Eps.7 - Tuan Putri, Malam dan Berjuta Rasi Bintang

180 48 12
                                    

"Pakai kalkulator aja kenapa sih? Ribet amat," kata Sherly begitu melihat kakaknya sedang menghitung menggunakan sepuluh jari. Sherly meletakkan segelas susu cokelat di dekat meja belajar yang sedang digunakan kakak perempuannya.

"Sherly, kita harus biasakan diri nggak pakai kalkulator. Biar nanti pas ujian semester sudah terbiasa," jawab kakak perempuan Sherly yang sedang mengerjakan tugas matematika. Lantas mengambil susu cokelat yang tadi dibawakan Sherly kemudian meminumnya.

"Trims ya susunya," ujarnya tersenyum. Sherly hanya acuh tak acuh. Tangannya mengambil sembarang majalah di nakas samping tempat tidur.

 "Kak?"

 "Hmm?" gumam kakaknya. Matanya tetap fokus melihat buku di depannya.

 "Kak Elsa, lo pasti tahu kan cowok kelas sepuluh yang namanya Elby?" tanya Sherly yang duduk di tepi kasur. Pandangan matanya menerawang. Majalah yag dibukanya terabaikan pada pangkuannya.

"Cowok sekolah kita? Gue kayaknya sedikit tahu. Emang kenapa, Sher?" Elsa, kakak kandung Sherly menjawab, pikirannya berusaha tetap konsentrasi pada soal di depannya.

"Dia emang terkenal, Kak. Terutama anak-anak kelas sepuluh." Tanpa disadarinya bibir Sherly membentuk seulas senyum. Membayangkan sosok pangeran gombal di benaknya. Mungkin ini yang dinamakan jatuh cinta yang sesungguhnya. Ketika sebuah hati tertuju pada satu hati, condong ke satu hati dan tidak berusaha mencari hati yang lain.

"Lo suka ya sama dia?" Elsa membalikkan badan menghadap langsung ke arah Sherly yang sudah tiduran di atas kasur. Wajahnya ditutupi majalah bersampul anggota Coldplay.

"Dia cukup menarik sih, Kak. Meski banyak cewek di sekeliling dia. Dan gue yakin dia bukan playboy," ujar Sherly dengan wajah masih tertutup majalah. "Gue belum pernah bertemu cowok seperti dia sebelumnya," lanjutnya seraya mengangkat majalah itu dari atas wajahnya.

"Apa menariknya dia? Gue denger-denger dia cuma seorang penggombal picisan. Tahu dari mana dia nggak playboy, Sher! Jangan menilai orang dengan dasar sok tahu."

Sherly terlihat sedang mengutak atik ponselnya. Namun telinganya tetap mendengarkan perkataan kakaknya itu.

"Sherly! Gue saranin. Lo jangan terlalu berharap lebih sama dia," lanjut Elsa.

"Emang kenapa? Gue yakin dia gombal-gombal gitu cuma buat mengekspresikan diri aja." Nada suara Sherly sedikit meninggi. "Lagian siapa yang sok tahu? Selama ini gue cari tahu tentang Elby. Dan dia sama sekali belum punya pacar. See? Dia sedang mencari yang terbaik."

"Iya gue tahu. Gue cuma takut lo bakal kecewa nantinya. Lo tahu sendiri, gue sebagai kakak lo nggak mau lo kenapa-napa."

"Kenapa-napa gimana, Kak?" Sherly menoleh ke arah Elsa. "Nggak perlu ada yg dikhawatirkan sama diri gue sendiri. Gue bisa jaga diri," tegasnya.

Elsa menelan ludah. Di saat-saat seperti ini Elsa merindukan sosok kedua orangtuanya. Ia belum mampu menjadi sosok kakak yang juga sekaligus berperan menjadi kedua orangtuanya.

"Lo nggak mau ngecewain Mamah dan Papah, kan?" kata Elsa menatap ke arah Sherly.

Sherly tak menggubris pertanyaan kakaknya barusan. Ia memilih menelungkupkan badannya di kasur sembari memasang earphone di ponselnya lalu menyumpalkannya di kedua telinganya. Memilih mendengarkan lagu-lagu favoritnya.

"Gue percaya kok lo bisa jaga diri, Sher." Elsa bangkit berdiri mengambil gelas susu yang sudah kosong lalu membawanya turun ke dapur.

Elsa dan Sherly memang kakak adik hanya tinggal bersama Mbak Murni, asisten rumah tangganya serta Pak Dibyo sopir yang jarang bertugas mengantarkan anak majikannya itu. Kedua orang tua mereka sibuk mengurus bisnis di Singapura. Pulang hanya sesekali untuk menengok kedua putrinya.

Love To Remember [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang