23

253 15 0
                                    

Gue sama Laura sekarang lagi di depan butik dan lagi nunggu jemputan masing-masing, tapi dari tadi Sehun dihubungin gak dijawab-jawab.

"Na, Chanyeol udah jemput gue," ucap Laura.

"Sehun di telpon gak diangkat-angkat," sahut gue.

"Mungkin dia lagi sibuk lo baliknya sama kita aja," ajak Chanyeol.

"Anterin gue ke kantornya aja ya, gue gak mau di apartemen sendirian," ucap gue.

"Yaudah nanti gue anter ke kantornya " balas Chanyeol.

"Thanks ya, Yeol."

"Santai aja kali lo kayak sama siapa aja," ucap Chanyeol.

Gue duduk di kursi belakang sedangkan Laura duduk di kursi depan, iyalah dia kan pacarnya.

Setelah sekian lama jadi obat nyamuk akhirnya gue sampai juga di perusahaan suami gue.

"Sekali lagi makasi ya udah nganterin gue."

"Mau gue temenin ke dalam?." Ucap Chanyeol

"Enggak usah gue bisa kok makasi ya dan hati-hati."

Gue masuk ke dalam perusahaan dan semua karyawan yang melihat gue langsung memberi salam. Mungkin mereka tahu gue istrinya Sehun.

Sesampainya gue di depan ruangan Sehun, sekretaris Sehun juga tak lupa untuk memberi salam. "Silakan masuk Nyonya Oh."

Gue langsung tersenyum ke arahnya dan masuk ke dalam ruangan Sehun. Sehun yang melihat kedatangan gue langsung bangkit dari tempat duduknya dan memeluk gue.

"Sayang kamu kok gak nyuruh aku jemput?"

"Aku udah telpon kamu, tapi gak kamu angkat."

Sehun menepuk jidatnya "Maaf. tadi handphonenya aku silent."

"Aku maafin karena hari ini kamu ganteng."

Sehun terkekeh dan mencium kening gue gemas. "Aku gantengnya bukan hari ini aja sayang, tapi setiap hari. Kamu kesini dianter sama siapa?"

"Dianter Chanyeol sama Laura, aku tadi jadi obat nyamuk tahu di dalem mobil."

"Kamu duduk dulu deh sini pasti gak enak banget jadi obat nyamuk," ucap Sehun.

Gue duduk di sofa yang ada di ruangan ini dan diikuti Sehun yang duduk di samping gue.

"Kamu kok malah ngeledekin aku sih."

Sehun menangkup kedua pipi gue lalu menciumi seluruh wajah gue. "Aku gemes banget sama kamu tau enggak, pengen aku gigit pipi kamu."

"Sayang."

"Iyaa, kenapa?" tanya Sehun.

"Gimana kalo kita jujur aja sama keluarga kita kalau dulu sebenernya kita menikah karena aku hamil."

"Kenapa kamu tiba-tiba ngomongin ini? Lagian kalo kita gak jujur juga enggak kenapa toh sekarang kita juga udah saling mencintai."

"Iya, aku tahu. Tapi tetep aja aku ngerasa masih ada beban kalau kita belum jujur soal itu," ucap gue.

"Kamu yakin?" tanya Sehun.

"Iya aku yakin. Kenapa? Kamu kurang setuju ya?"

"Bukannya gitu aku cuma takut aja pasti keluarga kita bakal kecewa banget."

"Mau gimana lagi, kalau mereka kecewa itu udah pasti, sayang. Tapi kita juga gak mungkin terus nutupin kebenaran ini dari mereka," ucap gue sambil menggenggam tangan Sehun.

"Kamu bener, kita gak bisa nutupin kebenaran ini terus-terusan. Kita jujur aja sama mereka."

***

"Sayang kamu udah siap?" tanya Sehun.

"Udah kok," jawab gue.

Malam ini gue bakal jujur sama semuanya, Sehun sudah meminta keluarga kita berdua untuk berkumpul malam ini di rumah Sehun.

"Ayo kita berangkat sekarang," ucap Sehun.

Di dalam mobil gue gak berhenti berdoa, semoga aja keputusan gue emang bener dengen jujur soal ini.

Sesampainya di rumah, semua orang udah nungguin kita berdua di ruang keluarga. Sehun terus ngegenggam tangan gue.

"Kalian udah dateng, ada apa nih kok tumben nyuruh kita ngumpul gini?" tanya Papa gue yang dianggukin oleh semuanya.

"Pa, sebenernya,." ucap gue yang terhenti karena perkataan Sehun.

"Biar aku aja."

"Ada apa kok muka kalian tegang gini?" tanya Mama.

"Pa, Ma, ada hal yang pengen kita kasi tahu sama kalian. Aku tahu setelah aku ngasi tahu hal ini mungkin kalian akan sangat kecewa dan kita siap menerima kekecewaam dari kalian."

"Hal apa itu? Kenapa kita akan sangat kecewa?" tanya Papa penasaran.

Sehun menghela napasnya, gue tahu ini berat banget buat dia.

"Pa, Ma. Sebenernya kita udah melakukan kebohongan besar. Kita udah ngebohongin Papa dan Mama. Kita menikah saat itu bukan karena kita saling mencintai, tapi karena Sehun udah menghamili Vienna dan ini semua salah Sehun."

"Enggak, Vienna juga salah. Saat itu Vienna mabuk, ini semua kesalahan Vienna. Maafin Vienna," ucap gue sambil menunduk.  Gue udah gak tahu mau naruh dimana ni muka.

"Dan sekarang kalian berdua sudah saling jatuh cinta?" ucap Mama dengan santai.

Gue mengangukan kepala mengiyakan ucapan Mama.

"Tatap mata Mama, Vienna."

Gue mengangkat kepala untuk menatap Mama.

"Dasar ya kalian anak nakal kenapa baru jujur sekarang."

"Maksudnya? Jangan bilang Mama udah tahu?" tanya gue dengan mata membelak. Gue dan Sehun pun langsung saling tatap.

"Kalian pikir kita sebodoh itu sehingga kalian berani untuk ngebohongin kita," sahut Papa Sehun.

"Sejak kapan Mama tahu?" tanya gue.

"Mama denger pembicaraan kamu dan sahabat-sahabat kamu di kamar. Kamu pikir dengan mengunci pintu kamar, Mama gak bisa denger suara kalian. Awalnya Mama dan Papa kaget  dan kita langsung menghubungi keluarga Sehun. Kami memutuskan untuk mengikuti permainan kalian dan pura-pura gak tahu sampai kalian jujur. Nah ternyata baru sekarang jujurnya," jelas Mama.

Gue langsung menghampiri Mama dan berlutut "Maafin Vienna. Saat itu Vienna bener-bener gak berani untuk jujur dan Vienna juga gak mau mempermalukan keluarga kita." Tanpa sadar air mata gue jatuh mengenai pipi gue.

Entah sejak kapan Sehun sudah ada di samping gue dan ikut berlutut. "Maafin Sehun juga Pa, Ma. Sehun udah ngecewain kalian."

Papa mengelus kepala gue dan Sehun "Kita awalnya memang kecewa, tapi kalian pasti punya alasan kenapa memilih untuk berbohong. Malah sekarang Papa bangga sama kamu Sehun, kamu berani untuk bertanggung jawab atas apa yang sudah kamu perbuat."

"Kak, kenapa gak jadi aktor sama aktris aja. Akting kalian keren lho," ucap Seira sambil tersenyum jahil.

"Adik kurang ajar," balas Sehun.

"Jangan godain kakak kamu, Ra." Sahut Mama.

A Beautiful Mistake ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang