7. Tukang Bakso Jadi-Jadian #1 - 13 Ghost Stories

5.7K 121 4
                                    

Namaku Nana, aku hanya ingin sharing pengalaman yang menurutku horor banget. Waktu itu, aku baru masuk kuliah di salah satu universitas negeri di Yogyakarta.


Karena rumah nenek di sana, maka aku pun tinggal bersama beliau. Rumah nenek sangat besar dengan halamannya yang cukup luas. Selama ini nenek ditemani Bi Iyah, pembantunya yang setia. Mendengar kepindahanku ke sini, nenek pun senang apalagi aku cucu perempuan satu-satunya. Biasanya aku bertemu nenek setahun sekali, di saat lebaran atau liburan sekolah. Jadi bisa dibayangkan betapa bahagianya perasaan nenek saat itu.


Awalnya, aku nggak betah tinggal di sana, maklum rumah nenek berada di pinggir kota dan jauh dari keramaian. Beruntunglah aku punya nenek yang masih sehat dan aktif jadi beliaulah yang setia menematiku.


Sering pula kami pergi berdua, entah itu belanja atau hanya sekadar makan di luar. Lama-lama aku pun makin terbiasa. Hingga tak terasa sudah hampir 2 bulan aku tinggal di sana.


Oh ya, aku juga mendapatkan teman baru di kampus, namanya Heni yang kebetulan satu kelas. Nenek pun sudah mengenalnya karena Heni lumayan sering datang ke rumah.


Suatu hari, nenek mendapat kabar dari mama kalau Tante Neli yang tinggal di Surabaya telah melahirkan. Karena ingin melihat cucu barunya, nenek pun berencana pergi ke sana selama beberapa hari ini dan ditemani Bi Iyah. Aku terpaksa harus tinggal di rumah karena ada ujian tengah semester yang nggak mungkin dilewati. Sebenarnya aku nggak tenang kalau harus sendirian di rumah sebesar itu, ditambah lagi jauh dari tetangga. Terbayang-bayang betapa sepi dan seram ketika malam tiba. Ahhh! Ngebayangin itu aku jadi makin galau. Akhirnya, aku minti izin ke nenek untuk memperbolehkan Heni menginap di rumah.


"Nek, kalau Heni nginep di sini nemenin aku gimana?" kataku setengah memohon.


"Iya nggak apa-apa, nenek malah senang kalau Heni bisa nemenin kamu."


"Asyik, makasih, Nek!" balasku sambil mencium pipinya.


Malam itu kegalauanku hilang, karena besok ada Heni yang menemaniku selama nenek dan Bi Iyah pergi. Heni pun sudah mendapat izin dari orangtuanya. "Ah...betapa leganya," gumamku dalam hati sambil memeluk guling kemudian tertidur pulas.


Esok paginya sebelum berangkat ke kampus, aku mengantar nenek dan Bi Iyah ke bandara. Setelah mereka turun, aku langsung menuju kampus karena pagi itu ujian hari pertama. Di kelas, aku bertemu Heni.


"Na, sorry nanti aku nggak bisa pulang bareng kamu karena harus ketemu Pak Dodi dulu nih. Kemarin masih ada tugas yang belum kelar. Nanti aku nyusul dan langsung pulang ke rumahmu, kok. Untuk jaminannya tuh bawa aja tasku, berat soalnya penuh baju," jelas Heni panjang lebar.


"Oke, kalau gitu nanti aku pulang duluan, ya! Tapi awas kalau batal nginep, itu baju-bajunya aku bakar!" ancamku agak sedikit galak.


"Iya, pasti jadi nginepnya, tenang aja!" jawabnya santai.


Sore itu jarum jam masih menunjukkan angka 5 ketika aku tiba di rumah. Sebab, sejak siang aku belum sempat makan, cacing-cacing dalam perut mulai protes dan yang ada di pikiranku saat itu adalah bakso, aku sangat ingin memakannya. Selain cepat, biasanya kalau sore-sore gini banyak tukang bakso yang lewat. Mau masak mie instan karena malas masuk dapur dan cuci piring. Harusnya tadi sebelum pulang mampir untuk membeli makanan, tapi karena macet dan susah parkir jadi keburu bete duluan.


"Baiklah, kalau gitu aku akan setia menunggumu wahai tukang bakso," kataku sambil berlari menuju teras depan rumah.


Mataku pun menyapu pandangan sekitar, melirik sana-sini, tengok kanan-kiri dengan gelisah. Oh iya, samping rumah nenek ada kebun kosong yang ditumbuhi pohon-pohon besar tanpa penerangan, jadi kalau malam gelap. Kabarnya, kebun itu angker. Setiap yang lewat situ pasti diganggu penampakan. Ada yang pernah dilihatin pocong, kuntilanak, bahkan genderuwo. Malah ada juga yang dilempar kotoran kambing, padahal nggak ada satu pun warga yang melihara kambing. Hiiihh... kalau ingat itu bulu kudukku merinding.


"Hayoooo! Lagi ngapain nih Maghrib-Maghrib bengong sendirian?" tiba-tiba suara Heni membuyarkan pikiranku.


"Ah... kamu Hen, sampai kaget tahu! Ini loh aku lagi nungguin tukang bakso, pengen banget makan yang berkuah," jawabku memelas.


"Nah sama dong, aku juga pengen bakso nih, laper banget, tadi di kampus nggak sempet makan. Eh emang di dapur nggak ada makanan?" timpal Heni.


"Nggak ada, Bi Iyah nggak sempet masak, adanya nasi doang, tapi di kulkas ada ayam tuh, tinggal goreng aja kalau mau. Atau kamu mau mie instan?" balasku memberi pilihan.


"Ah, males, nanti pesenin bakso seporsi aja ya, nggak pake sawi. Aku mau mandi dulu nih," kata Heni menimpali.


"Ya udah sana gih, buruan loh mandinya. Tuh, baju-baju kamu udah aku taruh di kamarku."


"Siap, nyonya!" gurau Heni sambil berlalu menuju kamar.


_tbc_


9 November 2014
10:50 Wib

Horor 13Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang