"Aku ingat banget tuh, saat itu cuma tersisa aku, Rido, dan Budi. Karena hujan makin deras, kami memutuskan masuk ke warung Bi Ijah. Kebetulan, perut mulai laper, pengen makan ketan dan ngopi. Mana listrik belum juga nyala, jadi males deh mau pulang. Lampu-jalan raya sih nggak ikut mati, jadi masih lumayanlah ada sedikit penerangan. Tapi, jalanan udah sepi. Nggak ada satu pun kendaraan yang lewat."
"Jadi di warung Bi Ijah, cuma ada kalian bertiga?"
"Iya, suami Bi Ijah lagi sakit katanya. Bi Ijah juga sempat bilang kok tumben sepi ya, biasanya hujan-hujan gitu kan warung makin ramai. Pasti orang-orang pengen makan yang anget-anget, wedang ronde, dan ketan bakarnya Bi Ijahlah jawabannya," kata Alan berpromosi.
'Memang sih, wedang ronde Bi Ijah nggak ada duanya, selalu rame dan ludes dalam sekejap. Itu juga salah satu yang aku kangenin untuk pulang kampung,' kataku dalam hati.
"Eh, terus gimana tuh ceritanya? Penasaran nih!" lanjutku mencoba membuyarkan anganku.
"Nah pas kami lagi menyeruput kopi, eh si Budi kebauan wangi kembang orang kawinan."
"Heh? Jangan-jangan itu bau arwah si pengantin baru yang tabrakan, Lan?" kataku polos.
"Iya bener banget. Pikiranmu sama kayak yang kami pikirin waktu itu. Kami pun kaget dan terdiam sambil memikirkan kejadian tabrakan maut itu. Apalagi kejadiannya kan tepat di depan warung Bi Ijah. Nggak lama, Rido ngajakin pulang. Tapi aku dan Budi nggak mau karena masih hujan dan listrik di rumah masih mati. Akhirnya, kami pura-pura nggak merasakan adanya bau-bauan tadi, meski sebenarnya suasana mulai tegang. Nggak tahunya, lima menit kemudian, Rido menunjuk-nunjuk seberang jalan sambil berteriak-teriak ketakutan. Ternyata, dia melihat penampakkan sepasang pengantin jalan bergandengan tangan menuju ke arah kami. Sontak, aku dan Budi menoleh ke arah yang ditunjuk Rido. Hiihhhh, aku langsung merinding, Den!"
"Kamu juga lihat apa yang dilihat Rido?"
"Iya, jelas banget loh! Pasangan itu pakai baju adat Jawa lengkap dan berjalan di bawah rintik hujan ke arah kami. Meski pemandangannya tersamarkan kabut tipis, tapi aku lihat dengan jelas sosok mereka itu. Ditambah lagi wangi bunga pengantin yang makin lama makin menusuk hidung."
"Oh, jadi mereka ke kalian? Kalian nggak takut, tuh?"
"Enggak, nggak tahu ke mana mereka pergi, karena tiba-tiba ngilang gitu aja, Den! Wah horor banget deh pokoknya malam itu. Kami sampai nggak berani pulang saking takutnya."
"Terus Bi Ijah gimana?"
"Bi Ijah juga ketakutan, dia nggak mau ditinggal sendirian. Jadi, setelah penampakan itu Bi Ijah minta tolong kami untuk bantu tutup warung dan menizinkan kami tidur di sana."
"Ehmmm... kasian ya tuh si pengantin, baru juga nikah, tragis bener nasibnya. Semoga arwah mereka tenang di sana. Kalian banyak-banyak doa supaya nggak dilihatin lagi, jangan-jangan itu karena kalian banyak dosa mungkin," gurauku sambil tertawa.
"Enah aja! Kamu tuh yang banyak dosa. Cob waktu itu ada kamu, dijamin deh kamu pingsan di tempat! Secara, di antara kita kan kamu tuh yang paling penakut," balas Alan nggak mau kalah.
"Idih, nggak deh, makasih. Cukup kalian aja yang ngalamin."
"Eh, ngomong-ngomong pulsaku udah mau abis nih, udahan dulu, ya?"
"Ah... masa calon pengusaha kehabisan pulsa, sih? Nggak elite banget alasannya," godaku ke Alan.
"Yah, namanya juga baru merintis, Den! Doain aja deh biar jadi pengusaha beneran."
"Iya, aminnn..... semoga kita semua sukses di bidang masing-masing."
"Ya udah, sana! Kamu pasti mau berangkat kuliah juga, kan?" kata Alan penuh pengertian.
"Iya, ini juga udah mau siap-siap jalan. Oke deh, salam ya untuk teman-teman yang lain. Besok gantian aku yang telepon kamu deh! Suwun, yo," kataku menyudahi percakapan.
"Sip, suwun!" klik terdengar Alan menutup telepon.
_Cut_
26 Agustus 2014, 15:10 wib
KAMU SEDANG MEMBACA
Horor 13
HorrorKamu sedang sendiri di kamar? Sekarang lihat kolong tempat tidurmu! Aku sudah menunggu dengan wujud yang mengerikan. Nyawamu akan kurenggut. Tunggu jam 12, aku akan mendatangimu! Jangan sekali-kali tidak membunyikan klakson. Perhatikan sesuatu di se...