6

4.8K 564 19
                                    



Raka menatap tidak mengerti saat Leo masuk keruangannya di jam makan siang sambil menenteng bungkusan yang saat putranya itu dengan wajah datarnya mulai mengeluarkan isi bungkusan itu barulah Raka sadari kalau ternyata beberapa potong Ayam goreng dan dua nasi serta dua minuman bersoda.

Raka mendorong kursi kerjanya kebelakang. Melonggarkan dasinya dan menghampri Leo. "Kamu ngapain?"

Leo berdiri menatapnya setelah semua makan siang mereka tersaji diatas meja didepan sofa. "Makan siang," kepala Leo mengangguk kearah makanan yang sudah siap tersaji sebelum dia melenggang santai menuju kamar mandi untuk mencuci tangannya. "Buat Leo sama Papa."

Raka masih tidak mengerti apa maksud putranya itu. Namun pada akhirnya dia mengikuti Leo dan berdiri berdampingan dengan putranya didepan wastafel. Saat Leo sibuk mencuci tangannya, Raka sedang menggulung lengan kemeja keatas sambil mengamati gerak gerik putranya itu.

Leo sudah besar dimatanya. Dia terlihat lebih dewasa dari sebelumnya. Semakin besar Leo semakin terlihat mirip dengannya. Kecuali satu hal, sikap dingin dan datarnya itu. Jujur saja, ini pertama kalinya Leo datang kekantornya, menemuinya seorang diri. Biasanya dia hanya menelepon jika membutuhkan sesuatu dari Raka. Atau menemuinya bersama Andi. Tapi hari ini dia bahkan membawa makan siang favoritnya kekantor untuk dimakan bersama dengan Raka.

Mau tidak mau bibir Raka membentuk senyuman tipisnya saat Leo berlalu meninggalkannya sendirian di wastafel.

Hubungan mereka memang baik-baik saja pasca perceraian itu. Tapi Raka menyadari jarak yang sengaja Leo bentang diantara mereka. Leo masih mau memanggilnya Papa, mau bicara dengannya, mau bepergian dengannya. Tapi Leo tidak pernah bersikap senormalnya anak pada Ayahnya. Dia sangat membatasi dirinya untuk berinteraksi dengan Raka. Dan itu yang sering membuat Raka tidak pernah bisa memaafkan dirinya.

Saat dia sudah duduk berdampingan dengan Leo di sofa, menatap kearah meja, Raka meringis samar. Apa lagi disampingnya Leo terlihat lahap menikmati makanan fast food yang sama sekali tidak sehat untuk dikonsumsi itu. Raka jelas tahu dari mana Leo belajar menggilai makanan yang sering Raka hindari ini.

Namun pada akhirnya Raka mengambil satu potong ayam dan mulai memakannya. "Jangan dibiasain makan makanan kaya gini." Tegurnya.

"Tapi enak."

"Nggak sehat."

"Leo suka."

Raka berdecak. Tapi Leo sama sekali tidak bereaksi dan terus makan dengan lahap. Sejenak Raka mengamati putranya dalam diam sampai memutuskan bertanya. "Kamu datang kesini pasti ada tujuannya kan?"

Kunyahan Leo berhenti sejenak. Namun tanpa mau menatap Papanya, dia kembali melanjutkan kegiatan makannya. "Abis makan Leo bicarain."

Raka menggelengkan kepala. Kembali mengingat-ingat dirinya dimasa lalu. Dia memang lumayan dingin pada orang-orang disekitarnya tapi tidak secuek Leo. Raka masih senang bercanda. Tidak seperti Leo yang terkadang sama sekali tidak tertawa saat orang disekitarnya sedang melempar lelucon.

Mala...

Siapa lagi yang mengajari sikap cuek luar biasa itu pada Leo kalau bukan Bundanya sendiri.

Raka menggelengkan kepalanya pelan.

***

Selesai makan. Raka mengambil alih pekerjaan yang tadinya ingin Leo lakukan. Membersihkan bungkus makanan mereka dan membuangnya ketempat sampah. Lalu mereka duduk saling berhadapan dan menatap satu sama lain.

The Chosen (Sebagian Part Sudah Di Hapus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang