Chapter 15: You're beautiful, just like the ocean

342 31 0
                                    

Chapter 15

Beach City, 2004.

“Halena!” suara itu meneriakkan namaku. Halus dan kecil tertelan deburan ombak, namun aku tetap mendengarnya. “Halena, Halena, Halena!”

            Seperti mantra.

            Aku menyipitkan mataku, mencari-cari sosok tersebut dibalik birunya laut dan gulungan ombak putih. Untuk beberapa saat, yang kulihat hanyalah biru dan putih yang bercampur menjadi satu. Sampai akhirnya..

            “Lena!” Alex muncul dari permukaan laut, tertawa-tawa dengan kedua lengan kurusnya yang memeluk pelampung oranye. Wajahnya begitu bahagia dan hidup. Berseri-seri. Kulitnya yang kecoklatan terbakar sinar matahari memancarkan kilauan pasir. Melihatnya bahagia membuatku bahagia, melihatnya tersenyum membuatku ikut tersenyum. Kurasakan sudut bibirku naik tanpa aba-aba meskipun aku tidak menginginkannya. Aku sebal dengan hal itu. Alex selalu mempunyai senyuman yang menular kepada siapapun.

            Dia begitu mempesona.

            “Menyerahlah, aku takkan kesana!” teriakku di bibir pantai. “Terlalu panas, nanti kulitku merah.”

            Memang benar. Musim panas kali ini begitu terik. Aku tidak habis pikir kenapa Alex mau berenang di tengah hari yang begini panasnya, sedangkan aku hanya duduk di pantai tepat dibawah atap kayu pos rahasia yang kami buat sejak pertama kali kami menemukan teluk rahasia ini. Beach City memang ramai, tapi teluk rahasia ini terlalu sulit untuk dicapai― jalan berliku-liku di tebing curam, pepohonan lebat dan hal lainnya. Kebanyakan wisatawan memilih pantai Delpath di sisi lain Beach City.

            Alex muncul lagi di sebrang sana, sebelum menghilang timbul lagi. Tubuhnya yang kurus dan pendek tampak tumpang tindih dengan ombak dan laut. Semakin lama dia semakin jelas. Rupanya, Alex sedang bersusah payah untuk kemari. Mendesah jengkel, aku bangkit dan menelusuri pantai― menjemputnya. “Tuh kan, benar apa kataku.” Aku berkacak pinggang sebal. “Kau pasti pusing. Sekarang mataharinya sedang terik-teriknya, kau gak mau mendengarkanku sih.”

            Alex berhasil mencapai pantai dengan terengah-engah. Ketika ia berdiri, pasir dan kerang berjatuhan dari saku celana pendeknya. “Aku mau belajar surfing.”

            “Surfing tanpa papan?”

            “Yeah.” Dia tersenyum memamerkan giginya yang cemerlang. “Ayahku bilang, kalau mau jadi pro-surfer kita harus bisa melakukan ini.”

            “Maksudnya surfing tanpa papan?”

            Alex mengangguk kecil. Ia merebahkan dirinya di atas pasir sewarna krim dengan nafas terengah-engah. Meskipun begitu dia tidak tampak kelelahan dan justru berkilau dengan butiran pasir dan garam di tubuhnya. Kutarik nafas pelan-pelan berusaha menghirup aroma laut tersebut darinya.

            Dan aku menyukainya.

            “Len?” panggilnya membuatku tersadar. Alex mendongak menatapku. “Kau gak suka musim panas ya?”

            “Huh?”

            “Kau takut matahari.” Alex tersenyum. “Kau selalu tidak suka apa yang aku suka.”

            Aku tidak mengerti. “Kata siapa?” tanyaku bingung. Kata-kata Alex selalu membuatku pusing belakangan ini. “Dan lagipula aku suka matahari, kecuali yang seterik ini.”

{Heart String}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang