- 21 -

315 50 3
                                    

.
..
...

Sudah 1 jam berlalu sejak sungjae dan ibunya berbicara di koridor, sooyoung yang tak sengaja mendengar percakapan keduanya masih ada di tempat yang sama. Ia berdiri di depan ruang ICU tempat ayah sungjae di rawat. Tubuhnya masih terdiam menghadap bangku tempat sungjae duduk beberapa waktu lalu yang kini sudah kosong.

Gadis muda itu terdiam memikirkan banyak hal, tentang obrolan singkat sungjae dan ibunya, kenyataan tentang dirinya yang ternyata masih hidup, dan kenyataan bahwa keluarga sungjae berkaitan langsung dengan tragedi yang menyangkut nasib hidupnya.

Tapi satu yang lebih membebani pikirannya. Bukan tentang dirinya, tapi tentang sungjae. Setelah berbicara dengan ibunya tadi, raut wajah sungjae tak menunjukkan keadaan yang bisa dibilang baik-baik saja. Dengan sedikit terburu-buru dan tanpa berucap, sungjae terlihat berlalu begitu saja. Dan berkat sikapnya itu, sooyoung menjadi merasa amat sangat khawatir tentang keadaannya. Sooyoung sangat dilema. Sungjae menjadi lebih pendiam dan tak banyak bercerita dengannya akhir-akhir ini. Sooyoung ingin membantunya, Tapi berada di sekitarnya membuat sooyoung semakin merasa bersalah. Entah bersalah pada sungjae yang selalu disulitkan olehnya, atau dengan dirinya sendiri karna meminta tolong pada sungjae untuk membantunya selama ini.

Sekarang, beginilah dia, selalu bergelut dengan pikiran dan hatinya yang selalu tak sejalan antara menemani sungjae dan sedikit menghiburnya, atau tetap diam karna ia tau sungjae pasti butuh waktu dalam menghadapi ini semua.

Sooyoung menoleh ke arah yang berbeda, melihat seisi koridor rumah sakit dibelakangnya. Koridor itu sedikit kurang pencahayaan dan sangat sepi, tak ada orang yang mendiami atau sekedar melintas disana. Dan koridor ini adalah satu-satunya koridor yang ada di lantai 5. Artinya, sungjae pasti berjalan melalui koridor ini yang berujung pada sebuah lift diujung sana.

Satu keputusan akhirnya diambil oleh sooyoung, dan keputusan itu adalah mencari sungjae dan setidaknya mengetahui kondisi lelaki itu saat ini. Rasa khawatir yang dimiliki sooyoung berhasil membawanya melangkahkan kaki untuk menyusuri koridor yang sejak tadi ia tatap dan menyusul sungjae yang entah berada dimana. Ia hanya bisa berjalan dan berjalan, menuruni lift dan mencari ke seisi rumah sakit tanpa ada tujuan pasti.

Sampai akhirnya, sooyoung berhenti di sebuah taman kecil di sisi paling selatan rumah sakit. Di tengah taman itu ada sebuah kolam air mancur dengan beberapa lampu taman yang mengelilinginya. Taman itu juga tertata rapi dengan berbagai jenis bunga yang bermekaran di seisi tamannya. Bukan itu yang menjadi daya tarik sooyoung tentang taman itu, tapi seseorang yang duduk di pinggir kolam yang membuat langkah kecilnya terhenti. Ya, itu sungjae.

Sooyoung sama sekali tak bergerak dan tetap memperhatikan sungjae yang menundukkan kepalanya, menumpukan kepalanya pada kedua lengan yang ia topang di kedua pahanya. Sungjae terisak. Ia jelas sekali terdengar terisak disana. Sampai saat ia bangkit untuk menyudahi isakan dan mengusap sisa air matanya, ia mendapati sooyoung yang memergokinya menangis sendirian. Sungjae yang salah tingkah langsung memalingkan wajahnya dan menatap ke segala arah karna gengsinya tak mengizinkan untuk dipermalukan akibat ketahuan menangis di depan seorang wanita, terlebih wanita itu adalah sooyoung.
Sooyoung tak merespon. Ia memilih untuk melangkah mendekat dan duduk tepat disamping sungjae. Sooyoung sengaja memberikan jarak diantara mereka karna tak ingin sungjae merasa canggung ia berada di sekitarnya. Tapi, apa yang ia takutkan justru terjadi saat ini. Keduanya, sungjae dan sooyoung.... mereka tak saling angkat bicara. Mereka hanya diam dalam beberapa menit sampai akhirnya sooyoung yang membuka pembicaraan.

“sudah berakhir jae......”

Sungjae yang mendengar kata-kata itu seketika menolehkan pandangannya pada wanita di sampingnya. berakhir?? apanya?? Apa maksudnya??

“apa yang kau bicarakan joy?”

Wanita yang ditanya oleh sungjae menghela nafas sangat berat seraya menggelengkan kepalanya perlahan.

“semuanya sudah selesai.... kita berhenti saja....”

Sungjae yang terkejut dengan tuturan sooyoung yang menyuruhnya untuk berhenti dengan spontan menggenggam erat pundak sooyoung dan menatap lurus pada netranya. Memang ia sangat terpukul dengan semua kenyataan yang ia terima satu demi satu, tapi ia sangat tersinggung saat sooyoung menyuruhnya untuk berhenti begitu saja setelah semuanya perlahan terungkap.

“kau bilang apa??!! Berhenti??!! Semudah itu kau bilang berhenti??!!”

Sooyoung tercekat melihat dengan mata kepalanya sendiri sungjae seperti ini. Berteriak tepat di depan wajahnya dan seluruh tubuhnya menegang menahan emosi yang begitu memuncaki benaknya. Kedua mata indah milik sungjae yang menatapnya bergetar hebat dan buliran air mata kembali tertimbun di pelupuk mata miliknya itu.

“dengarkan aku joy. Sepahit apapun kenyataan yang harus kuemban nantinya. Menjadi anak seorang pembunuh dan pendusta, atau apapun itu aku tidak peduli. Aku memang sakit dan merasa amat sangat kecewa. Aku ingin marah dan ingin memuntahkan semuanya atau bahkan ingin kembali lahir kedunia dengan nasib yang berbeda. Aku menangis tak henti setiap hari dan menjadi seperti orang gila itu justru karena dirimu. Aku memikirkan nyali yang kupunya untuk menemuimu apa masih ada? Setelah kau tau aku adalah anak dari orang yang mencelakakanmu.”

sooyoung tak tahan dengan penuturan sungjae yang amat menusuk tepat di hatinya. Ia tak bisa menahan buliran air mata yang memaksa keluar dari kedua matanya. Sungjae yang melihatnya seketika menangkup kedua pipi gembil milik sooyoung dan mengusap pelan pipi itu, menyingkirkan butiran air yang mulai membasahi wajah sooyoung.

“su-su-sungjae.. a-aku.. hiks”

“sssstt... dengar, noona.... aku tak tau kenapa tapi, sejak aku bertemu denganmu, aku tau kau memang butuh bantuanku. Terlebih kau bilang hanya aku tempat kau menggantungkan harapanmu untuk bisa terbebas dari ambang dunia kematian. Sejak awal persetujuanku untuk membantumu, aku tak memikirkan apapun selain memikirkan cara untuk bisa menyelesaikan masalahmu. Oke jujur saja. Awalnya memang aku ingin masalahmu cepat selesai agar aku bebas dari dirimu yang selalu membuntutiku.”

Sooyoung merenyitkan dahinya dan menepis kasar tangan sungjae di wajahnya. Ia mengusap kasar pula air matanya yang masih bercucuran karna tersinggung dengan ucapan sungjae.

“JADI KAU MEMBANTUKU KARNA KAU TERGANGGU DENGAN KEHADIRANKU EOH??!!”

“hei hei tunggu dulu.. dengarkan aku”

Sungjae yang panik saat sooyoung terdengar marah dengan ucapannya berusaha menenangkan kembali wanita itu sambil menggenggam kedua tangannya dan kembali beradu tatap dengannya.

“dengar, itu dulu. Ya, harus kuakui memang pernah, tapi- itu dulu. Jauh sebelum hari ini. Sampai aku melihatmu murung berhari-hari setelah kita nyaris kehilangan titik terang. Melihatmu yang biasanya gembira, penuh dengan tawa, senyum yang merekah, dan dalam satu malam semua itu lenyap hingga berhari-hari. Aku tak ingin kau seperti itu lagi. Aku tak ingin kau terus larut dari masalah masalah yang harusnya tak kau selesaikan sendiri. Aku tak suka melihat dirimu yang seperti orang yang benar benar mati. Aku tidak suka itu. Bahkan sampai aku mengetahui ibukulah tokoh utama dari teka teki ini, yang terbesar ada dipikiranku itu kau.”

“s-sungjae...”

“jadi, tolong..... jangan memintaku untuk berhenti. Jangn pernah memintaku untuk menyerah dengan jalan yang selama ini kau beri. Aku tau ini sulit. Sulit bagiku atau dirimu. Tapi, aku tetap ingin melakukannya denganmu. Kita sudah memulainya, artinya kita harus lakukan sampai selesai. Aku ingin tugasku tuntas. Membuatmu bahagia, seperti ‘Joy’, nama yang telah kuhadiahi khusus untukmu”

.

.

.

— TBC —






AAALLLOOOWW READERSSS APA KABARRRRR >.<
Aduh author harus minta maaf berapa kali lagi nih slow banget updatenya. Maaf yaaaaa TT.TT
Author sedang usaha untuk lebih rajin lagi updatenya. Hehehee
Author lagi buntu banget jadinya ceritanya agak mellow di chapter ini :"D hahahaha gimana ceritanya? Ayo di vote sama comment~
.
.
.
— Glorygate

\\TAMAT\\ [ bbyu ] Un-Expected ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang