Mungkin bagi kebanyakan orang yang punya pacar seorang pembisnis sukses ngerasa bangga atau mungkin itu suatu kebahagian tersendiri buat mereka. Tapi enggak buat gue. Gue gak pernah senang punya pacar seorang pembisnis kayak pacar gue yang sekarang, apalagi dia adalah seorang yang gila kerja.
Contohnya kayak sekarang di saat gue lagi kangen banget sama dia dan ngajakin dia jalan, eh dianya enggak pernah bisa dengan alasan kalau masih ada banyak pekerjaan. Kalau pun bisa saat kita lagi berdua pun dia enggak akan pernah lepas dari ponselnya dan berakhir dengan nyuekin gue.
Gue sampai rela nyamperin dia ke kantor tapi hasilnya tetap nihil, dia gak pernah bisa diganggu kalau urusan pekerjaan. "Kalau gitu aku pulang aja deh, kayaknya kamu memang lagi sibuk banget," ucap gue bersiap beranjak dari sana.
"Sayang," panggil Minhyun yang ngebuat gue noleh kebelakang.
Minhyun meluk gue, pelukan yang benar-benar ngebuat gue nyaman. "Maaf, lain kali aku pasti bisa luangin waktu buat kamu."
"Lain kalinya itu kapan sayang?" Ucap gue ngelepas pelukannya.
"Iya pokoknya lain kali aku pasti bisa, mukanya jangan di tekuk gitu dong," Balasnya dengan tersenyum, kalau udah ngeliat senyumnya yang manis ini gue gak pernah bisa marah.
"Janji ya."
"Janji, kamu bawa mobil kesini?"
"Bawa."
Minhyun cuma nganggukin kepalanya, gue pikir dia nanya kayak gitu mau nganterin gue pulang ternyata enggak.
"Aku pulang ya," ucap gue datar.
"Kamu hati hati." Minhyun mengecup puncak kepala gue.
***
"Lo kok ke butik lagi? Bukannya lo mau jalan sama Minhyun, apa si Minhyun gak bisa lagi?" tanya Laura sahabat gue, padahal gue baru aja masuk ke dalam butik milik kita.
"Itu lo tau sendiri jawabannya," Sahut gue malas. Laura memang paling tau tentang gimana selama ini gue ngejalanin hubungan sama Minhyun.
"Kasian banget si lo, Na. Punya pacar berasa gak punya."
"Ledekin aja gue terus sahabat apaan lo."
"Gue cuma bercanda," ucap Laura lalu mendekat ke arah gue dan berbisik di telinga gue "Tapi emang bener kan."
"Sialan lo, gue balik deh."
"Jangan ngambek dong, Na."
"bodo ah," balas gue yang ngebuat Laura ketawa senang karena udah berhasil bikin gue kesel.
***
Bar, tempat dimana gue berada sekarang. Setelah dari butik gue gak langsung pulang dan malah dateng ke tempat ini.
Suara musik yang gak terlalu keras dan juga beberapa minuman menemani gue disini, mungkin itu juga yang ngebuat suasana hati gue jadi lebih baik.
Gue menuangkan minuman ke dalam gelas yang udah disediakan dan meneguknya.
"Lo udah kebanyakan minum, gue saranin sih berhenti sebelum lo mabuk," ucap seorang pria yang sejak kapan sudah duduk di samping gue.
"Emangnya kenapa kalau gue mabuk?! Itu bukan urusan lo," sahut gue dengan sinis.
"Itu memang bukan urusan gue tapi apa salahnya mengingatkan," balas pria tersebut dan terus menatap gue.
Gue gak peduli dengan pria di samping gue ini. Sampai akhirnya gue ngerasa kepala gue pening banget. Satu hal yang pasti gue mabuk. Gue harus pergi dari sini sekarang ,tapi baru aja gue jalan beberapa langkah tubuh gue udah sempoyongan.
Gue terkejut melihat pria yang tadi gue sinisin udah berdiri di samping gue. Dia lagi ngebopong tubuh gue.
Dia ngemasukin gue ke dalam mobilnya. Jangan jangan dia mau nyulik gue lagi, gak bisa gue biarin nih orang. Gue langsung ngedorong dada bidangnya. Tanpa gue duga dia megang tangan gue dan ngedeketin wajahnya ke gue bahkan hampir gak ada jarak di antara kita.
"Gue gak bakal nyulik lo kalau itu yang lo pikirin. Gue malah mau nganterin lo pulang, dimana rumah lo?"
Dari jarak sedekat ini gue bisa bilang kalau pria yang ada di depan gue ini benar benar tampan. Seperti di hipnotis gue gak ngejawab dan malah terus natap dia.
"Untung cantik kalau enggak udah gue tinggal lo disini, lo ikut gue aja deh percuma gue ngomong sama orang lagi mabuk."
Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit akhirnya mobil ini berhenti juga. Gue gak tau dia bawa gue kemana yang jelas sekarang dia lagi ngebaringin tubuh gue di atas ranjang dan juga narik selimut buat gue.
Entah apa yang gue pikirin gue bangkit dari ranjang dan mencium pria itu, gue cuma nempelin bibir kita.
Pria tampan ini gak bergerak sedikit pun, gue tahu dia pasti kaget karena gue nyium dia tiba tiba. Jangan kan dia gue aja gak tau kenapa gue bisa ngelakuin ini.
Karena gak ada respon, gue pun berhenti. Tapi Pria yang ada di depan gue ini langsung narik tengkuk gue dan nempelin bibir kita lagi.
Bibirnya mulai bergerak dibatas bibir gue begitu manis dan lembut, entah keberanian darimana gue ngebalas ciumannya dan melingkarkan kedua tangan gue di lehernya. Ciuman yang tadinya agak lembut kini semakin memanas, dada gue sesak karena pasokan oksigen yang kian menipis.
Tau gue kehabisan napas dia melepaskan pangutan bibir kita dan ngedorong gue ke ranjang, sekarang posisinya dia udah di atas tubuh gue dan dia natap gue begitu intens.
"Lo, udah berhasil ngegoda gue," ucapnya. Perlahan dia ngebuka satu persatu kancing kemeja yang gue pakai.
Gue gak tau apa yang bakal terjadi setelah ini karena yang gue rasain sekarang adalah kepala gue yang makin sakit banget.
Penasaran nggak sama apa yang bakal terjadi selanjutnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
A Beautiful Mistake ✔
Fanfictionbecause mistakes do not always have to be regretted #1 - Mistake 23.11.18