SEMBILAN BELAS

1.9K 173 12
                                    

"Kalo boleh tau, lagunya buat siapa, bang? Jadi, calon Ibu Persitnya udah ada nih?"

Lyan kembali tersenyum menanggapi kalimat Intan itu. "Ya nggak buat siapa-siapa. Cuma pengen cover song aja. Itu kan lagunya lagi viral, jadi aku cuma ngikutin netizen aja."

Intan hanya mengangguk, sedangkan Darrell yang sedang menfutak-atik handphonenya, berusaha menahan tawanya.

"Mas, ini pesenannya." Penjual jus buah itu meletakkan satu kantong kresek di meja, tepat di hadapan Lyan. "Ini punya mbaknya." Ia kemudian meletakkan satu kantong yang lebih kecil di hadapan Intan.

"Jadi berapa, mas?" tanya Intan.

"Tiga puluh empat ribu, mbak." jawab penjual jus buah.

"Nggak usah, Tan. Biar sekalian aku aja yang bayar." sela Darrell, yang kini sedang mengeluarkan dompetnya. "Berapa semuanya, mas?"

"Kalo sama punya mas, jadi sembilan puluh dua ribu." jawab penjual jus.

"Maaf, Mas Darrell, jadi ngerepotin." ujar Intan sungkan.

Darrell mengibaskan tangan kanannya. "Enggak ngerepotin. Anggep aja itu salam perkenalan dari aku. Ya syukuran juga sih sebenernya." Ia kemudian tersenyum lebar.

Lyan langsung menatap Darrell bingung. "Syukuran dalam rangka apa nih?"

***

"Eh, Yan. Nyadar nggak sih, kalo Intan tuh suka sama kamu?" tanya Darrell, sesaat setelah Lyan memarkirkan sepeda motornya di garasi rumah Letta.

Lyan yang baru saja melepas helmnya, kini mengerutkan keningnya bingung. "Suka gimana?" Ia kemudian turun dari sepeda motornya. "Lagian, kok kamu bisa bilang dia suka sama aku? Tau darimana?"

"Dari gelagatnya dia kan udah kelihatan, Yan. Dari sorot matanya waktu dia natap kamu tuh, aku udah bisa nebak kalo dia suka sama kamu. Sorot matanya tuh sama kayak waktu Tania natap aku, Dea natap Arka, Riska natap Vino, bahkan sama persis kayak Letta natap kamu." Darrell kemudian menghembuskan nafas kasar. "Selama ini kamu yang nggak peka, atau emang beneran nggak tau sih, Yan?"

Lyan membantu membawa kantong kresek berisi jus di tangan Darrell. "Ya sebenernya sih nyadar. Aku cukup peka lah, Rell, jadi cowok."

"Terus kalo misalnya peka, kenapa dari dulu nggak di tegasin? Kenapa dia masih bisa berharap sama kamu, padahal kamu aja dari dulu belum bisa move on dari Letta?"

"Aku nggak tau, Rell, kenapa dia bisa berharap sama aku. Padahal sikapku selama ini juga biasa aja sama dia, nggak lebih. Sikapku ke semua anggota juga sama kayak sikapku ke dia. Tapi aku juga heran, kenapa dia bisa salah paham kayak gini." Lyan mencoba melambatkan langkahnya di teras rumah Letta.

"Emang kamu nggak pernah gitu, nyebutin nama Letta? Biasanya, kalo misalnya dia beneran suka sama kamu, kalo denger kamu nyebutin nama cewek lain terus menerus tuh dia secara perlahan pasti bakal ngejauh, Yan."

"Aku udah beberapa kali cerita sama temenku di kantor tentang Letta, dan itu juga ada dia kok. Cuma emang nggak pernah nyebutin nama aja." jawab Lyan, sambil duduk di kursi teras.

"Ya itu dia masalahnya!" sergah Darrell. "Kamu nggak pernah nyebut nama Letta, makanya dia salah paham."

"Siapa yang salah paham?" sela Letta, yang tiba-tiba muncul di pintu utama rumahnya, yang langsung membuat Lyan dan Darrell terdiam.

Seberapa PantasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang