Lyan menatap Kevin. "Nggak ada apa-apa. Mungkin kamu yang salah denger, Vin."
Kevin mengerutkan keningnya menatap Lyan. "Tapi, bang..."
"Udah. Ayo masuk." sela Lyan, sambil terus merangkul Kevin agar mempercepat langkahnya memasuki pekarangan rumah Risa.
***
Drrt.. Drrt..
Lyan merasakan handphone di saku celananya bergetar, sesaat setelah ia mengembalikan piring yang baru saja ia gunakan untuk makan di keranjang khusus.
Lyan berjalan menuju pekarangan rumah Risa, untuk menghindari keriuhan karena memang sedang ada acara ramah tamah setelah selesai akad nikah antara Radit dengan Risa.
"Assalamualaikum, ma." salam Lyan, setelah ia tahu bahwa yang meneleponnya adalah Diana.
"Waalaikumsalam." jawab Diana di ujung telepon. "Lyan, gimana? Kamu udah dapet jawaban dari Letta?"
"Mama." Lyan menggeram. "Bukannya nanya kabar Lyan dulu. Ini kenapa malah milih nanyain itu?"
Terdengar suara tawa di ujung telepon. "Ya habisnya, mama kan penasaran apa jawaban Letta tentang lamaran kamu itu. Lagian, mama juga kan udah pengen cepet-cepet kamu nikahin dia. Biar mama bisa cepet juga dapet cucu dari kalian."
Hati Lyan mencelos setelah mendengar ucapan mamanya itu. "Lyan masih sibuk, ma. Belum ada waktu buat main ke rumah Letta."
"Kok gitu?" tanya Diana. "Jadi, dia udah ada jawaban buat kamu atau belum?"
"Udah katanya. Aku juga udah diminta sama Arka buat main ke rumahnya, tapi Lyan belum ada waktu, ma."
"Belum ada waktu?" Diana membeo. "Emang kalo pulang dinas, kamu nggak bisa gitu mampir sebentar ke rumah dia? Setengah jam juga berarti lho. Nanti kalo kamu kelamaan, bisa-bisa dia di gaet orang. Mau kamu?"
"Ya enggak lah, ma. Enak aja!" sergah Lyan seketika. "Pulang dinas Lyan ada acara terus, beberapa hari ini, jadi belum bisa mampir."
"Terus sekarang, gimana? Nggak ada acara, kan?"
"Ada. Ini juga Letta sebenernya di undang juga ke acara nikahannya temen dia ngajar. Lyan juga tadi ketemu dia sama Arka."
"Terus kamu nunggu apa lagi?" tanya Diana, yang membuat Lyan mengerutkan keningnya. "Mereka masih di situ sama kamu?"
Lyan memperhatikan sekelilingnya. "Enggak sih. Ini Lyan ngelihat mereka udah mau jalan ke mobil mereka. Emangnya kenapa, ma?"
Terdengar helaan nafas di ujung telepon. "Ya kamu kejar mereka lah! Kamu bilang, kalo abis acara kamu ini selesai kamu mau mampir ke rumah mereka."
"Tapi, ma..."
"Nggak ada tapi-tapian!" tegas Diana di ujung telepon. "Sekarang atau nggak selamanya? Kesempatan itu nggak dateng dua kali. Jadi kamu mau nunggu apa lagi? Nunggu sampe pohon pisang berbuah dua kali? Iya?"
Lyan mengusap tengkuknya. "Ya enggak, ma."
"Terus nunggu apa lagi? Udah cepet, kamu temuin mereka dan bilang kalo kamu mau mampir ke rumah mereka sekarang juga. Titik!" tegas Diana. "Kalo sampe besok mama telepon dan kamu masih belum dapet jawaban dari Letta karena kamu nggak ngelakuin apa yang barusan mama bilang ke kamu, saat itu juga mama bakalan dateng ke tempat kamu!"
"Iya, ma. Iya. Lyan bakal lakuin apa kata mama." jawab Lyan, terdengar pasrah. "Udah dulu ya, ma? Keburu mereka pergi. Assalamualaikum."
Lyan segera berlari, setelah mengantongi handphone itu ke dalam saku celana kainnya. "Ka, tunggu!" serunya, saat melihat Arka hendak membuka pintu bagian kemudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seberapa Pantas
RandomSeberapa pantaskah kita bersama dengan orang yang kita cintai? Seberapa pantaskah kita melalui hari-hari bersamanya? Seberapa pantaskah kita menjadi alasannya untuk tersenyum? Dan seberapa pantaskah kita menghapus segala dukanya? Kisah seorang tenta...