Seorang gadis tergeletak di sebuah lorong sepi dan gelap. Udara dingin musim salju dapat membunuh gadis itu kapan saja karena hanya pakaian tipis yang membalut tubuhnya. Ia menggigil kedinginan, sembari menahan sakit pada luka di tubuhnya. Sudut bibirnya membiru dan berdarah, pun sama pada lengan dan kakinya. Rasa sakit juga ia rasakan pada perutnya. Lebam. Ia tahu kenyataannya mungkin seperti itu.
Mengerahkan seluruh sisa tenaganya, gadis itu mencoba mendudukkan dirinya. Ia menyandarkan tubuhnya pada dinding bangunan yang terlihat kotor. Napasnya berhembus perlahan dan kencang, menahan sakit pada tubuhnya. Remuk redam sudah, dan kini ia hanya bisa menangis tanpa suara.
Menjalani hidup baginya adalah sebuah takdir, tentu saja. Sekalipun hidupnya harus terus-menerus seperti itu, ia pasrah. Toh kini ia hidup sendirian, tidak punya siapa-siapa lagi. Menjadi gelandangan yang diburu utang-piutang adalah kehidupan sehari-hari gadis itu. Malang, malam ini ia tertangkap oleh rentenir yang mengejarnya sejak sebulan lalu. Tubuhnya dipukuli, dan uang terakhir yang ia milikki pun dirampas.
Gadis itu masih menangis, meratapi nasibnya yang benar-benar menyedihkan. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Tubuhnya mulai mati rasa karena luka-lukanya mengering akibat suhu dingin. Mata gadis itu terpejam perlahan-lahan. Berdoa ia dalam hati, semoga saja semuanya berlalu dengan cepat, dan ia masih bisa melihat mentari besok pagi.
***
"Kau tidak ingin ke kantor dulu?"
Pria yang duduk di kursi penumpang itu menggelengkan kepalanya pelan, "Aku lelah."
"Baiklah. Aku akan mengantarmu ke apartemen," jawab si pengemudi. Pria berwajah tirus itu mulai memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi membelah jalan kota London yang bersalju. Dalam waktu sepuluh menit, akhirnya mobil tersebut berhenti pada sebuah lahan parkir luas sebuah apartemen.
"Kita sudah sampai. Kau bisa lanjutkan tidurmu di dalam," kata si pengemudi menolehkan kepalanya ke belakang, menatap sosok di belakangnya yang baru saja membuka mata. Pria itu menghela nafas berat ketika ia melihat keadaan sekitarnya bahwa ia sudah sampai di apartemennya.
"Taehyung?" panggil pria itu lagi.
"Ya, ya." Pria bernama Taehyung itu kemudian membuka pintu mobilnya. Dingin langsung menyergapnya begitu saja padahal Taehyung sudah mengenakan pakaian yang tebal.
"Aku akan menjemputmu besok," kata pria itu.
"Eoh. Terima kasih, Jin," kata Taehyung.
"Aku permisi." Seokjin kembali memacu mobilnya untuk pulang ke apartemennya sendiri. Seperginya Seokjin, Taehyung tidak langsung masuk ke dalam apartemennya, melainkan berjalan ke arah lainnya. Tujuan utama pria itu adalah sebuah klub yang ada tidak jauh dari sana. Taehyung merasa ia butuh beberapa teguk alkohol sebelum tidur dan persediaan alkohol di apartemennya sudah habis. Ia harus minta Seokjin untuk membelinya. Untuk menuju ke klub tersebut, ia harus melewati beberapa gedung apartemen bertingkat tinggi di kota London. Beberapa lorong yang menjadi sela-sela antar gedung pun terlihat gelap dan juga menyeramkan.
Saat melewati sebuah lorong yang gelap, langkah Taehyung terhenti sejenak. Ia memang tak melihat dengan langsung, tapi dari ujung matanya, Taehyung melihat seseorang sedang terduduk di sana. Dengan berani, Taehyung pun menolehkan kepalanya, dan terkejut ketika ia menyadari itu adalah seorang perempuan. Memeriksa keadaan sekitarnya sejenak, Taehyung pun mendekati gadis itu. Samar-samar lampu jalan masih bisa menunjukkan bagaimana keadaan gadis itu. Dan yang membuat Taehyung semakin tertegun adalah, wajah asia sang gadis.
"Hei, hei! Kau tak apa?!" seru Taehyung tertahan. Pria itu mencoba mengguncang tubuh dingin gadis itu.
"Hei, bangun! Apa yang terjadi padamu?!" tanya pria itu lagi. Perlahan namun pasti, gadis itu membuka matanya dengan sayu.
"T...to...long...," kata gadis itu dengan suara yang serak, dalam bahasa Korea.
"Di mana tempat tinggalmu?" tanya Taehyung. Gadis itu tidak menjawab lagi, kemudian tak sadarkan diri. Tanpa banyak bicara, Taehyung pun segera melepaskan pakaian tebal yang ia kenakan untuk menutupi tubuh sang gadis, kemudian menggendongnya bridal. Saat keluar dari lorong tersebut, langkah pria itu kembali terhenti ketika ia melihat empat orang pria bertubuh besar dan berpakaian serba hitam sedang berdiri menghadang dirinya. Taehyung nampak tak gentar. Mata pria itu malah menatap tajam keempat orang itu dengan spekulasi berputar di kepalanya.
"So ... you know her?" tanya salah satu dari mereka, yang berdiri paling depan. (Jadi, kau mengenalnya?)
"What you've done to her?" tanya Taehyung dingin. (Apa yang telah kau lakukan padanya?)
Pria berwajah kaukasia itu tersenyum sinis, "Mengambil apa yang menjadi hak kami. Dan kurasa, kau juga bertanggung jawab atas gadis itu."
Taehyung mendengkus, "Minggir."
Ketika Taehyung melangkah, seorang pria menghadang langkahnya, mencoba mengintimidasi Taehyung.
"What do you want?" tanya Taehyung (Apa yang kau inginkan?)
"Money," jawab pria besar itu. (Uang.)
Taehyung menghela nafas kemudian memundurkan langkahnya. Keempat pria itu was-was dengan apa yang ingin Taehyung lakukan. Namun, yang terjadi pria itu meletakkan tubuh gadis itu untuk bersandar pada tiang lampu yang ada di sana, kemudian kembali menghadapi keempat orang yang ada di hadapannya.
"Jika itu yang kau inginkan, maka hadapi aku terlebih dulu," jawab Taehyung dengan tatapan tajam.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow in Hallstatt ✔️
Romance[SPIN-OFF OF "SILENCE LOVE"] Dia pria aneh yang misterius. Terkadang ia banyak bicara, terkadang ia diam seribu bahasa. Ia kelam bagaikan malam. Ia dingin bagaikan salju. Tidak bisa dengan mudah kuterka dirinya. Sosok pria yang bisa tersenyum lalu...