Dari sekian banyak laki-laki yang ada, Rea tak habis pikir kenapa Gilvan-lah orang yang dimaksud mama dan papanya. Bahwa Gilvan-lah orang yang akan dijodohkan dengannya. Rea baru menyadari bahwa dunia memang selebar daun kelor. Rea tak habis pikir, bagaimana nanti masalah ini diceritakan kepada Elsa. Karena bagi Rea, sebuah pertemanan akan lebih berarti jika di dalamnya mengalir keterbukaan apabila terjadi suatu masalah.
Memikirkan hal itu, lantas membuat gejolak hati Rea tak menentu. Ia merasa hidup dalam dunia peran. Dan ia sedang memerankan karakter malang yang harus menurut apa kata orangtua.
Dan saat inilah Rea dan Gilvan berada. Di tepi jalan yang masih ramai lalu lalang kendaraan di malam hari. Mereka sedang menikmati jagung bakar. Setelah kedua orangtuanya meninggalkan mereka, Rea dan Gilvan berniat memutuskan pulang, namun karena perut mereka kosong, belum lagi kesepakatan Rea dan Gilvan tentang perjodohan ini, akhirnya mereka memutuskan berhenti sejenak dan pilihan ada di jagung bakar pinggir jalan.
"Nih pakai jaket gue aja, lo kedinginan gitu." Gilvan melepaskan jaket denim-nya dan menyerahkan untuk dipakai kepada Rea.
"Iya nih, tahu bakal ketemu sama lo, gue nggak harus pakai baju kayak gini," ucap Rea sambil memakai jaket Gilvan. Aroma parfum yang menguar sedikit membuat jantung Rea berdetak lebih kencang. Entah apa maksudnya. Mungkin karena selama ini Rea tidak pernah memakai jaket milik seorang cowok.
"Emangnya lo ngarep ketemu siapa?" Gilvan menoleh ke arah Rea yang sedang menikmati jagung bakar. "Billy si anak IPA? Si ketua OSIS?" goda Gilvan. Sesaat tawanya meledak ketika melihat Rea tiba-tiba kesusahan menelan butiran jagung bakar di mulutnya.
"Ih apaan sih lo, Van!" Sontak muka Rea sudah memanas. Mencubit pinggang Gilvan dengan keras.
"Oh ya, gimana nih soal perjodohan konyol ini?" Rea buru-buru mengalihkan pembicaraan sambil minum air putih yang disodorkan Gilvan.
"Yah mau gimana lagi? Biar gimana pun kita nggak mungkin langsung nolak gitu aja. Lo lihat sendiri tadi reaksi orangtua kita kayak apa?" sahut Gilvan dengan air muka yang masih menyunggingkan tawa.
Terdiam sesaat, Gilvan melanjutkan. "Kita jalani aja hubungan pura-pura sementara waktu. Setidaknya nggak membuat mereka kecewa sekarang. Yaah walaupun mungkin pada akhirnya juga mereka kecewa dengan semua ini," jelas Gilvan, kali ini lebih serius. Cowok itu baru saja menghabiskan sisa jagung bakarnya.
"Hubungan pura-pura? Gue takut kualat Van bohongin ortu," sergah Rea buru-buru.
"Ya terus lo maunya gimana, Re? Lagian salah mereka sendiri, ngapain coba main jodoh-jodahan tanpa sepengetahuan kita?
Rea terdiam.
"Mending kita jalani dulu apa yang mereka mau, Re! Nanti kalau sudah saatnya kita bilang yang sebenarnya bahwa kita nggak saling suka, nggak bisa satu frekuensi."
Rea menghela napas gusar. Memikirkan apa kata Gilvan barusan. Seandainya rencana itu dijalankan memang apa susahnya. Yang harus dilakukan mereka hanya menjelaskan kepada Elsa.
"Iya deh, gue ikutin apa yang 'Duta Lingkungan Sekolah' bilang barusan."
Gilvan terkekeh geli. "Gue suka sebutan itu." Gilvan tersenyum, melirik Rea yang misuh-misuh di sampingnya.
Dan malam itu, bintang-bintang di langit menjadi saksi bahwa pada akhirnya Rea dan Gilvan sepakat untuk menjalani hubungan, hanya di depan orangtua mereka tentu saja. Bukan apa-apa, Rea juga merasa apa yang dikatakan Gilvan ada benarnya, ia tidak ingin mengecawakan mama dan papanya untuk saat ini. Selebihnya biarkan waktu yang menjawab, karena mereka semua yakin bahwa cinta tak bisa dipaksakan.
◆◆◆
Bel masuk jam pelajaran pertama sudah berdering beberapa menit yang lalu. Semua murid-murid SMA Anak Indonesia sudah berada di kelas masing-masing, kecuali mereka yang terlambat atau yang tidak masuk sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love To Remember [Completed] ✔
Novela JuvenilRea dijodohkan oleh orangtuanya dengan Gilvan, pacar dari Elsa, sahabatnya sendiri. Tentu saja mereka menolak keputusan sepihak tersebut, namun akhirnya Rea dan Gilvan memutuskan menjalani hubungan pura pura meski hanya di depan orangtua mereka. Sem...