Gara-gara kisah ini, sampai sekarang gue masih trauma naik lift sendirian. Sebenarnya bukan gue sih ngalami tapi temen gue.
Berhubung gue yang ngeliat gimana ekspresi dia waktu pertama kali menceritakan kejadian horor itu, gue jadi ikutan parno. Apalagi, kejadiannya itu di lift kampus yang biasa kami gunakan. Hiiiihhhh.... sereeeemmmm. Nih, gini ceritanya.
Saat itu Kamis. Matahari bersinar cerah, secerah hati gue. Udara pagi ini juga lumayan sejuk, bikin gue jadi tambah semangat pergi ke kampus. Dari pagi sampai siang seperti biasa, penuh canda tawa. Jam 1 siang pas nongkrong di kantin, si Ola ngeluh nggak enak badan, belum makan katanya. Gue sih nggak heran dengan kebiasaanya itu. Maklum saja di antara kami, Ola yang badannya paling subur alias gendut. Jadi dia mati-matian diet dengan cara nggak mau makan. Ujung-ujungnya bisa ditebak masuk rumah sakit.
Meski sering keluar masuk rumah sakit, si Ola nggak pernah kapok. "Beauty is pain" begitu slogannya. Tapi, tumben siang itu Ola makan kayak orang kalap, semua pesanannya dilahap habis tak tersisa.
"Itu sih sama aja bohong, percuma lo diet mati-matian, kalau ujung-ujungnya maruk makan!" ledek gue.
"Yaaahh, maklum, lagi nggak enak badan kali," Ola membela diri.
"Hahahahaha! Setahu gue tuh ya, kalau sakit justru nggak nafsu makan."
"Iya tahu gue! Tapi kan maksudnya, justru biar sakitnya nggak tambah parah, jadi harus dipaksain makan." Ola masih nggak mau kalah.
"Iya iya, ok, terserah lu deh," jawab gue nggak mau memperpanjang masalah.
"Lagian gue kan belum makan dari pagi," Ola memelas.
"Iye, nggak usah pakai nangis kenapa?" ledek gue lagi.
"Yeeee..... siapa yang nangis?" jawab Ola sambil menjulurkan lidah.
Ya begiulah kami. Kalau sudah bertemu ada saja obrolan yang dibahas. Meski kadang suka berselisih, tapi kami nggak pernah bertengkar. Dalam hitungan menit kami pun berbaikan kembali.
Waktu terus berjalan dan hari mulai sore. Langit mulai gelap. Matahari mulai menepi ke peraduan. Teman-teman yang lain kayaknya udah kehabisan bahan cerita. Semuanya diam. Entah karena kekenyangan atau emang udah nggak ada topik menarik untuk dibahas. Ditengah kebisuan, Ola buka suara.
"Wah, gue cabut dulu ya, masih ada kelas nih," ujar Ola penuh semangat.
"Ada kelas apa, lo?" tanya gue basa-basi.
"Ekonomi bisnis," jawabnya buru-buru sambil merapikan rambutnya.
"Ihhh... rajin banget sih, mau buka warung, Bu?" godaku disusul gelak tawa yang lain.
"Huuuhhhh... awas ya lo pada!" balas Ola sampai mengibaskan rambutnya.
Dia pun berlalu dari hadapan kami. Suasana kembali sepi. Satu per satu teman gue mulai meninggalkan kantin. Hanya ada beberapa orang yang tersisa, termasuk gue. Ada yang asik ngobrol, ngerjain tugas, atau mojok pacaran.
Sebenarnya, jadwal gue udah kosong, cuma males aja pulang jam segini, jalanan masih macet. Jadi mending stay dulu di kampus, siapa tahu dapat kenalan cowok ganteng. Gue menyibukkan diri dengan membuka sosial media, its kepo time! Itulah salah satu cara aman yang menurut gue sangat ampuh buat membunuh kebosanan.
Nggak terasa jarum jam di tangan sudah di angka 5. Wow! Artinya, hampir 5 jam gue nongkrong di kantin. Kayaknya ini rekor terlama gue deh. Untung ibu kantinnya baik, meski gue cuma jajan secangkir capuccino dan sepotong lemper. Lemper ibu kantin ini terkenal enaknya, ketannya yang gurih dipadu rasa daging ayam yang rasanya tak puas kalau cuma makan satu. Tapi berhubung tadi mama udah wanti-wanti untuk makan di rumah, jadi porsi perut harus dibagi-bagi. Gue nggak mau mengecewakan mama yang udah repot-repot masak. Apalagi kalau udah lihat senyum mama pas gue melahap masakannya, rasanya hati ini adem banget.
"Mama masak apa ya hari ini?" tiba-tiba gue pengen nelpon mama. Eh, baru saja mau nelpon, datang Ola dengan wajah sepucat wayat.
"Ola, kenapa lo? Sakit?" tegur gue agak panik. Nggak lucu kan kalau nih anak masuk rumah sakit lagi.
"Hiiiiiihhhhhhh! Serreeeeemmmmm!!!" jerit Ola sambil menutup wajahnya.
"Ihhhh... serem kenapa? Cerita dong!" balasku penasaran.
Ola nangis sesenggukan, gue peluk dia supaya tenang. Ibu kantin datang tergopoh-gopoh menyodorkan air minum. Setelah situasi tenang, Ola menceritakan apa yang terjadi.
Begini, kelas ekonomi bisnis itu ada di lantai 5, Ola bersama mahasiswa yang lain menggunakan lift yang ada di lobi. Nggak ada yang aneh kecuali perasaan kurang enak badannya tadi. "Bahkan merinding pun nggak," gitu katanya.
Sampai di lantai 5, suasana masih baik-baik saja. Perkuliahan berjalan lancar sampai Pak Ahmad menyudahi topik bahasan. Ola mulai membereskan buku-buku dan peralatan tulisnya, bersiap untuk pulang. Sialnya teman-teman yang lain masih ada mata kuliah di lantai yang sama. Terpaksa Ola harus turun sendirian.
To Be Continued
03 Agustus 2014, 08:45 Wib
KAMU SEDANG MEMBACA
Horor 13
HorrorKamu sedang sendiri di kamar? Sekarang lihat kolong tempat tidurmu! Aku sudah menunggu dengan wujud yang mengerikan. Nyawamu akan kurenggut. Tunggu jam 12, aku akan mendatangimu! Jangan sekali-kali tidak membunyikan klakson. Perhatikan sesuatu di se...