Gue menuju ke alamat yang dikirim Minhyun, sesuai kemauan dia gue engga bilang ke siapapun karena gue tau Minhyun gak pernah main-main sama ucapannya.
Tempat yang gue tuju sekarang lumayan jauh dan jalanan menuju kesini juga sepi.
Handphone gue bunyi dan itu panggilan dari Sehun.
"Lo sekarang lagi dimana, Na?" tanya Sehun padahal gue baru aja ngejawab teleponnya.
"Gue lagi di butik."
Maafin gue Hun, gue harus bohong.
"Lo lagi di jalan gue ngedenger suara klakson."
Mampus gue ketahuan bohong.
"Iya maksud gue itu gue lagi di jalan mau ke butik."
"Lo gak bohong kan sama gue, Na."
"Engga, gue engga bohong kok."
"Iya udah kalo gitu lo hati-hati, kabarin gue kalo udah nyampe di butik."
"Iya, bye."
***
Akhirnya gue sampai di tempat tujuan, darisini gue bisa ngeliat Minhyun. Seira yang sedang duduk di kursi dengan mulut yang dilakban serta kaki dan tangannya diikat.
Gue turun dari mobil dan nyamperin Minhyun.
"Lepasin dia sekarang! Gue udah disini."
"Sini dong lebih deket," ucap Minhyun.
Seira menggelengkan kepala sambil menangis, dia memberikan kode kalau gue gak boleh mendekati Minhyun.
Gue berjalan mendekat ke arah Minhyun dan langsung menendang perutnya.
Minhyun terjatuh sambil memegang perutnya. Gue memanfaatkan itu untuk menarik lakban di mulut Seira dengan hati-hati.
"Pergi Na! Dia bahaya buat lo."
"Gue engga bisa ninggalin lo disini," ucap gue sambil melepaskan tali yang mengikat tangan dan kaki Siera.
Saat semua ikatan sudah terlepas gue narik tangan Seira untuk pergi darisana, tapi Minhyun langsung menarik tangan gue.
"Lari Ra, gue bisa ngelawan dia."
Seira menggelengkan kepalanya.
Minhyun mengeluarkan pisau dan meletakkannya di deket leher gue dan posisi Minhyun sekarang tepat di belakang gue.
"Kalo lo mendekat gue bakal bunuh dia," ucap Minhyun pada Seira.
"Lo udah gak waras ya!! Kenapa lo ngelakuin ini?" ucap gue.
"Gue udah gak waras karena lo, lo tega ninggalin gue demi Sehun sialan itu."
"Gue engga pernah ninggalin lo, lo yang mutusin gue. Bukan Sehun yang sialan tapi lo. Lo gila!"
Minhyun semakin menekan pisaunya di leher gue, gue ngerasa perih di leher gue.
"Lo mau mati?"
"Gue engga takut sama lo."
Gue menyiku perut Minhyun, belum sempat gue kabur Minhyun lebih dulu menendang punggung gue dan mengakibatkan gue terjatuh. Perut gue terbentur.
"Vienna," teriak Seira menghampiri gue.
"Perut gue sakit, Ra. Anak gue."
Tiba-tiba gue ngedenger suara mobil, itu mobil Sehun. Sehun turun dari mobil dan berlari untuk menghampiri gue.
"Kejar dia," perintah Sehun pada anak buahnya.
Setelah itu gue gak tau apa yang terjadi semuanya berubah menjadi gelap. Gue engga sadarkan diri.
****
Sehun
Gue ngebawa Vienna ke rumah sakit, sekarang Vienna lagi di periksa di dalam. Gue bener-bener khawatir.
"Maafin aku kak aku gak bisa nolongin Vienna," ucap Seira.
"Berhenti menyalahkan diri kamu, sekarang kita lebih baik berdoa semoga Vienna dan bayinya enggak kenapa-napa," ucap gue dan meluk Seira yang terus menangis.
"Sehun," Panggil Mama.
Gue sudah memberitahu tahu sama mereka dan sekarang semua anggota keluarga sudah berkumpul disini.
"Gimana keadaan Vienna, Hun?" tanya Mama.
"Sehun juga engga tau, Ma. Vienna masih diperiksa."
"Semoga dia dan bayinya baik-baik aja," ucap Mama.
Pintu ruangan tempat Vienna dirawat terbuka, Melvi keluar lalu menghampiri gue dan Perasaan gue mulai engga enak.
"Gimana keadaan Vienna?" tanya gue.
"Hun." Melvi diam beberapa detik untuk melanjutkan kalimatnya. "Vienna keguguran," ucapnya lagi.
Air mata gue langsung keluar gitu aja, kenapa ini harus terjadi sama gue.
"Apa Vienna udah sadar?"
Melvi menganggukan kepalanya.
Gue langsung masuk ke dalam ruangan dan melihat Vienna sedang menangis sambil memeluk lututnya.
"Na."
Vienna langsung meluk gue.
Gue membalas pelukan Vienna erat.
"Hiks...hiks..."
Gue cuma ngedenger suara tangisan Vienna.
"Hun, gue pernah bilang kalau gue cuma mengangap lo sebagai Ayah dari anak yang gue kandung dan bukan sebagai suami gue. Sekarang anak kita udah gak ada apa lo akan ninggalin gue."
"Apa itu yang lo mau?" tanya gue sambil menghapus air matanya. Gue mau dia jujur soal perasaannya sama gue.
"Gue engga mau lo ninggalin gue."
"Kenapa?"
Vienna natap mata gue.
"Karena gue engga mau ditinggalin sama orang yang gue sayang dan gue cintai untuk kedua kalinya. Gue cinta sama lo Sehun, maaf karena gue terlambat menyadari perasaan ini." ucapnya sambil ngegenggam tangan gue.
"I love you more, Na." ucap gue mengecup keningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Beautiful Mistake ✔
Fanfictionbecause mistakes do not always have to be regretted #1 - Mistake 23.11.18