Udara masih diselimuti kabut, dingin menusuk tulang. Sekali lagi , aku merapikan dandananku. Dengan memakai seragam putih abu-abu, ini aku bersiap untuk berangakat ke sekolah.
Hari ini adalah hari pertamaku sebagai murid SMA. Kata orang, masa SMA itu masa yang paling indah. Masa ketika kita menemui banyak hal baru dan menyenangkan, seperti persahabatan, berorganisasi, jatuh cinta bahkan ada yang bilang masa nakalnya anak remaja. Dengan begitu, beban pun akan semakin berat, tapi justru itulah momen-momen yang tak dapat dilupakan. Buru-buru aku menghabiskan sarapanku. Aku tak mau terlambat, aku ingin merasakan detik-detik memasuki fase penting dalam hidupku.
Aku menyambar tas yang ada di kursi makansambil berteriak memanggil papa. Karena jarak antara sekolah dan kantor papa searah, otomatis tiap pagi aku bakal pergi bareng papa. Mendengar teriakanku, papa keluar dari kamar disusul mama. Ternyata, papa sudah siap dan mobil juga sudah dinyalakan.
Setelah pamit ke mama, kami pun berangkat. Jalanan pagi itu lumayan lancar. Aku tiba di sekolah lebih awal.
"Mungkin lebih baik seperti ini, aku jadi punya waktu untuk mencari ruang kelas yang baru, syukur-syukur dapat kenalan," pikirku dalam hati.
Pertama kali memasuki gerbang sekolah, ingatanku seperti kembali ke masa penjajahan Belanda. Bangunan sekolah ini dikelilingi tembok-tembok yang berdiri kokoh. Atapnya yang tinggi menjulang membuat suasana terasa sejuk. Setiap ruangan terdapat jendela-jendela yang tinggi denganpintu-pintunya yang lebar. Sedangkan, lorong-lorong sedikit gelap tanpa lambu penerangan.
Model bangunan sekolah berbentuk huruf U dan di tengah-tengahnya terdapat sebuah lapangan yang cukup besar. Puluhan pohon asem berbaris rapi mengelilingi lapangan. Batang-batangnya yang berdiri tegak seakan memperlihatkan kekokohannya.
Konon kabarnya, bangunan ini bekas rumah sakit di masa pemerintahan Belanda. Sehingga, menurut isu yang beredar ada banyak penampakan yang bergentayangan di sini.
Ada tukang kebun yang pernah kesurupan dan langsung jatuh sakit saat menebang salah satu pohon. Tubuhnya kesurupan dan meminta meminta sesajen. Setelah permintaan izin tersebut di penuhi oleh pihak sekolah, kondisinya pun membaik. Tapi beberapa hari berikutnya, ia kesurupan kembali. Kali ini nyawanya tak tertolong.
Aku sempat berpikir mungkinkah suatu hari nanti aku mengalami hal mistis di sekolah ini? "Ah, semoga saja tidak!" buru-buru kutepis pikiranku itu.
Teettt... teettt... teettt... Terdengar bunyi bel sekolah, tanda jam pelajaran dimulai. Aku memilih bangku paling depan. Murid-murid yang baru masuk berebut mencari bangu yang masih tersisa..
"Eh di sini masih kosong, ya?" tanya cewek manis dengan rambut lurus berponi.
"Iya, kosong kok, silakan kalau mau duduk di sini," jawabku sok ramah.
"Oke, makasih. Oh ya, namanya siapa? Aku Maya," katanya malu-malu sambil menyodorkan tangan kanan memulai perkenalan.
Itulah awalperkenalanku saat mendapatkan saat mendapatkan teman baru di kelas ini. Sepertinya teman-teman di kelas ini ramah-ramah. Buktinya tak berapa lama suasana di kelas sudah mencair. Hari ini hanya dengan acara perkenalan, jadi masih belum ada pelajaran. Aku dan Maya asyik bertukar info. Ternyata rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahku. Kami pun sepakat pulang sekolah bareng.
Hari kedua sekolah. Pada jam istirahat aku meminta Maya mengantarku ke toilet. Jujur, aku belum berani pergi ke toilet sendiri. Kabarnya, toilet dekat kelas kami itu angker. Penjaga sekolah sering mengalami kejadian aneh. Ia pernah mendengar suara anak kecil menangis minta tolong. Tapi saat pintu toilet dibuka, suara itu lenyap.
Setelah aku memikirkan cerita itu, sebuah hawa dingin menyeruak. Keran air di wastafel tiba-tiba menyala sendiri. Aku dan Maya saling berpandangan dan langsung berlari keluar ketakutan.
"Hiiiiihhh! Itu tadi siapa yang nyalain kerannya, ya?" tanya Maya sambil bergidik takut.
"Iya, aneh! Padahal kan, cuma kita berdua di sana. Terus kamu tadi sempat kedinginan nggak?" tanyaku penasaran.
"Nggak tuh, dingin gimana maksudnya?" Maya balik bertanya.
"Ya dingin gitu, aku aja hampir menggigil lho."
"Nah, kata orang nih, kalau gitu artinya ada yang datang, tuh! Berarti benar dong, tadi tuh jangan-jangan ada si penunggu toilet itu! Hiiiiiihhh... Sereeeemmm!!!" jerit Maya ketakutan.
"Huuusss... Udah diem-diem aja, kalau teman-teman yang lain tahu bisa heboh, nih! Asal dia nggak ganggu kita, insya Allah kita aman,"
"Iya ya, bener! Mulai sekarang kita nggak usah ke toilet itu lagi."
Kejadian itu menjadi rahasia kecil kami berdua. Sampai suatu hari, terjadi peristiwa yang cukup menghebohkan. Ratih, anak kelas sebelah tiba-tiba berteriak histeris lalu pingsan. Rupanya ia kesurupan. Ratih pun di bopong ke ruang UKS untuk mendaoatkan perawatan.
Sementara, murid-murid yang lain melanjutkan kegiatan semula. Tak lama berselang, satu per satu murid siswi di kelas Ratih berteriak-teriak dan jatuh pingsan. Hingga UKS tak dapat menampung mereka karena total korbannya berjumlah 20 orang. Beberapa korban ada yang diletakkan di musola, koridor kelas bahkan ada yang ditaruh di lapangan. Kepala sekolah pun mengumumkan agar murid-murid yang lain segera pulang, khususnya murid perempuan. Aku dan Maya sempat panik.
Kami segera membereskan buku dan bersiap pulang. Suasana di sekolah semakin memanas. Guru-guru terlihat sibuk memberi pertolongan para korban. Mereka juga mendatangkan tokoh-tokoh agama yang tinggi tak jauh dari sekolah. Satu per satu korban sudah mulai sadar. Mereka pun pulang diantar pulang. Dari keterangan salah seorang ustadz, makhluk halus atau yang mengganggu para siswi adalah perempuan. Sebelum kejadian, Ratih melihat penampakan hantu di toilet tengah duduk di atas wastafel sambil menggoyang-goyangkan kaki. Setelah itu, Ratih masuk ke dalam kelas dan terjadilah awal kesurupan masal.
Mendengar kabar itu, aku dan Maya hanya terdiam, tanpa tau mampu berucap sepatah kata pun. Pikiran kami melayang pada kejadian kemarin di toilet yang sama saat Ratih melihat penampakan itu. Tak henti-hentinya aku dan Maya mengucap syukur karena kami tak sampai mengalami kesurupan.
Sudah satu bulan peristiwa mengerikan itu berlalu. Aku tak ingat secara pasti sudah berapa banyak kejadian di luar nalar yang aku temui di sekolah ini. Baik yang aku alami sendiri maupun pengalan dari teman. Tapi yang jelas, aku harus lebih berhati-hati menjaga sikap dan perkataan. Karena bagaimanapun mereka itu ada meski tak nyata.
Itulah pengalamanku yang paling mencekam ketika memasuki masa-masa SMA. Meski diawali dengan kisah horor, tapi masa SMA tetaplah indah dan penuh warna.
END
18 Maret 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Horor 13
HororKamu sedang sendiri di kamar? Sekarang lihat kolong tempat tidurmu! Aku sudah menunggu dengan wujud yang mengerikan. Nyawamu akan kurenggut. Tunggu jam 12, aku akan mendatangimu! Jangan sekali-kali tidak membunyikan klakson. Perhatikan sesuatu di se...