Tiga Puluh

35 0 0
                                    

Kiara menyebar pandang ke setiap sudut ruangan yang didominasi warna orange.
Hawa aneh langsung menjalar ke setiap inci kulitnya.
Bukan sekedar hawa dingin,karena AC yang terbuka di ruangan,namun terdapat hawa lain yang lebih tepatnya bisa disebut aura.
Aura yang sangat asing bagi Kiara.

"Kiara,kamar Ryan ada di atas"

Kiara spontan menoleh ke arah Fani yang sudah dahulu menginjakkan kakinya di tangga.
Kiara mangut mangut,sebelum akhirnya mengikuti langkah Fani.

Cewek itu nekad,membuat keputusan untuk mengunjungi Ryan sepulang sekolah.
Setelah dia memastikan kebenaran ucapan Tara,Kiara seketika menerima tawaran Fani,untuk menjenguk Ryan di rumahnya.
Tanpa ada rasa takut ataupun curiga dengan Fani yang mengatakan jika Ryan tengah sakit,Kiara bahkan memaksakan diri berbohong kepada Leo.

Langkah Kiara terhenti di depan pintu.
Lagi lagi matanya menyebar ke setiap sudut ruangan.
Hingga tatapannya terhenti pada sosok yang terbaring di ranjang besar.
Tak tega melihat sosok yang disukainya terbaring lemah,seketika Kiara menghampiri sosok yang tengah tersenyum itu.

Mimik muka Kiara berubah seketika,tatkala mendapati Ryan yang beda dari biasanya.
Wajah cowok itu terlihat pucat,berhasil menumbuhkan rasa kecemasan di hati Kiara.

Kiara merutuk.Entah mengapa dirinya baru mengetahui hal ini.

"Lo udah minum obat?"

Pertanyaan yang Kiara ajukan memang terkesan aneh.Biasanya seseorang yang baru menemui orang sakit akan mengatakan "Bagaimana kabarmu?" "Apa kamu sudah merasa baikan?"dan Kiara melemparkan pertanyaan yang berbeda dari kewajaran.

Entah itu hanya spontan saja,atau karena kegugupan,yang jelas Kiara benar benar mengucapkan pertanyaan itu.

Ryan tersenyum.Senyuman yang biasanya membuat jantung Kiara tak pernah berhenti berdebar,kini hanya terlihat hambar.

" Gue cuma ngajak dia kesini.Gak maksa,eh dianya mau,yaudah tanpa izin lo gue ajak dia kesini"
Fani angkat bicara,setelah menyaksikan adegan yang mirip di film yang pernah dia tonton.Cowok itu memaklumi,karena dia tau jika yang ada di hadapannya itu adalah sepasang kekasih.
Walaupun keduanya tidak terlihat mesra di depan mata kepala Fani sendiri.

"Gue merasa baikan setelah lo bawa Kiara kesini"

Satu debaran di jantung Kiara terasa,saat bibir Ryan dengan gamblang melontarkan kalimat yang entah itu termasuk pujian atau sebaliknya.

"Lo bisa tinggalin kita berdua?"

"Gue?"
Tanya Fani meyakinkan.
Ryan hanya menjawab dengan anggukan.
Dan kemudian Fani mangut mangut,sebelum akhirnya beranjak meninggalkan kedua makhluk lawan jenis itu di dalam kamar.

Mata Kiara mengekori langkah Fani hingga cowok itu hilang di balik pintu.
Tatapannya beralih kepada Ryan yang tengah menatapnya.

Ryan menepuk nepuk sisi ranjang yang masih tersisa,mengisyaratkan kepada Kiara untuk duduk.
Kiara gamang,rasa cemas dihatinya masih mencuat.
Kali ini,bukan cemas karena keadaan Ryan,namun cemas akan dirinya sendiri.

Kiara takut,jika terjadi hal hal yang sama sekali tidak dia inginkan.
Bukan Kiara tidak percaya dengan Ryan,tapi aura aneh yang sedari tadi berhembus di sekelilingnya,seakan membayangi kejadian menakutkan.

Kiara menggelengkan kepala cepat.
Dia memutuskan untuk duduk di samping Ryan berbaring.
Hatinya yakin,jika Ryan adalah cowok baik pilihannya,dan juga pilihan Tuhan untuknya.

"Maaf gak ngabarin,gue sakitnya masih dari tadi malam kok.Sudah minum obat juga,gak usah khawatir"

Kiara hanya pasrah,saat tangan Ryan terayun membelai rambutnya.

Kei El (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang