2. Hidup yang Baru

239 35 11
                                    

[Yoohan's Eyes]

Jika ada manusia paling beruntung di dunia, mungkin aku adalah salah satunya. Setelah harta terakhir yang kumiliki habis dirampas dan aku nyaris mati karena luka dan kedinginan, aku masih diberikan kesempatan kedua untuk bertahan. Berkat pria bernama Kim Taehyung itu, akhirnya aku punya harapan untuk melanjutkan hidupku.

Sejujurnya, aku tidak mudah percaya dengan orang lain karena hidupku yang diburu terus-menerus sejak kematian kedua orang tuaku yang meninggalkan utang. Tapi saat aku melihat Taehyung, entah kenapa ada rasa percaya yang tumbuh di hatiku saat ia menyelamatkanku ... meskipun tidak sepenuhnya.

Kenapa seperti itu? Karena ... yah ... dia terlihat menyeramkan. Ada aura misterius yang terpancar darinya, sekalipun saat ia hanya diam. Seperti sekarang misalnya. Aku seperti mati kutu tidak tahu apa yang harus kulakukan, sementara Taehyung terlihat sibuk dengan laptop mahal dan kaca mata yang bertengger di pangkal hidungnya. Sempat menyesal karena aku meminta tolong padanya, karena dia seperti tidak menganggapku ada. Tapi dia memberiku pakaian dan uang sebagai gaji awal aku bekerja dengannya. Jadi, aku harus memberanikan diri untuk mengenalnya lebih jauh.

Menjadi asistennya sampai aku menemukan tempat yang tepat bagiku untuk tinggal ... sepertinya itu adalah tawaran terbaik yang pernah kuterima dalam hidupku.

Siang ini aku ikut pergi bersama Taehyung dan Seokjin, sekretarisnya. Entahlah kemana, mungkin kami akan pergi ke perusahaan yang ada di seluk beluk kota London, dilihat dari pakaian formal mereka di lapisi mantel dan jas tebal. Saat ini musim dingin dan salju turun perlahan menutupi hamparan jalan. Seokjin harus membawa mobilnya perlahan jika tidak ingin tergelincir.

"Setelah kau bekerja denganku, kau akan kembali ke Korea?" tanya Taehyung, memecah lamunanku. Aku kemudian menggeleng perlahan. "Aku tidak mau kembali ke Korea."

Pria itu menoleh ke arahku, dan hal itu membuatku cukup gugup karena tatapan tajamnya.

"Kenapa tidak mau kembali ke sana? Bukankah itu asal orang tuamu?"

"Ayah dan ibuku juga punya utang di sana. Bahkan berurusan dengan rentenir besar. Anda tahu? Cabangnya banyak dan Korea itu sempit sekali! Aku tidak bisa kembali ke sana atau aku akan mati," jelasku panjang lebar.

Kudengar pria itu menghembuskan napas perlahan. "Jadi, kau mau ke mana?"

Aku berpikir sejenak, tapi tidak tahu ingin ke mana. Hidupku memang nomaden, tapi hanya berkeliling kota London ini. Aku tidak tahu bagaimana dunia luar dan di mana aku bisa menemukan tempat untukku tinggal selanjutnya, yang tentunya lebih aman dari para rentenir itu.

"Baiklah. Kau bisa memikirkannya nanti," jawab Taehyung, "mulai hari ini, kau harus ikut denganku terus. Kadang-kadang, kau harus menggantikan tugas Seokjin sebagai sekretaris jika dia kembali ke Korea. Seokjin akan menjelaskan apa yang harus dikerjakan nanti."

Aku mengangguk mengerti. Pekerjaan seperti itu tidaklah sulit bagiku karena sebelum ini, sudah banyak pekerjaan berat yang kulakukan. Setengah jam perjalanan, akhirnya kami sampai di sebuah gedung pusat perbelanjaan. Aku hanya bisa mengekori langkah Taehyung dan Seokjin masuk ke sana, menuju ke sebuah ruang VIP. Di sana, kami disambut dengan sangat baik oleh seorang berwajah kaukasia dan bertubuh gempal, yang tidak kuketahui siapa.

"Dia Mr. Robert," celetuk Seokjin ketika Taehyung sedang berbincang dengan pria bertubuh gempal itu. Aku melirik Seokjin yang berbisik padaku. "Taehyung merupakan investor di perusahaan ini. Dia pemilik perusahaan desain dan home shopping terbesar di Korea, punya pelanggan dan cabang di mana-mana. Salah satunya di sini."

"Ah ... begitu," gumamku sembari memperhatikan sosok pria bertubuh gempal itu.

"Perkenalkan, ini Nona Choi. Atau Anda bisa panggil dia Karen. Dia adalah sekretaris keduaku setelah Jin," kata Taehyung memperkenalkan diriku kepada Mr. Robert dengan bahasa Inggris. Well, aku suka nama internasional yang Taehyung berikan padaku. Sementara Mr. Robert mulai menghampiriku. Dengan sedikit ragu aku menyodorkan tanganku dan pria itu menjabat tanganku.

Snow in Hallstatt ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang