Seluruh ruangan dipenuhi Isak tangis dan aroma kesedihan. Orang-orang yang berdatangan memakai baju hitam pun lambat laun makin berkurang. Hari sudah semakin gelap.
"Anak itu gimana, dirumahku sudah banyak Anak kecil, Aku tidak dapat mengurusnya lagi"
"Apa yang kau pikirkan!!Kau satu-satunya keluarga yang dimiliki anak itu. Mau kemana Anak itu, panti asuhan.Tega sekali!!ketika dia masih memiliki keluarga"
Suara tersebut menggema sampai keluar ruangan, dari luar pintu seorang Anak laki-laki berkulit kecoklatan memasang wajah yang sangat suram mendengar percakapan tersebut. Ia tau bahwa Dia lah yang sedang dibicarakan. Kehilangan orang tua nya membuat hati nya hancur ditambah dengan hal ini membuat dirinya menyesal tidak ikut orang tuanya.
Dari belakang seorang Anak sebaya nya memanggilnya.
"Woojin, ngapain di situ. Ayo ikut Aku ada permainan seru loh." Ajak Anak itu. Mereka memang masih kecil akan tetapi tidak membuat mereka tidak mengerti situasi. Woojin pun ikut dengan Anak tersebut, yang merupakan sepupunya Orang tua dari orang yang tadi berteriak tidak menginginkan dirinya. Rasa getir di dalam dadanya ditutupi dengan senyum manis hingga kelihatan gigi gingsulnya.
Di tuntunnya Woojin menuju suatu tempat, semakin lama mereka semakin jauh dari rumah Woojin. Ia pun khawatir mereka tersesat.
"Jihoon kita mau kemana, ini sudah mau malam jangan jauh-jauh mainnya" . Woojin menyampaikan pendapat. Tapi sepupunya itu hanya tersenyum lebar dan berkata.
"Karena itu, Aku mengajakmu"
Woojin yang semakin heran dengan tingkah sepupunya menjadi semakin khawatir. Setapak jalan sudah semakin tak terlihat, disekeliling mereka berganti dengan pohon yang tinggi-tinggi. Tidak salah lagi mereka menuju ke hutan. Woojin pun menghentikan langkahnya dan mencoba melepaskan genggaman sepupunya.
Hentakan keras melepaskan genggaman sepupunya, dengan keringat yang bercucuran dan wajah yang pucat. Merasa takut bercampur tidak enak dengan sepupunya.
Sejenak sang sepupu hanya menatapnya kaget, tangannya dihempas, kemudian Ia tersenyum.
"Percayalah padaku". Senyum dan kata-kata nya membuat Woojin luluh, Ia pun menuntun Woojin kembali.Mereka memasuki kawasan hutan. Woojin benci sekali hutan di sana banyak serangga dan sangat gelap. Woojin pun sangat menempel pada punggung sepupunya itu, sesekali ia memejamkan mata atau sebaliknya, sesekali Ia membuka mata. Sampai pada mereka pada sebuah tempat yang jarang dipenuhi pohon tempat tersebut seperti lapangan yang luas dengan rumput yang tumbuh tidak terlalu panjang, cukup nyaman bahkan untuk berbaring. Tempat mereka yang agak tinggi membuatnya terasa lebih dekat ke langit.
Woojin sangat takjub dengan tempat itu. Langit malam yang berwarna gelap dihiasi bintang-bintang membuat malam begitu indah. Kilauan nya menghilangkan perasaan sedihnya. Dia sudah agak tenang sekarang.
Melihat raut muka Woojin, sang sepupu tersenyum lega. Dia pun langsung berbaring, menikmati indahnya malam. Woojin mengikuti gerakannya.
"Kau tau, ini tempat rahasia ku dengan Daniel Hyung. Dia bilang jangan dikasih tau siapa-siapa, Kau yang orang sini bahkan tidak tau tempat ini" Jihoon menceritakan kisahnya sambil tertawa kecil. Woojin hanya dapat menyimak dan memperhatikan wajahnya yang sangat ekspresif.
Woojin pun terduduk tanda Ia tertarik dengan pembicaraan. Ia hanya memandangi Jihoon dengan penuh pertanyaaan, akan tetapi suara nya tak sampai. Jihoon yang mengerti sepupunya itu terbangun dari tempatnya menyamakan posisi Woojin. Di genggam tangan sepupunya, dengan senyum yang sangat manis.
"Aku tidak terlalu mengerti apa yang dikatakan orang dewasa. Aku hanya tau mereka keberatan dengan mu. Akan tetapi Aku dan Hyung tidak keberatan walau rumah kami agak sempit, kami akan membuat mu nyaman. Seperti waktu liburan musim panas, tidak ada yang berubah. Aku sangat senang kita bersama"
Perkataan Jihoon membuat hati Woojin tersentuh. Air mata yang tidak dapat dikeluarkannya sedari tadi, kini mulai memenuhi matanya. Segera ia melepaskan sebelah tangan nya untuk menyeka mata nya. Semua rasa sakit di dadanya mulai berkurang, nafasnya memburu. Isak tangis yang sangat pelan terdengar dari mulutnya. "Terima kasih" lirihnya.
"Apa?". Jihoon yang kurang mendengar suara sepupunya, mendekatkan telinganya ke arah sumber suara.
"Terima kasih" dengan suara yang masih sangat pelan dan dibarengi dengan suara tangis.
"Apa?" . Jihoon yang masih belum dapat menangkap yang dikatakan sepupunya. Merasa dikerjai Woojin pun mendorong badan Jihoon berlawanan arah, sampai Jihoon terbaring.
"Sudahlah" .Segera Ia menghapus air mata nya. Tingkah sepupunya membuatnya berhenti menangis. Ia pun berdiri. "Memang Kau mau terus bersama dengan ku, waktu liburan kemarin bukannya Aku disuruh pulang karena Ibumu memberikan mainannya kepadaku"
Muka Jihoon memerah mengingat apa yang dikatakan dan apa yang pernah dilakukannya berbanding terbalik.
"Itu mah waktu liburan kemarin, kalau sekarang Aku akan berikan semua mainan ku kepadamu"."Yakin?" Tanya Woojin, mengingat sepupunya tidak suka berbagi bahkan untuk Hyung nya sendiri.
"Iya... Kecuali... Teddy bear ku dia bukan mainan tapi temanku."
Woojin pun tertawa geli melihat sepupunya yang sangat memperhatikannya bahkan melakukan hal yang sangat berat untuknya.
Beberapa saat kemudian orang tuanya datang bersama dengan Daniel. Sepertinya mereka sudah lama dicari-cari untung nya Daniel kasih ingat tempat ini. Dihampirinya keduanya kemudian mereka memeluk kedua Anak tadi. Daniel dari kejauhan tersenyum lega kedua adik nya sudah ditemukan. Hari yang tidak dapat dilupakan dalam satu hari Ia sedih,senang ,takut , gelisah membuat Woojin sangat lelah terakhir ia mendengar beberapa kata dari orangtua Jihoon dan Ia pun tertidur lelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Savage Next Door
RomansaLai Guanlin, pemuda imut dan manis di mata semua orang, tetapi tidak untuk Woojin. Ia selalu mempergoki sisi bejat nya Guanlin dan kali ini parahnya Guanlin akan mempermainkan hidup sepupu nya Jihoon. Woojin yang merasa berhutang budi dengan Jihoon...