Prolog

11.4K 707 35
                                    


Langit mendung kelabu seolah sedang memayungi isak tangis beberapa orang yang kini tengah berada disebuah pemakaman. Dari tempatnya berdiri, Mala melihat kerumunan orang berpakaian hitam sedang mengelilingi sebuah gundukan tanah dengan sebuah foto diatasnya.

Sejak Leo memberitahunya mengenai berita duka itu, Mala tidak mengerti apa yang sedang dia rasakan. Dia hanya bisa memeluk Leo yang menangis pilu dengan tatapan kosongnya. Pikirannya seolah kosong begitu berita kematian itu dia dengar. Dan semua ketenangan yang dia bangun selama ini mendadak terusik.

Mala sempat memertahankan egonya untuk tidak menginjakkan kaki kerumah duka. Dia hanya menitipkan Leo pada Haris dan Haruka yang juga langsung datang kerumah itu begitu mendengar kabar. Namun, egonya perlahan terkikis ketika Leo mengiriminya pesan tentang bagaimana Andi sangat membutuhkannya saat ini.

Dan disanalah dia sekarang. Datang dengan keterlambatannya yang disengaja. Saat tubuh kaku wanita yang sempat hadir dan menorehkan sejarah dihidupnya yang penuh luka telah tertimbun tanah seutuhnya. Dengan hanya memakai jeans dan kemeja berwarna hitam, Mala hanya bisa memandangi kerumunan itu dari kejauhan.

Namun saat satu persatu orang-orang mulai pergi, Mala bisa melihat satu objek yang membuat hatinya terasa perih dan mampu membawa langkahnya mendekat kesana. Semakin dia mendekati objek itu maka semakin jelas pula dia mendengar isakan pilu Andi yang berada dalam pelukan Leo.

"Mama..."

Isakan lirih yang memilukan itu membuat Mala menggigit bibirnya demi menyalurkan rasa kebas yang mulai menggerogoti hatinya.

"Andi," panggil Mala lembut. Membuat pelukan kedua saudara itu mengendur dan menatap Mala sepenuhnya.

Mala tersenyum kecil namun saat Andi menyerbunya dengan pelukan erat dan menangis terisak dipelukannya, rasa kebas yang Mala rasakan berubah menjadi rasa pilu yang menyendu. Dia mendekap Andi dalam pelukannya, mengusap kepala remaja itu penuh sayang.

"Mama udah nggak ada, Bunda... Mama tinggalin Andi." Lirih Andi padanya.

Menahan ringisan perihnya, Mala hanya terus mengusap kepala Andi.

"Andi sendirian... nggak punya Mama lagi..."

"Hei, kan masih ada Bunda. Andi gak sendirian, sayang..."

Mala terus memeluk Andi, mengucapkan kalimat menenangkan pada remaja itu. Namun sesuatu yang terus mengusiknya membuat kedua matanya tidak bisa mengalihkan objek pandangnya. Disana, di dalam jarak pandangnya, dia terus mengamati Raka yang berdiri lesu didepan makam Amel. Menatap gundukan tanah itu dengan tatapan kosong yang tidak berekspresi. Tidak ada air mata diwajahnya yang lusuh. Namun satu hal yang Mala sadari, wajah itu seakan telah kehilangan kebahagiaannya.

The Chosen (Sebagian Part Sudah Di Hapus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang