"Aku bukan ngegombal. Tapi aku jujur memuji keindahan makhluk ciptaan Tuhan yang penuh pesona sepertimu. Bukannya memuji orang sama halnya memuji yang di atas? Begitupun sebaliknya kan?"
Elby Sebastian
◆◆◆
Sky Cafe sudah di-booking Mala beberapa jam nanti. Sky Cafe sudah didekor sedemikian rupa, tidak berlebihan namun menampakkan kesan elegan. Hanya beberapa hiasan seperti balon bertuliskan Happy Birthday dan aksesoris lainnya.
Mala sudah menyiapkan kue ulang tahunnya di meja. Mereka nampak sedang menunggu kehadiran anak-anak cowok. Hujan di luar mungkin alasan yang tepat untuk anak-anak cowok datang terlambat.
Setelah sabar menunggu sambil berbincang, keempat cewek yang berada di dalam kafe serempak menoleh ke arah pintu masuk. Gilvan datang memasuki kafe dengan pakaian yang sedikit basah.
"Hai." Gilvan menyalami satu per satu di antara mereka. Ketika sampai pada Fraya, ia terkejut, "Eh ada Fraya." Fraya hanya tersenyum tipis.
"Oh ya mana cowok-cowok yang lain?" Tepat setelah Gilvan mengucapkan pertanyaan itu, ketiga cowok lain yang ditunggunya muncul dari arah pintu.
"Itu mereka," tunjuk Elsa.
Billy, Arsy dan Saddil masuk mendekati mereka sambil menertawakan entah apa.
"Hai semua!" sapa Arsy mengedarkan pandangan. Lalu tatapannya terpaku pada Fraya yang tersenyum ke arahnya.
"Eh ada lo Fray." Billy menyadari.
"Mmm sori, bukannya... Lo nggak diundang. Dia nggak ada di list undangan kan?" tanya Saddil menatap Fraya lalu beralih menatap Mala.
"Gue yang ngundang. Emang dadakan sih. Jadi lo nggak usah mojokin dia," kata Mala ketus.
"Ehem-ehem," tukas Billy berdeham, melirik Arsy di sebelahnya. Arsy menyikut Billy.
"Bro, mending lo ngaku aja sekarang, mumpung ada orangnya," ujar Saddil di sebelah kiri Arsy. Arsy mendelik ke arah Saddil.
"Kesempatan langka jangan disia-siain," lanjut Billy memanasi. Membuat semua orang bertanya heran. Kecuali ketiga cowok itu tentu saja.
"Kalian ngomong apaan sih?" tanya Rea mewakilkan rasa penasaran yang lain.
Billy memberi kode ke arah Rea. Bermaksud mereka sedang membicarakan Arsy dan Fraya. Rea seketika paham.
"Gini aja deh. Mmm Fray, lo inget nggak yang puisi dari Billy dulu?" tanya Rea. Billy memang sudah bercerita masalah puisi itu kepada Rea.
"Yang sempet lo laminating itu lho," lanjut Billy.
"Ya gue inget," sahut Fraya. Bingung dengan situasi saat ini. Kenapa tiba-tiba jadi ngomongin dia? Bukankah ini hari spesial Mala?
"Jadi puisi yang buat lo itu bukan dari Billy sebenernya. Puisi itu dari Arsy." Saddil melanjutkan.
"Hah?" Fraya mengernyit.
Sementara Gilvan, Elsa dan Mala yang tidak tahu apa-apa masalah puisi itu hanya bisa diam memperhatikan.
"Sori, puisi itu emang dari gue. Gue terlalu pengecut buat nulis nama gue sendiri. Akhirnya gue putusin buat nulis nama Billy," kata Arsy mengaku. Mukanya memerah seperti kepiting rebus.
"Asal lo tahu Fray, puisi itu bukan karangan Arsy sendiri. Dia nyalin puisi dari sastrawan Indonesia," kata Billy memastikan.
"Sapardi Djoko Darmono tepatnya," sambung Rea.
"Singkatnya si Arsy pengagum rahasia lo, Fraya," timpal Saddil.
"Cie ciee." Semua anak bersiul menggoda. Fraya ditarik Elsa ke hadapan Arsy.
"Sekarang atau nggak sama sekali." Elsa mengerling ke arah Arsy. Arsy menggaruk-garuk tengkuknya.
"Lo suka sama gue?" kata Fraya di depan Arsy.
"E-eh." Arsy tergagap. Jantungnya berdegup kencang, keringat dingin membasahi tubuhnya.
"Kalau lo suka ngomong dong di depannya langsung," ungkap Fraya membuat Arsy semakin gugup.
"Terima... terima... terima..." kata Mala bertepuk tangan, namun ekspresinya datar. Sepertinya ia tidak terima. Harusnya Mala yang menjadi peran utama kali ini bukan Fraya.
"Mala apaan sih?" bisik Rea di sampingnya, membuat Mala memanyunkan bibirnya.
"Iya gue suka sama lo," jawab Arsy akhirnya. Fraya membekap mulutnya tersenyum.
"Kira-kira lo mau nggak jadi pacarnya Arsy. Pacar pertama Fray, pertama." Saddil memanas-manasi.
"Jawabnya nanti ya, bukan di sini," sahut Fraya tersenyum menggoda. Semua anak berseru.
"Nggak asik lo Fray," kata Gilvan.
"Aduuhh yang ulang tahun gue. Yang dapat cinta orang lain," celetuk Mala ketus.
Akhirnya acara pemotongan kue dimulai. Setelah Mala selesai membagikan kue-kue itu ke semua temannya, mereka menikmati hidangan untuk sesaat dalam diam.
"Mal, lo bilang kan belum dapetin cinta. Nih di sebelah gue ada cowok jomblo," kata Billy merangkul Saddil.
"Apaan sih lo, Bil?" jawab Saddil.
"Hahaha bener tuh. Kita semua berpasangan. Cuma lo sama Saddil yang free Mal?" Gilvan menimpali sambil mengaduk minumannya.
"Helloow bukannya Fraya juga belum resmi ya? Lagian. Gue. sama dia?" kata Mala menunjuk dirinya lalu menunjuk Saddil.
"Sori sori aja ya, dia bukan tipe gue," ujar Mala melanjutkan.
"Yee siapa juga yang mau sama lo. Lo pikir lo tipe gue? Sori ya," balas Saddil tak mau kalah.
"Lagian tipe cewek gue ya yang cantik, seksi, kalau makan nggak belepotan," lanjut Saddil melirik ke arah Mala.
Mala mengambil tisu di dekatnya lalu mengusap bibirnya, sambil berkata, "Terus lo pikir gue nggak cantik gitu? Muka lo aja nggak banget."
"Stop! Biasanya nih ya kalau di ftv-ftv awalnya saling benci, ejek-ejekan nanti lama-lama jadi cinta," kata Rea menggoda Mala yang langsung cemberut.
"Najis," seru Saddil.
"Amit-amit jabang babi." Mala mengetuk-ngetuk kening dengan kepalan tangan lalu mengetuknya di meja, sampai beberapa kali.
Semuanya tergelak melihat tingkah konyol Mala dan Saddil. Kalau dipikir kadar kecocokan di antara mereka berdua tidak sampai 50%. Namun siapa tahu apa yang terjadi pada masa depan. Tuhan sudah menyiapkan pasangan masing-masing setiap insan manusia.
◆◆◆
KAMU SEDANG MEMBACA
Love To Remember [Completed] ✔
Ficção AdolescenteRea dijodohkan oleh orangtuanya dengan Gilvan, pacar dari Elsa, sahabatnya sendiri. Tentu saja mereka menolak keputusan sepihak tersebut, namun akhirnya Rea dan Gilvan memutuskan menjalani hubungan pura pura meski hanya di depan orangtua mereka. Sem...