01. See saw

1.5K 156 11
                                        

Ragu dan khawatir namun tak dapat ditelak, kakiku harus kulangkahkan pasti ke dalam sekolahan ini. Padahal sudah ku ulang, ku maki, kupekik orang tuaku agar aku tak dimasukan ke asrama ini, tapi nihil. Tidak banyak yang kudengar dari sekolahan elit ini, bukan karena prestasi atau hal positif lainnya tapi ini menyimpang. Sungguh mengerikan! Bukan karena sekolah ini angker dan semacamnya, kutegaskan sekali lagi, bukan! Tapi sialnya yang orang tuaku dengar dari sekolahan ini benar-benar bukan soal hal yang buruk.

Sendirian seperti idiot, tak punya teman untuk sekadar berbicara soal pengenalan. Aku kini melangkah mencari kamarku, yang akan kuisi bersama tiga orang gadis lainnya. Saat upacara tadi dan pengumuman soal pembagian kamar serta nama-nama orang yang akan menempati kamarku nanti, itu ada didalam kertas putih yang ku genggam sekarang.

Aku tidak berharap lebih dan akan bersikap biasa saja dengan mereka nanti, jujur karena aku tak pandai bergaul bahkan pernah saat itu seorang psikolog bilang bahwa aku lemah dalam soal berkomunikasi, aku kaku, kikuk dan canggung bisa dibilang aku sangat awkward. Hei? Itu karena kau tak mengenalku! Aku bisa jadi gila saat berteman, maksudku disini bukan gila mental tapi bisa gila dalam urusan keakraban, aku benar-benar bisa jadi penyayang sekali. Bahkan psikolog itu bilang wajahku terlihat polos namun kebingungan hanya saja saat itu dia juga merasa bingung, pasalnya saat menemui psikolog itu aku harus mengisi beberapa lembar soal psikotes yang isinya soal Matematika semua. Aku benci Matematika! Dan dia sedikit tak percaya dengan wajahku yang menipu, karena Matematika ku pandai bahkan IQ ku di luar dugaan tampilanku. Dia heran karena wajahku terlihat kebingungan tapi Matematikaku luar biasa.

Ya, wajahku terlihat seperti orang bodoh. Tapi terakhir kelulusan yang lalu di sekolah menengah pertama aku masuk juara lima besar dan mendapatkan sebuah sertifikat. Aku tidak bangga, masalahnya karena aku merasa aku memang bodoh dan kekanakan.

Tunggu, bicara soal asrama yang tidak angker, aku pikir asrama ini benar-benar angker.

Inilah penyebab ke angkerannya, keenam lelaki dengan tampilan chic dan comeliness dengan seragamnya yang rapih.

Aku merasa terkejut dilorong ini karena suara gemuruh teriakan serta jeritan ber-oktav tingginya dari para gadis terdengar saat keenam lelaki itu lewat dilorong, suara derapan langkah kaki para gadis yang mengikuti mereka. Gila! Itu yang tergumam dibibirku saat mereka berhadapan denganku.

Tampan, cool, karismatik, dengan netra tajam, pelipis yang menukik seperti elang, bahkan beberapa dari mereka terlihat keren dengan rambut warna blondie, tapi mataku tidak terlepas dari lelaki berambut white blondie itu. Dia terlihat lebih cerah dari kelima lelaki lainnya. Dia sempurna!

Mataku, aish! Ternodai, aku sebenarnya bukan tipe seseorang seperti para gadis yang tengah berada di sekelilingku ini, bukan! Aku memang mudah jatuh cinta, tapi aku tak pernah berpacaran sama sekali, soal cinta pada pandangan pertama, itu bukan cinta sih menurutku, hanya cukup mengagguminya saja sudah.

Argh!

Boleh aku meringis? Ini bukan karena sakit akibat benturan lengan yang mengadu pada bahuku dari lelaki yang tak lepas kupandangi tadi, jelas dia lebih tinggi dariku tapi lengannya sangat kekar saat menubruk bahu kecilku -itu karena aku sedikit terkejut dengan perlakuannya.

Semua gadis berteriak lebih keras lagi saat bahuku diadu dengan lengan lelaki putih bersurai white blondie itu.

Aku mendengus remeh saat mereka sudah melewatiku begitu saja tanpa meminta maaf karena sudah menubruk bahuku. Aroma Lavender yang lewat itu seketika membuatku mual aku tak tertarik sama sekali, tapi aneh dengan gadis-gadis yang sekarang sudah mengerubungiku, mereka malah menggosok bahuku seakan aroma lelaki itu menjadi racun yang membuatnya candu. Apakah kalian tidak bisa membeli aroma ini ditempat lain? Mengesalkan, kenapa harus pundakku yang kalian hirup?! Bahkan mereka mencoba menghilangkan sentuhan bekas lelaki itu dari bahuku, ya! Lakukan memang itu yang aku mau! Itu yang ingin kukatakan sekali pada mereka namun malah hal lain yang keluar.

"Maaf? B-bisa kah aku pergi?" Tanyaku hati-hati saat gadis-gadis yang terlihat penuh obsesi serta imajinasi tentang keenam lelaki itu terus berusaha menyentuh bahuku.

"Kau beruntung sekali bisa bersentuhan dengannya." Sahut gadis itu.

"Ya, aku berharap juga akan seperti itu jika bertemu dengannya." Ujar gadis yang lainnya.

"Aromanya, sungguh tidak ada yang menjual parfum seperti ini." Seru yang lainnya lagi.

"Ya Tuhan, berkati aku dengan aroma ini."

Menggila! Berkati apanya? Aroma seperti telur busuk harus diberkati. Tolonglah lebih rajin ke Gereja agar kau tidak gila hanya karena aroma, sinting!

Setelah bergegas pergi dari kegaduhan itu, aku bersembunyi dibalik dinding lorong dan menghirup seragamku tepatnya dibagian bahu. Gila! Apa kami beradu begitu keras? Kenapa aroma ini sangat lekat? Jujur aku terlalu munafik jika mengatakan ini bau telur busuk, pasalnya aku juga menyukainya, aku menyukai aromanya.

Tadi aku hanya kesal saja karena dia menubrukku, tapi setelah mendengar penuturan orang-orang tadi aku merasa tidak buruk juga ditubruk dengannya.

Dahyun, tolong jangan jadi gila juga! Ayo fokus mencari kamar. Tentu, aku akan menemukannya sesegera mungkin.

Dan tidak perlu membutuhkan waktu lama aku sudah menemukan kamarku. Aku buka dengan semangat pintu kamar itu, nomor yang tertera di sana sama dengan kertas yang ku genggam, tanpa berpikir panjang akhirnya aku membuka dan langsung menutupnya.

Seketika aku terkejut, wajahku memanas, napasku tercekat, mulutku terbekap dengan tanganku sendiri karena aku tidak akan teriak saat itu juga, lelaki yang berada didepanku alias dikamarnya ini yang harusnya menjadi kamarku terlihat terkejut dan bingung tapi dia lebih terlihat bingung. Dia sudah telanjang dada, dia sudah membuka belt yang melingkar dipinggang celana seragamnya, bahkan tangannya sudah menuju ke zipper.

Bagaimana aku tidak ingin teriak? Tapi inilah aku -Kim Dahyun yang tenang dan tak peduli.

"Apa kau akan tetap berdiri di sana melihat aku membuka celana dan telanjang bebas?"

Suara bening itu akhirnya terdengar. Posisiku masih sama, terkejut dan mematung tapi mataku melirik kebawah sana. Aku sontak yang mendengar itu segera berbalik dan mencari knop pintu, karena takut akan hal yang akan terjadi selanjutnya jika aku tidak buru-buru keluar dari sini. Namun sial, di mana knop pintu dalamnya?

"Itu tidak bisa terbuka, harus ada seseorang yang membukanya dari luar, pintunya rusak sejak seminggu yang lalu tapi kepala sekolah belum meresponnya." Ujarnya lagi dengan nada datar.

Lalu bagaimana kau keluar bodoh? Apa kau berbohong?!

"Aku serius! Biasanya aku akan menghubungi temanku yang ada diluar untuk membukakan pintunya."

Seperti bisa membaca pikiranku, dia berujar seperti apa yang aku pikirkan, mungkin raut wajahku terlihat bertanya-tanya.

Lalu bagaimana caranya aku keluar dari sini?

"Kau harus menunggu temanku yang tengah pergi mengurus pendataan."

Lagi? Dia bisa menebak atau memang kebetulan saja?

Temanmu yang mana? Apa dia masih lama? Tolong! Sepertinya ini bukan pertanda baik.

Aku mulai berkeringat dan suhu tubuhku terasa dingin sekarang, bisa dibilang panas dingin. Aku masih terkejut dengan penampakan dirinya yang setengah naked dan sekarang ditambah dengan terkurungnya aku disini bersama dia yang hampir membuka seluruh pakaiannya. Tidak!

[]

Disorder✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang