Chapter 8: I Can't See

550 40 2
                                    

Chapter 8

 

Nyaris sepanjang sore aku terjaga diantara gugup atau khawatir. Memikirkan Alex Christensen akan tiba kapan saja membuatku gugup, bahkan meskipun Laura sudah mengingatkan kalau tidak ada yang perlu ditakutkan dan benakku sudah hampir seribu kali mengingatkannya.

            Bahwa Alex Christensen tidak akan berbahaya.

            Kuraih ponselku dan menghela nafas— mengecek apakah Alex-ku atau Mom mengsirim pesan atau tidak. Tetapi inbox-ku kosong. Yeah, semenjak kemarin malam Mom tampaknya sibuk sehingga belum mengabari apapun kepadaku. Dia memang biasa begitu.

            Kulempar ponselku ke ranjang dan berlanjak menyibakkan tirai. Cuaca diluar mendung dan dingin, langit berwarna biru gelap kelabu nyaris hitam— atau tepatnya nyaris malam. Melirik kearah jam Hello Kitty punk milik Laura, aku mendesah ketika mendapati sekarang pukul delapan. Laura dan geng premannya belum pulang dan Alex sama sekali belum meminta kuncinya, bahkan aku tidak tahu apakah dia akan datang dalam waktu nano detik berikutnya atau tidak sama sekali.

            Yeah, mungkin Laura berhasil menghubunginya dan Alex tidak akan datang.

            Kuraih ponselku lagi dan menghempaskan diri di ranjang. Gemuruh petir terdengar dari luar sana dan langsung kuasumsikan bahwa sebentar lagi hujan dan hujan akan menghambat perjalanan Laura sehingga mungkin dia tidak akan kembali sebelum tengah malam.

            Oke, tidak masalah aku sendirian.

            Aku mulai memfokuskan diri lagi pada ponselku dan mengirim pesan singkat kepada Alex Jackson.

            Skype for 5 minutes?

            Dua detik kemudian, ponselku berdering dan aku tidak bisa menahan senyumku ketika mendapati pesan tersebut dari Alex.

            Sure babe;)

            Dengan cepat, aku bangkit dan mengambil laptopku, kemudian menyalakannya— yang langsung terdapat satu panggilan skype dari Alex begitu tampilan layarnya muncul menunjukkan dekstop ala Adventure Time.

            “Alex?” Sapaku girang. Oke, ditengah kebosanan hal kecil bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan.

            Wajah Alex muncul diujung sana. “Boom! Hai Lena.” Dia tertawa renyah. Alex mengenakan kaus kuning bertuliskan namaku, kaus pasangan yang pernah kami beli ketika wisata ke festival di Beach City. Dibelakangnya, langit gelap juga sama menghiasi figur di balik jendela tersebut.

            “Disana mendung?” Tanyaku mendekat.

            Alex ikut menoleh ke jendela di belakangnya, kemudian kembali menatapku. “Bahkan sudah hujan.”

            “Hebat.”

            “Bagaimana disana?”

            Aku mendongak menatap jendela. Titik-titik air tampak menghiasi jendelaku juga. “Kurasa sama.”

            “Hebat.” Komentarnya meniruku, dan aku tertawa.

            “Jadi, apa kabar?” Tanyanya lagi.

            Apa kabar? Oke tidak begitu baik. Memergoki teman sekamarku melakukan seks panas, mendapat detensi di hari pertama, diancam tidak lulus di kelas favoritku, mengetahui bahwa teman-teman sekitarku adalah anak geng dan sekarang.. menunggu cowok paling berbahaya se-CAU datang untuk meminta kunci mobilnya kembali, seperti belum cukup saja masalahku dengannya siang ini. Aku menghela nafas. “Tidak begitu baik.”

{Heart String}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang