10

4.7K 492 20
                                    

"Pacarnya siapa sih ini luar biasa banget..." Adrian menciumi seluruh wajah Mala setelah Mala selesai menceritakan kejadian menyebalkan dikantor kepala sekolah Leo. Mala pikir Adrian akan bersikap seperti Raka yang tidak setuju dengan sikapnya. Tapi nyatanya kekasihnya ini malah terlihat kagum dengan apa yang dia ceritakan.

Mala terkikik geli selama Adrian terus menghujani wajahnya dengan kecupan-kecupan kecil.

"Ya ampun ini love bird dimana-mana menebar cinta mulu tapi nggak kawin-kawin. Heran gue."

Adrian langsung melirik sadis adik bungsunya, Yudha, yang sore ini berkunjung keapartementnya. Menurutnya, menemui kakaknya lebih sulit dibandingkan menemui Presiden. Sudah satu bulan ini Adrian ada di Jakarta tapi kalau Yudha tidak mendatangi apartementnya, maka mereka pasti belum juga bertemu.

"Jangan ganggu kakak lo yang lagi mesra-mesraan bisa, nggak?" rutuk Adrian. "Lagian ngapain sih lo kesini? Duit jajan lo abis? Ntar gue kirimin. Balik sana kerumah."

Mala tertawa geli mendengar Adrian mengusir adiknya sendiri yang kini seolah-olah memasang wajah terluka. Mala sudah lama mengenal Yudha. Bahkan yang membuat mereka bisa seperti ini adalah Yudha. Dia itu ibaratnya mak comblang bagi mereka.

"Dia kangen kamu tuh." Ujar Mala pada Adrian.

Adrian menatap adiknya sangsi. "Lo kangen gue?"

"Kagak. Najis gue kangen sama monyet kaya lo." Ketus Yudha kesal.

Mala menggelengkan kepalanya lucu sambil mengusap janggut-janggut tipis dirahang Adrian. "Umur kamu berapa? Udah kepala tiga, kan? Nggak pantes banget nyolot-nyolotan gitu. Kalau Yudha sih masih pantes, umurnya masih dua lima. Leo juga nggak pernah senyolot kamu loh."

"Nanti aku ajarin anak kita gimana caranya bisa kelihatan sekeren aku walaupun lagi nyolot kaya tadi, ya sayang." Jawab Adrian kalem dan membuat telapak tangan Mala yang tadinya mengelus lembut menjadi mendorong kasar pipi Adrian sampai wajah lelaki itu berpaling darinya.

Adrian terkekeh pelan. "Aku salah? Kan kalau kita menikah Leo jadi anak aku juga. Berarti anak kita. Ya kan, Yudh?"

Yudha mengacungkan dua jempolnya dengan semangat. "Udah deh mbak, terima aja sih lamaran kakak gue. Tititnya udah lumutan tuh nungguin sarang yang mau jadi rumahnya."

Bugh.

Sebuah bantal sofa bersarang diwajah Yudha sampai lelaki yang sedang duduk nyaman diseberang sofa terpental kebelakang. "Sembarangan aja kalau ngomong!" omel Adrian.

"Sakit, gila! Duh, muka ganteng gue..."

Adrian melengos malas mendengar rengekan Yudha yang sama sekali tidak membuatnya iba. Dia malah kini menatap Mala yang duduk disampingnya dan dalam kekuasaannya. Sejak tadi dia sama sekali tidak melepaskan lengannya yang terus membungkus tubuh Mala agar tidak beranjak jauh darinya.

"Tapi sayang, sekeren apapun kamu tadi, kalau bisa jangan dibiasain. Sebenarnya aku males sih bilang ini, tapi untungnya ada mantan suami kamu disana yang bisa nolong kamu kalau laki-laki itu mau berbuat kasar sama kamu. Kalau nggak ada dia atau aku, gimana?" kini Adrian yang menyebalkan sudah berubah menjadi Adrian yang berbicara penuh kelembutan seperti tatapannya yang tertuju pada kekasihnya.

"Gimanapun kamu ini perempuan, sayang. Laki-laki kalau udah emosi bisa ngelakuin apa aja."

"Termasuk kamu?"

"Iyalah."

"Kalau aku dikasarin memangnya kamu nggak emosi?"

"Emosilah. Nggak ada yang boleh kasarin kamu."

"Kamu bakal lakuin apa keorang itu?"

"Aku hajar sampai babak belur. Kalau bisa sampai gak bisa gerak lagi itu orang."

The Chosen (Sebagian Part Sudah Di Hapus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang