BAB 21

4.2K 244 1
                                    

Happy reading, nyicip update sedikit-sedikit. Buat yang mau baca full story udah bisa didownload ebooknya di playstore atau kalau mau beli buku Surrender Series ini kalau beli satu set lebih hemat juga. Dapat kisah Spencer plus kisah Devlin juga jadi 3 buku sama kisah Damian. 😊

***

Chaterin melangkah keluar dari lift dengan tergesa-gesa, setengah berlari saat keluar dari pintu rumah sakit. Dia berdiri di tepi jalan untuk menunggu taxi, sementara tangannya menarik mantel yang dia kenakan agar lebih rapat saat udara dingin semakin menusuk, dengan tidak sabar matanya melihat pada jam yang melingkar di pergelangan tangan.

Jam sudah menunjukan pukul 5 lewat sepuluh menit, saat taxi yang dia tunggu telah berhenti di depannya. Dengan cepat Chaterin membuka pintu dan melompat masuk, ketika mobil bergerak dia melihat Damian berlari keluar dari pintu utama. Mengintip melalui kaca belakang, dia melihat pria itu melarikan tangan di atas rambut dan menariknya dengan keras.

Perjalanan menuju apartemen Spencer berjalan cepat, saat pukul lima lewat 30 Chaterin telah bersiap mandi dan mengemas beberapa barang. Semua baju di apartemen Spencer telah dia masukan ke dalam koper—kecuali beberapa lingerie dan underwear—karena tasnya sudah terlalu penuh.

Dia menyisakan beberapa baju di apartemen miliknya untuk berjaga-jaga. Chaterin tidak bisa benar-benar tinggal dengan orang-orang yang telah membohonginya. Dia berencana akan ke rumah sakit setelah pulang dari berkerja, tapi sebelumnya dia harus menghubungi salah satu apartemen yang sempat disebutkan Spencer. Dia harus segera pindah, tidak perduli dengan adanya penjahat yang mungkin bisa dengan mudah menangkapnya. Saat ini yang Chaterin pikirkan hanya menjauh dari semua orang yang dia kenal. Terserah jika mereka akan khawatir atau tidak, Chaterin sudah tidak ingin peduli dengan semua itu.

Setelah selesai berkemas dan mandi, dia meraih atasan kemeja putih polos dipadu dengan rok model pensil warna hitam di atas lutut. Rambutnya diangkat naik ke atas hingga menjadi sebuah sanggul, dia mengenakan stocking warna senada dengan rok yang dipakainya.

Setelah memberi sedikit riasan pada wajah, Chaterin bergegas menuju parkiran dengan koper besar di tangannya. Dia harus ke kantor sebelum semua orang menyadari bahwa dirinya memutuskan untuk pindah.

Membuka pintu bagasi Accord hitam yang biasa dia gunakan, lalu memasukan koper ke dalam sana membutuhkan sedikit tenaga lebih. Tepat saat bagasi mobil itu ditutup, Rover hitam yang Chaterin kenal berhenti di belakangnya. Chaterin berbalik untuk memaki Damian yang telah menghalangi jalan keluar, namun belum sempat dia berkata. Pria itu menarik tubuhnya ke sudut parkiran.

"Apa yang kau lakukan?!" Bentak Chaterin saat dia mencoba untuk melepaskan diri, sial! cengkraman Damian terlalu kuat, dia yakin pergelangannya akan dihadiahi tanda lebam untuk beberapa hari.

"Kau tidak boleh pergi sendirian! Aku tidak ingin dibantah, keselamatanmu jauh lebih penting dari pada semua kenyataan dan omong kosong yang baru kau dengar!" Damian menatapnya dengan pandangan marah, dia tidak bisa melepaskan gadis itu sendirian. Tidak, jika para penjahat yang mengincar Chaterin masih berkeliaran entah di mana.

"Menjauh dariku! Aku tidak ingin melihatmu, setidaknya hingga aku siap untuk kembali bertemu denganmu," Suara Chaterin terdengar lebih tenang, namun masih menyimpan kemarahan di dalamnya.

"Baik jika itu yang kau butuhkan, aku akan memberimu waktu. Tapi tolong jangan pergi atau menjauh tanpa pengawasan," suara Damian terdengar seperti permohonan, Chaterin tidak peduli.

Jadi dia hanya mengibaskan tangan dan berjalan menuju mobil. "Cepat singkirkan mobilmu, aku akan terlambat berkerja jika kau terus membuang waktuku!" Chaterin berteriak saat menyalakan mobil, dengan enggan Damian berjalan menuju Rover. Memindahkannya ke samping, setelah leluasa Chaterin melaju keluar dari parkiran dengan kecepatan sedang.

Saat dirasa Accord yang dikendarai Chaterin telah menghilang, Damian mengeluarkan Apple dari kantung celana jeans-nya. Dia menghubungi seseorang untuk mengawasi gadis itu dari dekat, dia tidak ingin mengambil resiko yang akan menyebabkan Chaterin terluka. Karena jika hal itu benar terjadi, maka Damian akan membunuh siapapun yang dilihatnya.

Bagi Damian gadis itu adalah segalanya, sebelumnya dia tidak pernah sekalipun merasakan perasaan yang begitu kuat terhadap seseorang, kecuali.... Yah, memang pernah ada satu orang. Tapi mantan-mantannya yang lain tidak lebih dari partner bermain di atas ranjang, dan lagi, dia bukanlah pria seperti Spencer yang suka berganti wanita layaknya berganti celana dalam. Damian hanya tidur dengan beberapa wanita dan itu masih dapat dihitung dengan jari tangan.

Dia berjalan keluar dari Rover, dan bergegas menuju apartemen Spencer yang dia tempati. Hal pertama yang menjadi pemikiran Damian adalah kamar Chaterin, dia butuh memastikan bahwa semuanya masih di tempat semula. Saat berjalan masuk ke dalam kamar, semuanya tidak ada yang berubah. Perasaan Damian tidak menentu ketika melihat pintu lemari yang sedikit terbuka.

"Sial!" Damian menendang pintu lemari kayu mengkilat yang terlihat mahal itu, saat mendapati seluruh pakaian Chaterin tidak ada di sana. Bekas tendangannya meninggalkan lecet pada bagian depan lemari, Damian tidak perduli jika Spencer akan memakinya karena telah merusak barang yang ada di apartemen, pria itu—Spencer—sangat apik dan penggila kesempurnaan, bahkan Damian sempat berpikir bahwa gadis yang yang ditiduri oleh Spencer sudah mendekati angka sempurna.

"Persetan dengan semua ini!" Teriak Damian saat dia menendang pintu apartemen, saat ini dia hanya ingin melihat seluruh isi apartemen Chaterin dan memeriksa semuanya hingga tidak ada yang terlewat. Dia tidak perduli jika Spencer akan murka karena mendapati apartemennya tidak berbentuk.

Surrender To Destiny [Surrender Series #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang