Chapter 0: The Beginning

2.6K 62 4
                                    

“Lena! Ayo, cepat.” aku menoleh mendengar Gwendolyn memanggilku, dan cepat-cepat menyusup mengekorinya. Meskipun aku mengeluh berkali-kali karena merasakan dahan pohon menggesek lenganku, tapi kelihatannya Gwendolyn tidak peduli.

            “Lena!” Gwen memanggil lagi.

            “Aku kesana!” balasku berbisik, berusaha agar semak-semak tidak bergoyang lebih keras ketika aku masuk. Kami sedang bermain petak umpet seperti biasa. Setiap sore, aku, Gwen serta beberapa anak daerah ini selalu melakukan ritual petak umpet sebelum malam; biasanya kami berganti tempat di rumah masing-masing, atau kadang-kadang di taman sebelah sekolah Saint Michael. Sekolah itu biasanya sepi, tapi tidak biasanya Gwen mengajakku menyusup kesana.

            “Gwendolyn! Ketemu!”

            Aku terkisap dan cepat-cepat mundur. Didepanku, Gwen juga sama terkisapnya tetapi dia bangkit, menepuk celananya. “Haah ketahuan!”

            “Tapi kamu curang! Masa ngumpet di dekat sekolah, kan kita gak main kesitu.” Sahut anak lain. Aku tidak tahu siapa. “Jangan-jangan masih ada orang lain disitu?”

            Jantungku langsung berpacu dan cepat-cepat aku mundur berharap semak-semak tidak bergemerisik seperti yang kubayangkan. Gwen sendiri memberi isyarat agar aku menyelamatkan diri sementara ia menyangkal mereka. “Disini cuma aku saja.”

            Aku meraba-raba dalam gelapnya bayangan pohon, kemudian tanganku menyentuh lubang di pagar kawat sekolah. Pelan-pelan, aku merangkak masuk kesana bersamaan dengan suara gemerisik di semak.

            “Gak ada orang disini! Mungkin Lena ada di taman!” seseorang menyahut, dan aku menghela lega. Memejamkan mata sejenak, mendengar langkah kaki mereka yang mulai menjauh.

            “Kamu ngapain disitu?”

            Aku sontak membuka mata membelalak, dan mendapati seorang anak cowok seumuranku memeluk seekor kucing— duduk dengan seragam polo biru ala sekolah Saint Michael. Sekolah mahal yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang yang sama kayanya. Aku belum pernah masuk ke sekolah ini dan aku tidak pernah membayangkannya. Tetapi yang kulihat hanyalah petak lapangan besar dengan pepohonan yang mengelilinginya. Di ujung sana, bangunan sekolah mulai terlihat.

            Mataku kembali lagi bertautan dengan mata cowok itu. Matanya yang coklat terang  penasaran dan sewarna dengan rambutnya yang bagaikan mahkota musim gugur. Mungkin kupikir aku tampak aneh, tapi ternyata dia malah tersenyum dan mengulurkan tangannya. “Aah aku tahu. Kau yang bersama mereka kan? pasti petak umpet.”

            “I..iya, kok kamu tahu?”

            “Aku suka melihat kalian.” Dia tersenyum manis. “Omong-omong aku Alex.”[]

{Heart String}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang