[Yoohan's Eyes]
Musim gugur.
Tidak kusangka musim gugur akan datang dengan cepat.
Sepertinya baru beberapa waktu lalu aku mengalami kejadian menakutkan. Tapi setelah kusadari, ternyata sudah lewat beberapa bulan sejak awal musim panas lalu. Dalam waktu selama itu, aku benar-benar giat bekerja demi membayar utangku pada Taehyung, yang melunasi utang-utangku pada rentenir itu.
Ya, dia benar-benar melunasi seluruh utang yang kumiliki (lebih tepatnya peninggalan kedua orang tuaku) dalam waktu satu malam saja.
Gila.
Dia memang benar-benar gila.
Seokjin menceritakan seluruh kejadian yang sebenarnya saat aku pingsan dan baru kutahu, Taehyung bukan hanya bawa uang sebanyak sepuluh juta won di dalam koper tersebut, tapi dia juga bawa lembar cek. Saat ia dan teman-temannya berhasil melumpuhkan Jo Wosung dan antek-anteknya, pria itu mengeluarkan selembar cek uang dan menyuruh Wosung yang sudah terluka itu untuk tanda tangan bukti lunas. Setelah itu, Taehyung menyelamatkanku dan membawaku ke rumah sakit.
Ucapanku tentangnya yang gila itu memang benar terbukti saat melihatnya harus menghadapi ayahnya yang murka karena mengetahui transaksi penarikan uang sebanyak itu dari perusahaannya, dan Taehyung berbohong bahwa ia menggunakan uang itu untuk berbelanja mantel-mantel yang mahal keluaran Bluberry yang baru. Aku ingin sekali bicara jujur saat itu, tapi Seokjin cepat-cepat menahanku agar tak bicara soal kasus yang terjadi. Tuan Kim Ryu tentu akan mencincangku menjadi tujuh bagian karena telah seenaknya melibatkan Taehyung dalam masalahku yang tak berarti ini.
Hidupku yang biasa dalam pelarian kini berubah. Semua masalah yang menggunung itu lantas menghilang seperti ditelan bumi, itu semua karena Kim Taehyung.
Meski begitu, aku masih tak mengerti kenapa dia mau menyelamatkan gadis sepertiku?
Meskipun dia bilang itu tidak butuh alasan, tapi tetap saja, di zaman seperti ini hal tersebut adalah hal yang absurd dan aneh.
Aku tidak bisa mempercayai orang lain dengan mudah, tapi rasanya berbeda saat aku bicara soal Taehyung. Dia benar-benar malaikat tanpa sayap. Tapi kesan temperamental yang dikatakan Seokjin memang benar adanya. Setelah kebaikannya padaku (dengan melunasi seluruh utang sialan itu), dia jadi sering marah-marah padaku jika aku melakukan kesalahan kecil saja. Seperti sekarang misalnya...
"Bukankah sudah kubilang untuk mengingatkanku dengan jadwalku jika Seokjin tidak bisa melakukannya?!"
"Aku sudah mengingatkannya padamu kemarin, Taehyung, tapi kau mengabaikanku. Kau malah fokus pada website jalan-jalan itu," ujarku membela diri. Aku tidak bisa disalahkan terus menerus padahal pria ini juga bersalah!
"Oh, kau sudah berani membantahku?" kata Taehyung sembari menaikkan alis matanya. "Penerbangan ke Jepang batal gara-gara kau baru mengingatkanku rapat hari ini!"
"Pertama, kau ke Jepang hanya untuk liburan, jadi kau bisa mengatur jadwal keberangkatanmu lagi. Kedua, aku benar-benar sudah mengingatkanmu soal jadwal hari ini!" jawabku mulai frustasi.
Baiklah, sedikit kujelaskan sedikit perkembangan hubunganku dan atasanku satu ini. Selama tiga bulan belakangan, Taehyung selalu menyuruhku untuk memanggilnya nama saja. Maka dari itu, aku mulai terbiasa memanggil namanya. Meski begitu, aku masih menggunakan bahasa formal padanya, berbeda dengan Seokjin yang menggunakan bahasa informal.
"Ini sudah masuk bulan ketiga, dan kita bahkan belum pergi sama sekali keluar negeri untuk mencari wanita yang aku inginkan! Ayahku bisa benar-benar menjodohkanku dengan Seulgi kalau begini," kata Taehyung dengan nada bicara yang menyebalkan. Baiklah, aku juga punya kesabaran untuk melayani pria satu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow in Hallstatt ✔️
Romance[SPIN-OFF OF "SILENCE LOVE"] Dia pria aneh yang misterius. Terkadang ia banyak bicara, terkadang ia diam seribu bahasa. Ia kelam bagaikan malam. Ia dingin bagaikan salju. Tidak bisa dengan mudah kuterka dirinya. Sosok pria yang bisa tersenyum lalu...