Masih dari Kolat Rindam IV/Diponegoro, dan Letta masih saja mencoba menghubungi Arka, namun siang itu Letta menghubungi Arka dengan handphone pribadinya.
"Kakak tuh kemana aja sih?" semprot Letta, begitu teleponnya terhubung.
"Ya kakak di ruang navigasi lah, dek. Kamu ini, pertanyaannya aneh." jawab Arka di ujung telepon.
"Terus mana janjinya yang katanya mau telepon aku? Bohong, kan?"
Terdengar suara kekehan di ujung telepon. "Iya, iya, maaf. Kakak lupa. Abisnya kakak tuh dua hari ngerjain laporan, soalnya ada pimpinan yang mau dateng kunjungan ke kapal, dek. Kamu ngerti, kan gimana kalo kakak sibuk?"
Letta menghela nafas. "Ya, ya, ya."
Justru kembali terdengar suara kekehan di ujung telepon. "Oh iya, waktu kamu ngehubungin kakak itu, Lyan juga beberapa kali telepon kakak. Kalo kamu ketemu Lyan, tolong tanyain ada perlu apa, gitu ya, dek."
Letta mencibir. "Itu aku yang telepon pake handphonenya Mas Lyan."
"Kok nada bicara kamu jadi bete gitu sih? Kenapa sama Lyan?"
"Nggak kenapa-napa."
"Bohong nih sama kakak." goda Arka. "Kalo kamu ada apa-apa tuh cerita, dek. Kakak kan kakak kamu. Kalo nggak sama kakak, terus kamu mau cerita ke siapa lagi coba? Riska, Tania sama Dea?"
Letta menghembuskan nafas kasar. "Ya habisnya, sahabat kakak itu bikin aku bete! Dia tuh nyebelin tau, nggak?"
"Nyebelin gimana maksud kamu?"
"Dia itu sikapnya kayak waktu kita masih pacaran. Tapi nyatanya apa? Dia nggak pernah tuh bilang kalo ngajak aku balikan. Apalagi semalem aku tau kalo dia juga chat sama cewek lain. Kan nyebelin!"
"Lyan? Chat sama cewek lain? Nggak mungkin ah!"
"Nggak mungkin gimana sih, kak? Aku baca sendiri chat dari cewek itu. Cewek itu tuh perhatian banget sama Mas Lyan."
"Terus sikap Lyan gimana sama cewek itu? Dia ngerespon?"
"Ya enggak sih. Sikapnya biasa aja. Chat dari cewek itu juga jarang di bales kecuali yang emang bener penting."
"Nah itu Lyan sendiri aja nggak ngebales. Terus kenapa kamu bilang kalo Lyan chat sama cewek lain coba? Kamu cemburu ya?"
"Dih!" Letta mencibir, setelah mendengar suara tawa di ujung telepon. "Siapa bilang aku cemburu?"
"Kamu tuh nggak bisa bohong sama kakak, dek." Arka masih dengan suara tawanya. "Ciye cemburu."
"Ngapain cemburu? Orang aku bukan siapa-siapanya dia!" tegas Letta.
"Jadi minta kepastian nih?"
"Iyalah, minta kepastian!" sergah Letta seketika. "Sahabat kakak tuh sikapnya sama kayak kita pacaran dulu. Tapi dia nggak pernah yang namanya nyatain kalo dia ngajak aku balikan, kak. Nggak pernah. Cewek mana coba yang nggak sebel kalo di gituin?"
"Mungkin Lyan nunggu moment yang pas, dek, buat nyatain semua perasaannya sama kamu. Kamu tenang aja lah, santai."
"Emang Mas Lyan nggak bilang apa-apa gitu sama kakak, tentang perasaannya dia?" tanya Letta ragu.
"Enggak. Dia nggak bilang apa-apa sama kakak." jawab Arka. "Udah, dek, kamu jangan terlalu mikirin itu. Nanti kalo udah waktunya kamu sama Lyan bersatu, kalian juga bakal bersatu sendiri."
Letta menghembuskan nafas kasar. "Iya, iya."
"Ya udah. Kakak tutup dulu ya? Kakak mau ngecek sesuatu nih. Kamu baik-baik di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seberapa Pantas
RandomSeberapa pantaskah kita bersama dengan orang yang kita cintai? Seberapa pantaskah kita melalui hari-hari bersamanya? Seberapa pantaskah kita menjadi alasannya untuk tersenyum? Dan seberapa pantaskah kita menghapus segala dukanya? Kisah seorang tenta...