BAB 11

4K 296 10
                                    

Chaterin berdiri kikuk di ruang tamu, matanya menyapu sekeliling untuk memastikan bahwa tempat yang dia datangi saat ini bukanlah tempat yang menyimpan banyak kenangan bersama James—meski hal itu hanya harapan kosong.

Permadani menawan dengan bulu tebal yang terasa lembut saat diinjak, terhampar mewah di bawah kakinya, barang-barang kristal yang dikoleksi James masih berderet di tempat semula. Memenuhi lemari kaca yang berdiri angkuh di ruang tamu, sofa marun yang dilapisi beludru selembut sutra masih di tempatnya. Tidak ada barang yang bergeser secara signifikan, setidaknya dia masih ingat dengan jelas semua tata letak apartemen mantan kekasihnya itu.

"Sayang, apa kau sudah makan sesuatu?" Chaterin mendongak untuk menatap Delilah saat wanita itu membawa dua mangkuk salad ayam Asia.

"Aku sudah sarapan," dia menolak makanan yang Delilah berikan padanya.

"Oh tidak sayang, tolong cicipi ini. Aku sudah membuatnya begitu banyak hingga cukup untuk beberapa orang lagi," Delilah memaksa.

Dengan enggan Chaterin mengulurkan tangan, menerima semangkuk penuh makanan dari Delilah. Mata Chaterin hampir melompat saat mendapati James meraih pinggang wanita itu dan membawanya agar duduk di pangkuannya.

"Aku lapar, aku ingin makan dari tanganmu langsung, Honey."

Delilah tertawa gugup dan segera memukul bahu James dengan pelan, "Kita sedang ada tamu James, kau tidak seharusnya bersikap seperti ini," Delilah mencoba untuk mengingatkan, tapi James hanya mengangkat bahu seolah tidak peduli dengan nasihat kekasihnya.

"Putrimu sudah besar, jadi aku rasa dia akan mengerti," James menatap Chaterin. Chaterin sadar akan posisinya saat ini, dia telah menganggu acara dua orang yang sedang di mabuk cinta.

"Lakukan saja apa yang ingin kalian lakukan, aku hanya dipaksa oleh Damian agar tetap tinggal untuk beberapa saat sebelum dia kembali," mendengar jawaban Chaterin yang terlihat santai, James sedikit terpana. Dia tidak menyangka bahwa gadis itu mampu menguasai diri dalam waktu singkat.

"Baiklah kalau begitu, aku akan berusaha membuatmu senang sayang." Delilah mencium bibir James kilat sebelum ia pergi menuju dapur.

"Aku rasa kau baik-baik saja Princess," James berkata di sela keheningan yang tercipta.

Chaterin berdesis dan memasukan potongan besar makanan ke dalam mulut. "Memangnya apa yang kau harapkan dariku? Aku bukan tipikal wanita yang akan memohon dan bersujud di bawah kakimu saat kau memilih pergi dengan wanita lain, terlebih saat ini kau bersama dengan Ibuku," jawab Chaterin ketus. Saat James hendak menyela, namun niat itu dia urungkan saat melihat Delilah muncul dengan satu mangkuk salad lain yang baru disiapkan.

"Apa yang sedang kalian bicarakan? Apakah aku boleh tahu?" tanya Delilah, lalu duduk di samping James, mereka terlihat seperti hewan di musim kawin yang terus saling menempel satu sama lain.

"Kami hanya sedang membahas perkerjaan, sepertinya Princess kita senang berkerja untuk lelaki pemarah itu," James membuka mulut dan menerima satu suapan dari kekasihnya—Delilah.

"Spencer adalah anak yang baik, aku rasa mereka berdua sangat cocok dan anak laki-laki itu menyayangi putriku dengan segenap hatinya," perkataan Delilah membuat Chaterin berhenti mengunyah. Meski sudah lama tapi Ibunya masih mengingat sifat Spencer dengan baik.

"Aku turut senang mendengarnya, bagaimanapun Chaterin adalah gadis yang baik dan polos. Hanya saja aku tidak ingin kepolosannya dimanfaatkan oleh lelaki brengsek yang sejak dua hari ini selalu mengekor di belakangnya."

Chaterin memutar mata, kesal atas mulut besar pria itu yang berkata sembarangan."Jaga ucapanmu James!"

"Apa aku salah jika mengkhawatirkanmu?" Mereka terlibat perbincangan, dan untuk sesaat Delilah seperti terkucil seperti tidak terlihat.

Surrender To Destiny [Surrender Series #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang