Bab 7

4.2K 292 10
                                    

Aroma pancake dan telur dadar memenuhi ruangan, Chaterin telah selesai menyiapkan sarapan untuk dua orang. Memanggil Damian untuk bergabung dengannya di meja makan, orange juice telah terisi penuh sebagai minuman pelengkap. "Baunya enak, apa kau selalu memasak sendiri saat tinggal di apartemenmu?" Damian memasukan potongan pancake ke dalam mulut.

"Ya, aku terbiasa memasak sendiri. Aku harus berhemat mengingat dalam keluargaku hanya Mom yang selama ini mencari uang," Chaterin memakan telur dadar dengan irisan bawang bombay, menggeser bacon yang sengaja dibuat sebagai pelengkap sarapan Damian.

"Terima kasih," Damian mengambil piring bacon miliknya. "Aku suka wanita yang pandai memasak," ucap Damian sambil mengedipkan sebelah mata. Membuat Chaterin tersipu dengan wajah merona, meski ia hampir menginjak usia 23 tahun. Tapi masa remaja yang ia lewati tidak bergelut dan bergelung dalam pergaulan bersama para pria.

Pria yang Chaterin kenal dalam hidupnya hanya Spencer dan James, dan sekarang Damian menempel seperti gurita. Pria itu berjanji akan menjaga dirinya hingga semuanya kembali aman dan terkendali. Di sisi lain Chaterin merasa takut; pesona Damian selalu membuatnya tidak memiliki pertahanan diri, hal itu menimbulkan kekhawatiran dalam diri Chaterin, kemungkinan hilang kendali bisa saja terjadi jika ia tidak memiliki tembok yang kuat untuk bersembunyi.

Damian telah berhasil membuat suasana hatinya yang hancur berantakan menjadi seperti mendapat cahaya. Waktu yang begitu singkat membuat Chaterin meringis dalam hati, sebelumnya ia tidak pernah berani mencium pria terlebih dulu. Tapi semalam otaknya seolah bergeser dan membuat ia berani bertindak di luar batas, mencuri ciuman dari seorang Damian Fitgerald. Entah akan seperti apa jika pria itu mengetahui hal yang tidak layak ia perbuat.

Chaterin menggeleng pada suapan terakhir, mengintip melalui bulu matanya yang panjang. Ia terkejut saat mendapati Damian tengah menatapnya, "Apa kau baik-baik saja? Aku melihatmu sedikit aneh saat sarapan pagi ini.
Berbeda dengan kemarin," Damian bertanya dengan kening mengkerut.

"Aku tidak apa-apa, hanya sedikit bosan karena tidak bisa menghabiskan waktu di Seattle. Ini sudah masuk jadwal kunjunganku untuk menginap di sana, dan aku rindu menghabiskan hari libur bersama Mom," Chaterin mengalihkan pikiran tentang Damian dan mengambil resiko pada rasa sakit saat ia mengingat kilas balik kejadian dua hari yang lalu.

"Aku mengerti, tapi aku rasa kau harus memulai hidup yang baru. Meski semua itu menyakitkan tidak akan ada gunanya jika kau berjalan mundur. Hidupmu harus kau tata tanpa harus terikat pada bayang-bayang yang memgerikan," Damian membantu Chaterin saat gadis itu membawa piring kotor dan mencucinya.

"Biar aku bantu," Damian bersikeras saat Chaterin menolak bantuannya.

"Aku merasa beruntung karena mempunyai Spencer, dan... kau juga tentunya. Setidaknya kalian berdua ada dan menjadi pengalih perhatian dari rasa sakit yang membunuhku," Chaterin memalingkan wajah, menatap Damian melalui bahunya, ia berkata tulus dan menunjukan senyum terima kasih tanpa dibuat-buat.

"Well, aku senang kau melibatkanku dalam daftar hidupmu," Damian berkata jujur.

Jauh di sudut hatinya yang paling dalam, ia merasa tengah berada di atas awan, mendengar penuturan Chaterin yang melibatkan dirinya dalam daftar orang yang dianggap, itu sudah cukup membuat hati Damian merasa bahagia. "Apa hari ini kau ada rencana? Atau hanya ingin menghabiskan waktu di rumah dengan bermalas-malasan? Aku rasa kau membutuhkan sesuatu untuk menyegarkan pikiranmu."

Chaterin mendesah berat, ia berjalan ke sofa dan menghempaskan tubuh dengan kasar. "Ya, aku rasa aku butuh tempat untuk melepaskan diri sejenak dari semua kekacauan yang tejadi. Tapi sebelum memulai itu semua, aku membutuhkan beberapa bahan masakan dan tepung. Spencer tidak memiliki satupun bahan untu membuat kue, aku tergoda karena melihat oven miliknya yang mengkilat. Dan aku bersumpah akan membuat rumahnya berubah seperti habis terjadi perang dunia kedua."

Damian terbahak, "Aku rasa kau menyimpan dendam tersendiri mengenai makanan pada Spencer, jika kau ingin membuat apartemennya menjadi tidak berbentuk dengan senang hati aku akan membantumu," Damian merasa bersemangat, ia sudah membayangkan menghabiskan waktu dengan membuat kue. Itu kedengarannya tidak buruk, siapa tahu nanti bisa bermain tepung dan membersihkan tangan yang berlumuran tepung pada salah satu bagian tubuh milik Chaterin.

'Sepertinya aku harus memeriksa otakku ke Dokter.'
Damian meringis dan mengumpat dalam hati.
Pikiran erortis menguap di atas kepalanya, memberi aura panas yang kasat mata tapi terlihat jelas. Entah dia salah lihat, tapi Damian merasa Chaterin sepertinya terus mengintip pada bagian dada.
Damian sengaja membuka kancing bagian atas kemejanya karena merasa udara di ruangan tersebut berubah panas.

"Aku akan membeli beberapa bahan makanan, aku bisa pergi sendiri. Sebaiknya kau di rumah saja, mengingat jarak super market-nya tidak terlalu jauh dari sini," Chaterin bersiap dan mengambil dompet dari kamar. Damian tidak sedikitpun berniat untuk meninggalkan Chaterin sendirian.

"Tidak, aku berada di sampingmu selama 24 jam. Aku akan ada di sana dan berbelanja bersamamu," Damian memakai jaket kulit warna hitam miliknya. Chaterin tidak sedang ingin berdebat, selama pria itu tidak membuatnya berada dalam kesulitan Chaterin masih bisa menolerir.

Sepanjang perjalanan hanya di isi dengan hal yang tidak terlalu penting. Mereka telah berada di dalam swalayan untuk membeli beberapa bahan makanan, perjalanan dari apartemen menuju tempat itu hanya memakan waktu 15 menit. Mereka berkeliling untuk mendapatkan semua bahan yang dicari.

"Aku rasa ingin membuat pai apel," Chaterin memilih beberapa apel hijau yang masih segar.
"Dan aku rasa aku hampir meneteskan air liur. Apa kau sering membuat kue dan semacamnya?" Damian berputar ke sisi lain untuk melihat buah lainnya.

"Ya, aku suka memasak dan terutama membuat roti zukini sendiri."

"Sialan Kate, apa kau serius dengan ucapanmu?" untuk beberapa waktu Damian tidak bergerak, menatap Chaterin dan ia membutuhkan jawaban yang pasti. Chaterin hanya mengedikkan bahu dan berjalan menjauh dengan troly-nya.

"Kau bisa menanyakannya langsung pada Spencer, dia selalu menghabiskan roti zukini buatanku."

"Sial! Apa roti zukini yang selama 3 bulan terakhir ada di apartemennya itu adalah buatanmu?" Damian semakin bersemangat dalam bertanya, ia melihat Chaterin mengangguk, "Sialan Chate, itu rasanya benar-benar nikmat. Spencer hanya pernah mengijinkanku makan satu lembar dari sekian banyak, kau tahu dia lebih memilih membelinya dari toko kue jika untuk diberikan padaku." Chaterin tidak tahan untuk tidak tertawa, tapi sikap Spencer membuatnya merasa senang dan bangga dalam waktu yang bersamaan. Meski pria itu sering menghabiskan roti zukini miliknya, setidaknya Spencer memakan dan menghabiskannya. "Aku akan memintamu membuatkannya untukku."

Damian menghentikan tubuhnya ketika melihat tubuh Chaterin menegang. Pandangannya tertuju pada dua orang yang tengah memilih makanan siap saji di counter seberang.

Oh, sial!

"Sebaiknya kita harus segera pergi dari sini?"
Damian membawa tubuh Chaterin menjauh ke sisi lain. Tubuh gadis itu kaku dan langkahnya tersaruk saat berjalan, hal itu membuat hati Damian menggeram; marah.

Sialan.

🦋🦋🦋

Nyicil update ya 😊

Surrender To Destiny [Surrender Series #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang