang. Mencoba mengingat berapa kali ia bertemu dengan Letta. "Lima kali kayaknya. Kenapa?"

"Berarti kurang dua kali lagi, bang?" tanya Kevin, terlihat antusias.

Lyan mengangguk. "Dan pertemuan yang ketiga nanti, abang udah bisa minta maaf sama dia."

"Masih perlu minta maaf, bang?" tanya Kevin, dengan nada mengejek.

"Kok kamu ngomongnya gitu?" Lyan menatap Kevin bingung.

"Ya kan Bu Letta udah pernah ngasih abang makanan. Udah ada niatan buat jenguk abang juga waktu abang dirawat di Semarang. Kalo udah kayak gitu, emang masih perlu minta maaf, bang? Kayaknya enggak deh."

"Ya itu kan menurut kamu." Lyan membenarkan posisi duduknya. "Kalo menurut abang ya masih perlu, Vin. Kalo nggak minta maaf tuh kayak ada yang ngeganjel gitu di hati. Nggak enak."

Kevin mengangguk mengerti. Ia kemudian mengedarkan pandangannya, hingga akhirnya mendapati Radit tengah berjalan beberapa meter dari tempatnya berada, sambil bersenandung riang.

"Kamu kenapa, Vin?" Lyan mengikuti arah pandangan Kevin. "Ngelihatin Pak Radit?"

"Kayaknya ada yang aneh deh sama Pak Radit, bang." gumam Kevin, sambil terus memperhatikan gerak-gerik Radit.

"Aneh gimana maksud kamu?"

"Kita ikutin aja, gimana, bang? Abang nggak ada acara kan habis ini?" Kevin menatap Lyan penuh harap.

Lyan mengerutkan keningnya. "Ngikutin dia? Mau ngapain?"

Kevin mengangkat bahunya. "Ya ngikutin aja, bang. Aku ngerasa ada yang Pak Radit tutupin akhir-akhir ini soalnya. Jadi aku penasaran aja. Please, bang. Kita ikutin Pak Radit ya?"

***

Lyan dan Kevin menepikan sepeda motor mereka, beberapa meter di belakang motor Radit, yang berhenti di sebuah rumah.

"Kita masuk juga nih, Vin?" tanya Lyan, yang melihat Radit memasuki rumah tersebut.

Kevin yang sudah turun dari sepeda motornya mengangguk pelan, sambil terus mengawasi gerak-gerik Radit. "Iya, bang. Soalnya itu bukan rumah Pak Radit."

"Kamu tau darimana kalo itu bukan rumahnya Pak Radit?" Lyan mengikuti Kevin, yang berjalan mengendap-endap mendekati rumah yang dimasuki Radit.

"Pak Radit itu rumahnya di daerah Boja, bang, hampir ke Limbangan malah. Aku udah pernah ke sana soalnya, waktu ada acara di Kolat Rindam IV/Diponegoro."

Lyan mengerutkan keningnya. "Daerah Sumowono?"

Kevin mengangguk yakin, sambil memperhatikan gerak-gerik Radit, yang kini tengah berbincang dengan seorang wanita paruh baya, saat mereka sampai di luar pagar rumah yang di masuki Radit.

"Kok kayaknya abang pernah lihat ibu itu ya, Vin." gumam Lyan, sambil terus memperhatikan ke arah teras rumah.

"Aku juga kayaknya pernah lihat bang. Tapi lupa, dimana." balas Kevin, tak kalah pelan, karena mereka takut ketahuan.

"Bentar, abang inget-inget dulu." Lyan mencoba mengingatnya.

"Udah inget, bang?"

***

Seberapa PantasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang