BAB 6

4.2K 290 5
                                    

Damian terbangun saat pintu apartemen diketuk dari luar, melirik ke arah jam yang bertengger di meja. Jarumnya menunjukan jam 7 pagi, bergerak dengan malas menuju pintu. Saat mengintip melalui interkom tidak ada siapapun di sana, merasa penasaran akhirnya ia membuka pintu. Melihat ke ujung lorong hanya ada seorang pria yang mengenakan topi yang baru saja masuk ke dalam lift.

Saat Damian berniat menutup pintu, tanpa sengaja matanya melihat sebuah kotak dibungkus kertas warna coklat. Setelah menimbang segala sesuatu, akhirnya Damian membawa kotak tersebut masuk dan memeriksa isinya. Dia sudah memperkirakan kotak itu tidak berisi barang yang berbahaya, saat diangkat tadi terasa sangat ringan seperti tidak berisi apapun.

Merobek kertas pembungkusnya, ia melihat sebuah kardus sebagai lapisan dalam, jantung Damian hampir menerjang keluar saat melihat kertas putih berlumuran darah yang dijadikan tinta untuk menulis.

Lepaskan pria kecil yang kalian tahan di ruang bawah tanah itu, dan serahkan gadis itu kepada kami. Kalian tidak akan bisa menjaganya jika kami sudah berbuat di luar batas. Bersiaplah untuk melihat darah jika kalian bersikeras ingin melihatnya.

Damian melompat mundur menuju kamar Chaterin, ia tidak butuh untuk menemui Spencer, terlebih pria itu sudah berangkat saat pukul 4 dini hari tadi. "Chate! Sialan dimana kau?!" Damian berang saat tidak mendapati gadis itu di manapun.

Seluruh ruangan tidak luput dari pengawasannya, tapi tetap saja Chaterin masih tidak terlihat. Damian meraih telefon miliknya dengan gusar, menghubungi Spencer dan berharap pria itu mengetahui dimana Chaterin berada.

"Apa Chaterin bersamamu?"

"Tentu saja tidak! Kau yang menjaga rumah dan seluruh isinya, bagaimana mungkin kau menjadi idiot dan menanyakan hal seperti itu padaku?" Spencer tampak gusar, ia merasa terkejut karena Damian membentaknya.

"Maaf, tapi Chaterin tidak ada di kamarnya dan aku baru saja menerima surat ancaman berlumuran darah."

"Brengsek! Apa isi suratnya? Apa mereka mengetahui anak buahnya berada dalam pengawasan kita?"

"Ya, dan mereka mengancam akan membuat kita melihat darah. Brengsek aku tidak dapat berpikir ke mana gadis itu pergi."

"Apa kau sudah melacak keberadaannya? Bagaimana dengan ponselnya? Apa Chaterin membawanya?"

Damian seperti dikembalikan ke alam nyata, rasa panik telah sukses meruntuhkan tingkat kewaspadaannya. Ia mencari ponsel milik Chaterin dan tidak menemukannya di manapun.

"Aku rasa dia membawanya, aku akan menghubungimu nanti bila sudah ada perkembangan." Damian menutup perbincangan, dia mencari keberadaan Chaterin lewat GPS yang sudah dipasang di telefon genggamnya. "Shit! Gadis nakal tertangkap kau," Damian berlari untuk menuju parkiran, sinyal ponsel Chaterin menunjukan gadis itu berada beberapa blok dari tempatnya berada.

Membanting pintu saat mencapai kemudi, kemudian ia berkendara dan mengikuti petunjuk yang tertera di layar. Berbelok melewati area joging, berputar hingga ke sisi lain, tapi tanda-tanda keberadaan Chaterin masih belum terlihat, saat Damian berniat untuk turun dan mencari langsung, matanya menangkap sosok yang ia kenal tengah berjalan masuk ke dalam cafe, tampaknya gadis itu akan membeli kopi.

Damian memutar Rover untuk mencapai Cafe tersebut. Menunggu dengan gusar di dalam mobil sambil sesekali matanya mengawasi sekitar, melihat untuk memastikan bahwa tidak ada tanda yang mencurigakan. Setelah melihat Chaterin muncul di depan pintu, Damian melompat turun dan menarik gadis itu untuk masuk ke dalam mobilnya.

"Apa yang kau lakukan? Ini kedua kalinya kau menarikku seperti sapi!" Protes Chaterin, dia tidak terima saat Damian menyeret dan memaksanya untuk masuk ke dalam mobil. "Damian apa maumu? Kau mengacaukan jadwal pagi hari libur yang sudah kurencanakan."

Surrender To Destiny [Surrender Series #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang