"Lo serius Bil jadi mau nembak cewek? Gue nggak nyangka!" kata Saddil.
"Gue udah yakin, udah mikirin ini. Gue nggak mau kalau sampai dia diambil orang." Billy akan berencana menyatakan perasaannya terhadap Rea. Hatinya sudah memilih.
"Ngomong-ngomong siapa sih ceweknya?" tanya Arsy penasaran.
"Ada dong. Gue belum mau ngasih tahu sekarang. Lagian kalau gue sama dia beneran jadian, gue bakal backstreet," ujar Billy mantap.
"Backstreet? Lo mau pencitraan ya? Santai aja kali, ketos juga manusia," timpal Elby yang sedari tadi menyimak. Mereka berempat memang sedang bermalam Minggu di kafe biasa.
"Bukan gitu, gue mah sebenernya nggak masalah soal status. Gue cuma nggak mau bikin heboh satu sekolah. Dan satu lagi, ini soal Miss Riana, kalian tahu sendiri kan beliau orangnya seperti apa?" ungkap Billy menyebut guru bahasa Inggris-nya tersebut.
"Emang kenapa masalahnya?" tanya Elby heran.
"Lo belum jadi korbannya ya? Miss Riana kan suka nyinyir sama anak didiknya yang cinlok. Gue heran apa masalahnya coba?" Arsy menjawab keheranan Elby.
"Udah banyak lah korbannya. Cuma ya beberapa masih banyak yang mempertahankan hubungan sementara sisanya kandas di tengah jalan," sambung Saddil.
"Udah ah kok kita jadi ngegosip gini. Najis," kata Billy menyadari topik yang sedang dibicarakan.
"Yee nggak usah sok deh lo Bill. Kita tuh bukan ngengosip tapi diskusi," balas Elby mengelak.
"Mana ada diskusi kayak gini?" sahut Billy.
"Udahlah. Lo sendiri gimana El, mana cewek lo?" tanya Arsy mengalihkan pembicaraan.
"Ada dong. Gue juga belum mau ngasih tahu kalian orangnya. Nanti yang ada diembat salah satu dari kalian lagi," cetus Elby.
"Segitunya. Kita nggak serendah itu lagi. Emang secantik apa orangnya?" kata Arsy tidak terima dikatain Elby.
Elby tertawa tidak menjawab pertanyaan Arsy.
◆◆◆
Rencana menonton film di bioskop akhirnya terealisasi malam Minggu ini. Gilvan bersama Elsa dan Rea berjalan beriringan menuju studio ketika ponsel Elsa berbunyi.
"Iya hallo, Sher?" kata Elsa setelah mengangkat telepon yang ternyata dari Sherly.
"Hah serius? Kapan nyampe?"
"....."
"Ya udah gue segera pulang." Elsa memutuskan sambungan. Gilvan dan Rea saling tatap heran.
"Ada apa, El?" tanya Gilvan penasaran.
"Emm Gilvan, Rea sori ya. Aku harus pulang sekarang. Mama aku sekarang lagi di rumah." Elsa menggigit bibirnya. Tadi Sherly memberitahunya bahwa mamanya sedang di rumah.
"Biar aku anter ya?" tawar Gilvan.
"Nggak usah deh, kalian nonton aja. Oh iya sori ya nanti kalian pulangnya naik taksi. Nggak apa-apa kan?"
"Emang nggak bisa nanti aja?" tanya Rea.
"Nggak bisa Re, Mama aku cuma mampir sebentar. Ya udah gue duluan ya, have fun." Elsa lalu beranjak pergi meninggalkan Rea dan Gilvan yang terbengong-bengong.
"Elsa!"
Seru Gilvan dan Rea hampir bersamaan, pandangannya mengikuti kepergian Elsa.
Sebenarnya acara nonton ini, mereka juga mengajak Mala serta Vicko. Namun berhubung film yang akan mereka tonton ber-genre action, Mala dengan sepenuh hati menolak tawaran. Sementara Vicko beralasan harus menemani adiknya karena orang tuanya sedang pergi ke luar kota. Alhasil mereka hanya menonton bertiga. Setelah mengetahui Mala dan Vicko tidak ikutan, awalnya Rea juga menolak ajakan itu dengan alasan ia takut hanya jadi kambing congek di antara mereka. Namun setelah dipastikan hal itu tidak terjadi serta paksaan Elsa, akhirnya Rea setuju. Alih-alih mereka nonton bertiga, Elsa harus pulang mendadak lantaran Mamanya sedang berada di Indonesia dan sedang mampir di rumah.
Setelah kurang lebih dua jam Gilvan dan Rea menonton, akhirnya mereka memutuskan untuk segera pulang. Namun karena tadi mereka bertiga mengendarai mobil Elsa, jadi sekarang Gilvan dan Rea berjalan di trotoar sambil menunggu taksi.
"Gue haus nih, tadi seret habis makan poopcorn," kata Rea memegangi tenggorokannya.
"Bener juga. Ya udah lo tunggu di sini sebentar ya gue mau cari minum," sahut Gilvan lalu tanpa pikir panjang, menyebrang jalan.
Rea mengangguk setuju. Menunggu di pinggir jalan yang agak sepi pejalan kaki. Rea mengeluarkan ponselnya bermaksud mengusir rasa tengsinnya ketika seorang laki-laki memakai jaket jeans berjalan mendekati Rea.
"Hai cantik! Sendirian aja?" tanya laki-laki berwajah preman itu, memandang Rea dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu tatapannya terhenti pada ponsel di tangan Rea. Dan seketika laki-laki itu mamaksa merebut ponsel dari genggaman Rea, tetapi Rea mencoba berkelit.
"Serahin cepat, kalau lo nggak mau lecet!" perintah laki-laki itu tajam. Rea berusaha mengelak.
"Woy lepasin dia!" Gilvan datang dengan membawa dua botol air mineral. Tanpa pikir panjang Gilvan melempar dua botol air mineral itu ke arah Rea yang tidak berhasil ditangkapnya.
"Siapa lo?" kata laki-laki berjaket jeans. Menatap Gilvan bengis.
"Gue pacarnya dia!" tukas Gilvan tegas.
Pria berjaket jeans itu mendekat, tangannya terkepal siap meninju muka Gilvan. Namun dengan sigap, tangan Gilvan menahan kepalan laki-laki tersebut. Gilvan meninju perutnya beberapa pukulan hingga laki-laki itu jatuh terjerembap. Sekali lagi Gilvan menendang keras tubuh sang preman bermuka bengis yang sudah terkapar di jalan.
Gilvan lantas segera menggandeng tangan Rea, berlari, lalu menghentikan sebuah angkot dan menaikinya.
"Makasih Van kalau lo nggak cepet dateng, mungkin gue udah dirampok," kata Rea terengah. Wajahnya sedikit memucat.
Gilvan mengangguk tersenyum. Baginya, Rea sudah menjadi bagian hidupnya. Sudah dianggap saudaranya.
"Soal perkataan gue tadi-"
"Nggak apa-apa kok," potong Rea memandangi wajah Gilvan.
Rea merasa hal yang baru saja terjadi merupakan suatu deja vu ketika Gilvan mengatakan tiga kata itu.
Dia, seseorang yang melontarkan kalimat yang hampir sama, namun orang yang berbeda.
Seketika pikiran Rea mengingat Elby. Merasa bayang-bayang cowok itu berada di dekatnya, Rea menggelengkan kepala.
"Lo kenapa? Pusing?" tanya Gilvan khawatir.
"Eh engga kok," jawab Rea cepat-cepat. Rea benar-benar merutuki dirinya sendiri. Mengapa sosok Elby tiba-tiba merasuki malam Rea. Ilusi. Itu hanyalah ilusi.
◆◆◆
Jangan lupa Vote, Comment & Read next part.
Terimakasih☺
Wassalam
KAMU SEDANG MEMBACA
Love To Remember [Completed] ✔
TeenfikceRea dijodohkan oleh orangtuanya dengan Gilvan, pacar dari Elsa, sahabatnya sendiri. Tentu saja mereka menolak keputusan sepihak tersebut, namun akhirnya Rea dan Gilvan memutuskan menjalani hubungan pura pura meski hanya di depan orangtua mereka. Sem...