Chaterin memarkir mobilnya di tempat khusus yang diperuntukan baginya. Berjalan keluar setelah memastikan bahwa tidak ada yang salah dengan penampilan, dia tidak mengeluh saat melihat kantung mata yang semakin lebar dan hitam. Dia tidak tidur dengan baik selama dua hari terakhir, dan puncaknya malam tadi dia tidak terlelap sedikitpun.
Tersenyum dan mengangguk saat beberapa pegawai lain menyapanya, mereka mengenalnya sebagai sahabat Spencer sekaligus pegawai khusus yang menangani dokumen rahasia yang dipercayakan pada orang-orang tertentu. Ada sekitar duapuluh orang kepercayaan yang menangani tugas sama seperti yang dia kerjakan, Chaterin sudah mempelajari dokumen yang harus dia tangani.
Semua itu memang harus dirahasiakan mengingat perusahaan Spencer bergerak di bidang multi fungsi.Setiap pegawai khusus menangani satu masalah dengan pekerjaan yang digeluti di bidangnya, ada yang mengurus pembuatan gedung pencakar langit, saluran dana untuk pembuatan tekhnologi terbaru, bisnis saham di beberapa perusahaan besar, jasa pengiriman keluar negri dan masih banyak yang akan membuat sakit kepala jika disebutkan satu persatu.
Chaterin masuk ke dalam ruangannya yang dikelilingi kaca besar menghadap pemandangan kota. Meja berukuran sedang menjadi tempatnya memutar otak, komputer dan beberapa alat tulis dan dokumen tergeletak di atasnya. Di ujung sebelah kiri meja terdapat photo dirinya bersama Delilah, photo itu sengaja dia pasang untuk mengobati kerinduan pada ibunya yang selama ini tinggal berjauhan.
Ruangannya masih sama seperti tiga hari yang lalu—saat dia pergi meninggalkan kantor untuk bertemu Delilah. Tidak ada benda yang berubah dari tempatnya semula. Kejadian saat dia menangkap basah James dan ibunya kurang dari tujuh puluh jam yang lalu, tapi Chaterin merasa itu sudah sangat lama hingga rasanya sudah seperti berbulan-bulan dia menjalani semua ini.
Dia menjatuhkan tubuh di atas kursi, menyalakan komputer untuk mengecek email yang masuk, ada kurang dari 120 email yang masuk dan harus dia periksa satu persatu, Chaterin harus memeriksanya dengan cermat agar tidak terjadi kesalahan.
Tugasnya terlihat mudah hanya duduk dan memeriksa beberapa dokumen dan email. Tapi mereka tidak tahu, bahwa dia memikul beban yang berat.Jika kurang teliti atau ada sederet hal yang tidak telaten terjadi. Maka itu berpengaruh pada perusahaan Spencer dan pergerakan saham di dalamnya, Chaterin berusaha fokus dan membuang jauh semua pemikiran marah dari otak, dia harus menggunakan pikiran yang tenang untuk memeriksa semua laporan.
Setelah dua jam berkutat dengan sebagian email yang menumpuk, seseorang mengetuk pintu dan meminta masuk. Setelah dipersilahkan Sekertaris Spencer muncul. Dia membawa sebuah agenda yang sepertinya terlihat penting.
"Ya, Stacy ada apa?" Chaterin mengalihkan pandangannya dari komputer pada wanita dengan rambut pirang strawberry yang seumuran dengannya.
"Begini, Spencer memiliki janji dengan seseorang untuk membahas penggalangan dana untuk korban angin topan di Alabama. Perusahaan tidak bisa lagi untuk menundanya, mengingat kesepakatan acara itu akan diadakan akhir pekan ini," gadis itu terlihat menunggu jawaban yang akan Chaterin ucapkan.
Sementara Chaterin memijat kepalanya yang mulai terasa sakit, dia butuh Cafein atau semacamnya untuk mengusir rasa kantuk yang menyerang. "Apa orangnya sudah di sini? Dari perusahaan mana dia?" Chaterin mematikan komputer dan bersiap untuk pergi jika orang tersebut sudah di sini.
"Mr. Evans sudah menunggu di ruangan sebelah," Stacy bergeser ke samping untuk memberi jalan pada Chaterin yang telah menuju pintu. Dahinya mengernyit; dia merasa tidak asing dengan nama tersebut. Hanya saja banyak orang memiliki nama yang sama, maka Chaterin cepat-cepat merubah raut wajahnya.
"Baiklah aku ingin kau menemaniku, ini pertama kalinya aku bertemu dengan rekan bisnis Spencer secara langsung tanpa didampingi olehnya," gadis yang mengenakan rok maxi warna biru yang dipadu dengan atasan kemeja warna senada tersebut mengangguk setuju.
Saat mereka berjalan menuju ruangan sebelah, Chaterin merasa jantungnya berdetak lebih aktif dari biasanya, dia tidak bisa membiarkan rasa panik menyerangnya. "Oh Tuhan, aku sedikit gugup," Chaterin mengerang.
"Kau pasti bisa membahas dan merencanakan semuanya dengan baik, aku mendengar kau aktif saat di Universitas, jadi aku rasa akan mudah bagimu jika hanya membahas rencana penggalangan dana," Stacy meyakinkan.
Chaterin hanya dapat tersenyum lemah, dia juga berharap hal yang sama. Dia tidak ingin mengacaukan acara itu hanya karena tidak dapat menyelesaikan semua persiapan tepat waktu, sementara para korban sudah membutuhkan bantuan dari seminggu yang lalu. Chaterin yakin Spencer telah lalai hingga rekan bisnisnya harus datang sendiri ke kantor.
Setelah menarik napas dalam-dalam, Chaterin meraih gagang pintu besi yang terasa dingin di telapak tangannya. Dinding ruangan itu di kelilingi kaca buram—namun masih transparan, dan dapat melihat gerak gerik orang di dalamnya meski tidak begitu jelas. Setelah memantapkan hati, dengan menggunakan sedikit tenaga, Chaterin membuka pintu hingga terbuka lebar.
Dia mendapati laki-laki seumuran Spencer mendongak ke arahnya, beberapa detik hanya diisi dengan kebisuan. Membuat Stacy mengernyit, gadis itu mendorong sikunya pada pinggang Chaterin.
"Sir, perkenalkan ini Mrs. Kavanagh yang akan mengantikan Mr. Smith untuk rapat dengan anda."Tepat setelah Stacy menyelesaikan ucapannya, Chaterin bergumam pelan. "Oh Tuhan, dia ada di sini."
Sebuah seringai terukir dari wajah laki-laki yang tengah bersiap untuk menjabat tangan Chaterin. "Hallo manis, senang rasanya bisa kembali bertemu denganmu."
🦋🦋🦋🦋
Happy reading dan terima kasih karena sudah vote, komen, masukin cerita ini ke reading list dan sudah follow akun aku juga 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender To Destiny [Surrender Series #1]
ActionChaterin Elizabeth Kavanagh seorang gadis yang cantik, pintar dan juga banyak prestasi yang sudah dicapainya. Namun dia menutup diri dari sekitar semenjak kematian sang Ayah. Banyak pria yang berusaha untuk menarik perhatian dan mengajaknya berkenca...