Part 29

3.4K 25 0
                                    

Dia mendengar sesuatu. Tapi tak tahu apakah pendengarannya benar atau tidak. Dia melangkahkan kakinya ke lantai atas rumah yang terlalu sepi itu. Lebih memilih untuk memastikan secara langsung apa yang baru saja di dengarnya daripada membiarkan hal itu begitu saja. Di bukanya pintu kamar yang telah terlalu sering dia masuki. Dan dia kaget saat melihat apa yang ada di hadapannya.

"Kakak! Kakak mau kemana?" tanyanya pada lelaki yang sekarang tengah beringsut di lantai.

Lelaki itu tidak menjawab pertanyaan gadis yang saat ini tengah memandang khawatir di sebelahnya. Tangannya hanya menunjuk ke depan.

"Kak, kalau masih lemes, panggil aku atau siapa kek gitu.. Keadaan kakak kan masih belum pulih.."

"Tapi aku Cuma mau ke kamar mandi dan jaraknya deket. Nggak ada tiga meter juga udah sampe. Lagian aku bisa sendiri ke sana. Pasti bisa."

"Yakin? Lalu sekarang kenapa kakak masih ada di sini? Kenapa kakak nggak pergi ke kamar mandi aja dari tadi? Itu tandanya kakak masih belum bisa ke sana sendiri.. Jangan terlalu memaksakan diri deh, kak.." kata gadis itu sedikit kesal. Lelaki yang ada di hadapannya menatap gadis itu dengan sorot yang tak terbaca.

"Kamu lebih baik pulang sekarang." Katanya pelan.

"Pulang? Kakak lupa kalau aku akan nginep di sini nemenin kakak?"

"Aku nggak lupa. Tapi aku rasa kamu udah cape ngurusin aku dari tadi."

"Kak-"

"Nita.. Kamu pulang sekarang. Aku nggak mau jadi beban kamu terus." Katanya sambil mencoba bangkit. Dia berjalan pelan dengan sedikit terhuyung ke arah pintu kamarnya dan membukanya lebar- lebar. Seakan mempersilahkan Nita untuk keluar dari sana. Nita yang melihat hal itu hanya bisa menatap Billy tak percaya.

"Kak, kakak nggak pernah jadi beban buat aku.. Aku.. Aku minta maaf kalau ada kata- kata aku yang salah.. Kakak jangan marah.." Billy tak menjawab, membuang napas panjang. Hanya berjalan perlahan menuju Nita. Mencengkram lembut kedua bahu Nita. Memintanya untuk berdiri.

Kemudian menenggelamkan Nita dalam pelukannya.

"Aku nggak marah.."

"Terus kenapa kakak minta aku buat pulang?" katanya sambil mendongakkan kepalanya. Menatap lekat- lekat ke cerminan hati milik Billy.

"Aku nggak mau kamu kecapean dan akhirnya sakit gara- gara ngurusin aku yang lagi sakit. Masa dua- duanya sakit." Katanya lembut.

"Kalau gitu bagus dong.." Billy mengangkat sebelah alisnya. Sedikit bingung pada perkataan Nita tadi. Sejak kapan sakit dibilang sesuatu yang bagus?

"Itu tandanya kita sehati.. Sampe sakit aja bareng.. Hahaha.."

"Dih, sejak kapan sakit bareng dibilang sehati? Kamu ngarang aja nih.." kata Billy sambil menjawil kecil hidung Nita.

"Sejak aku bilang begitu.."

"Iya aja deh.. Pulang sana.. Takut kemaleman.."

"Nggak mau.."

"Kenapa? Nggak ada yang nganterin? Kan ada pak Pono.." Nita menggeleng menjawabnya. Masih dalam pelukan Billy yang membuatnya nyaman dan tak menyisakan jarak yang berarti pada tubuh mereka berdua.

"Terus?"

"Aku sendirian di rumah.. Mama sama Papa lagi nginep di rumah Opa.."

"Jadi aku nginep di sini aja ya.." - "Kamu nginep di sini aja." kata mereka berbarengan.

"Ahihihi.. Kita ngomongnya barengan.. Kita emang sehati, kak.." kata Nita sambil meletakkan kepalanya di dada Billy. Balas memeluk tubuh Billy.

"Iya iya, kita sehati.. Yaudah, tidur sana.." katanya sambil melepaskan pelukannya.

Love the Ice (Sekuel Music in Our Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang