4. Arwah Suster Dina di Rumah Sakit Surabaya

1.9K 48 1
                                    

Malam itu terasa panas sekali. Di salah satu kamar sebuah rumah sakit swasta di Surabaya, Adi masih belum tertidur.

Berkali-kali ia membalikkan badannya sambil menggerutu seorang diri.

"Huh, kenapa pulangnya harus menunggu besok, sih? Masa sakit begini aja sembuhnya lama banget?"

Sudah hampir satu minggu Adi menempati kamar itu karena didiagnosa sakit liver. Sebenarnya, sore tadu dokter sudah menyatakan dirinya sembuh, tapi disarankan pulangnya besok siang. Sebab, paginya masih harus dipastikan kalau ia benar-benar terbebas dari virus yang menyerangnya.

"Bisa besok siang saja pulangnya? Kalau sekarang, tanggung, takutnya masih ada virusnya. Daripada nanti balik lagi ke sini, kamu nggak mau, kan?" kata dokter sambil tersenyum.

Mama yang berdiri di samping dokter pun ikut mengiyakan sambil mengelus bahu Adi.

"Betul, Sayang. Sabar dulu, ya. Tinggal semalam lagi di sini. Biar kamu benar-benar sembuh total," bujuk mama.

Adi terpaksa menurut sambil menyeringai tak senang.

'Duh, bisa mati bosan, nih!' pikirnya dalam hati.

Di kamar ini, Adi tinggal sendiri. Mama sengaja memilihnya agar Adi bisa beristirahat dengan tenang. Setiap hari, mamalah yang menemani Adi. Di kamar itu, hanya ada televisi 14 inchi.

Hari-haru Adi hanya diisi dengan menonton acara televisi yang kebanyakan disukai sinetron kesukaan mama. Sungguh membosankan!

Untuk mengisi kebosanan, Adi membaca komik. Itu juga sudah berulang-ulang ia baca. Mama selalu lupa membelikan majalah atau koran jika sedang keluar. Alasannya, Adi harus banyak istirahat agar cepat pulih.

Setelah kunjungan dokter sore itu, mama pamit kalau malam ini tidak bisa menemani karena harus pulang membawa baju kotor. Jadi, besok saat keluar rumah sakit, tidak terlalu membawa banyak barang. Apalagi papa tidak bisa menjemput karena kesibukannya di kantor. Besok mereka terpaksa naik taksi.

Hawa di kamar tersebut masih terasa panas. Tapi Adi sudah tak peduli. Ia asyik membolak-balik komik di tangannya. Inilah cara satu-satunya agar dirinya bisa memejamkan mata.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Jam sudah menunjukkan hampir pukul satu pagi. Sayup-sayup terdengar suara binatang malam bersahutan dari luar jendela kamar. Diiringi sesekali suara lembut embusan angin yang bertiup di sela-sela cabang pohon waru, di samping kanan jendela kamar.

Adi memandang ke arah jendela di sampingnya yang terbuka setengah. Angin malam berembus masuk ke dalam kamar yang bercat putih itu.

"Huh, ampun panasnya," keluhnya sambil mengusap keningnya yang agak berkeringat.

Air conditioner (AC) di kamar kebetulan sejak sore mati. Pihak rumah sakit sudah berjanji besok akan memanggil teknisi. Adi turun dari tempat tidur untuk membuka jendela itu lebih besar lagi. Tak sengaja ia menangkap sesosok bayangan putih berkelebat di atas pohon tepat di seberang kamarnya.

Adi mengucek-ucek matanya. 'Apa itu?' pikirnya penasaran.

Adi kini duduk dengan tegak di atas ranjangnya yang berderit-derit setiap kali ia menggerakkan tubuhnya. Sosok itu terlihat jelas. Ia melihat wanita muda cantik sedang duduk di atas dahan yang tinggi sambil menggerak-gerakkan kakinya dan bersenandung pelan. Gerakkannya seolah-olah sedang berayun-ayun di atas ayunan. Rambutnya yang hitam lurus. Ikut bergerak-gerak ditiup angin. Parasnya cantik. Wanita misterius itu sepertinya tak memerhatikan sepasang mata yang mengawasinya dari kejauhan.

Adi menatapnya tak berkedip. Jantungnya berdegup kencang. Keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhnya. Tangannya gemetaran. Otaknya seakan berhenti berputar. Adi hanya dudul terpaku menatap pemandangan di hadapannya.

Horor 13Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang