Cerita ini dimulai sejak aku, ibu, dan adikku, pindah dari Jakarta ke Bandung.
Alasannya, karena terlalu banyak kenangan di rumah it. Bukan karena Ibu ingin menghilangkan kenangan bersama Ayah, tapi karena ingin memulai hidup baru bersama kami, kedua anaknya. Aku tahu betapa berat beban Ibu untuk membesarkan kami berdua. Tapi syukurlah, tahun ini aku lulus kuliah dan secepatnya mencari kerja untuk meringankan beban Ibu. Sedangkan Rina, adik perempuanku satu-satunya mulai masuk SMA. Hanya kekuatan dan kesabaran Ibulah yang membuatku yakin mampu melewati cobaan ini.
Dulu sebelum Ayah meninggal, Ibu cukup menjalankan tugasnya menjadi seorang istri sekaligus Ibu bagi anak-anaknya. Kegemarnnya memasak, membuat ia berhasil menciptakan resep-resep baru yang membuat kami tak mampu menolak suguhannya. Cita rasa masakan Ibu, buat kami sama dengan cita rasa yang ditawarkan di resto. Sayangnya, kala itu Ibu belum berniat berbisnis usaha kuliner.
"Aku ingin fokus mengurus kalian." Begitu jawabnya, tiap kali disarankan Ayah untuk berbisnis kuliner.
Tapi sekarang, keadaan memaksa Ibu untuk mandiri. Ibu mulai berpikir untuk mengikuti saran Ayah, membuka usaha kuliner.
Bandung juga dikenal dengan beragam kulinernya, maka di sinilah kami akan memulai usaha. Langkah pertama adalah mencari tempat tinggal. Kami sadar, untuk mencari rumah yang cocok itu tidaklah mudah. Sambil meunggu, kami mengontrak rumah terlebih dahulu.
Setelah lelah berkeliling Kota Bandung, kami menemukan sebuah rumah yang asri dan bersih. Pintu dan jendelanya lebar dengan warna serba putih. Ada juga taman lengkap dengan berbagai tanaman hias. Kami rasa rumah ini cocok untuk ditinggali. Terlebih, harga kontraknya lumayan murah. Akhirnya, kami meutuskan mengontrak rumah ini.
Satu hari, dua hari, sampai satu bulan, kami semuanya masih baik-baik saja, bahkan kami merasa nyaman. Tapi ketika memasuki bulan kedua, aku mengalami kejadian-kejadian aneh. Awalnya, hanya mimpi buruk. Lama-lama mengalami ketindihan. Seolah-olah ada bayangan hitam dan besar menindih tubuhku. Napasku pun tersengal-sengal berusaha bangun sambil membaca doa.
Kejadian ini hampir tiap malam aku alami. Tadinya aku anggap hanya mimpi biasa, yang katanya menurut orang Jawa terjadi karena posisi tidur salah. Tapi semakin lama, aku merasa ada sesuatu yang janggal di rumah ini.
Siang hari, aku pernah melihat sekelabat bayangan anak kecil berpakaian putih berlari-lari dan terkadang mengintip malu-malu dari balik pintu dapur. Saat hal itu aku ceritakan ke Rina, ternyata ia juga sering mengalami hal-hal aneh. Bahkan, ia hampir marah ke aku, karena iseng membuka pintu yang telah ia tutup berkali-kali.
Rina pikir, waktu itu aku telah mengerjainya sehingga ia mencariku di kamar. Tapi anehnya, pintu kamarku terkunci. Memang, waktu itu aku sedang tidak ada di rumah.
Spontan, Rina merinding. Apalagi ia merasa ada bayangan hitam yang mengikutinya. Rina pun cerita kepadaku kalau ia berlari ke kamar Ibu. Malamnya, ia menumpang tidur di sana.
Sejak mendengar cerita Rina, akhirnya kami memutuskan sekamar berdua.
Hari itu tanggal merah, jadi aku dan Rina bersantai di rumah. Jika libur seperti ini, aku jadi malas mandi dan hanya berdiam diri dalam kamar. Membaca majalah atau mendengarkan radio.
Pagi itu, seperti biasanya Ibu menyiapkan masakan di dapur. Tiba-tiba, aku merasa ada sekelabat bayangan dari belakang. Kukira itu bayangan Ibu yang sibuk mondar-mandir mengatur hidangan di meja makan. Aku pun mengampirinya di ruang makan.
"Bu, masakannya sudah matang, ya? Aku lapar, Bu!" ujarku sambil memeluk Ibu dari belakang.
Ibu hanya diam dan tersenyum melihatku. Aku merasa ada yang aneh dengan Ibu. Biasanya Ibu suka bawel dan marah jika aku tidak membantunya di dapur. Tapi kali ini, semua pertanyaanku selalu dijawab dengan senyuman, tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. "Tumben," kataku dalam hati.
Karena takut Ibu marah, aku pun meninggalkannya dan bergegas ke ruang tamu, berniat menonton televisi sambil menunggu masakan siap. Sesampainya di sana, aku kaget karena melihat Ibu dan Rina sedang duduk di sofa membelakangiku.
"Loh, kok Ibu ada di sini? Emang masaknya sudah selesai?" tegurku.
"Ihhh, Kakak. Kan dari tadi masakannya emang udah siap. Tuh lihat di meja makan!" sahut Rina dengan nada kesal karena menganggu acara televisi yang sedang ditontonnya.
"Tadi kan Ibu ada di ruang makan, nyiapin sajian," tanyaku tanpa memedulikan Rina.
"Kakak aneh, ah. Dari tadi kan aku dan Ibu duduk di sini."
'Hah? Terus yang tadi aku peluk itu siapa. Dong?' tanyaku dalam hati. Tiba-tiba, rasa takut menyerangku. Tubuhku lemas, wajahku pucat pasi.
"Ada apa, Lin? Kok wajahmu pucat gitu, sih?" tanya Ibu sambil memegang tanganku.
"Loh, kok tanganmu dingin banget? Kamu kenapa, Sayang?" kata Ibu lagi kepadaku.
Akhirnya, aku ceritakan yang terjadi ruang makan. Rina terlihat ketakutan, apalagi ia juga pernah mengalami hal-hal aneh di rumah ini. Ibu berusaha menenangkan kami.
"Sudah, tenang. Selama iman kita kuat, insya Allah kita baik-baik saja. Allah pasti akan melindungi hamba-Nya yang beriman." Aku dan Rina sedikit lega mendengar nasihat Ibu.
Tapi kejadian demi kejadian, ternyata masih berlanjut. Malam itu, Rina berniat sholat Tahajud. Ia sengaja tidak membangunkanku. Ketika mengambil air wudhu, ia melihat sekelabat bayangan hitam yang dulu pernah dilihatnya. Bayangan itu terlihat semakin lama semakin menjauh dan akhirnya menghilang.
Pada malam sebelumnyaaku juga pernah kehilangan kunci motor. Biasanya, kunci itu tergeletak di meja dekat ruang makan, tapi setelah dicari ke semua ruangan, kunci itu tidak ditemukan, baru esok paginya kunci itu berada di tempatnya semula. Benar-benar kejadian yang aneh dan tidak masuk akal.
Tak terasa sudah lima bulan kami tinggal di sana dan masih mengalami hal-hal ganjil lainnya. Tanpa sadar, kami pun terbiasa dengan keadaan tersebut. Ibu selalu mengingatkan untuk tetap tabah dan tawakal.
Meski beberapa tetangga menasihati kami untuk pindah dari rumah itu, tapi Ibu tetap menolaknya. Beliau yakin selama kami selalu berdoa, makhluk-makhluk gaib itu akan pergi dengan sendirinya.
"Kita hidup di dunia yang sama, tapi dengan alam yang berbeda. Sudah seharusnya tidak saling mengganggu satu sama lain," begitu pesan Ibu kepada kami.
Benar juga, setelah adanya 'saling pengertian' itu, kejadian aneh di rumah kami mulai berkurang. Sekarang, kami sudah pindah dari rumah itu. Dan alhamdulillah, di rumah yang baru, tidak ada lagi kejadian-kejadian aneh. Sementara, rumah kontrakan bekas kami, sudah dihuni orang lain.
Kabarnya, orang itu sering diganggu penampakan seperti kami dulu. Bahkan, para tetangga juga pernah mendengar suara piano, denting piano, dan terkadang muncul sosok anak kecil berlari-larian di teras depan rumah.
Kami bersyukur telah berhasil melalui ujian ini. Kini, Ibu telah sibuk dengan usaha bisnis kulinernya. Mungkin inilah yang disebut hadiah dari Allah bagi umat-Nya yang selalu tawakal dan ingat pada-Nya.
END
KAMU SEDANG MEMBACA
Horor 13
TerrorKamu sedang sendiri di kamar? Sekarang lihat kolong tempat tidurmu! Aku sudah menunggu dengan wujud yang mengerikan. Nyawamu akan kurenggut. Tunggu jam 12, aku akan mendatangimu! Jangan sekali-kali tidak membunyikan klakson. Perhatikan sesuatu di se...