"Sayang, foto aku yang waktu di Seoul ini nanti di cetak ulang yaa."
"Kenapa sayang? Ini kan udah bagus filternya."
"Iih jelek sayang, cahayanya terlalu cerah aku nggak suka Chio." Venaya memalingkan wajahnya kesamping kaca mobil menatap jalanan kota.
"Sayang." Chiko mengulurkan tangannya mengusap rambut istrinya dengan lembut.
"Okey nanti pulang dari rumah ayah sama ibu kita pergi ke tempat cuci foto ya." kata Chiko dengan lembut, Venaya mengambil punggung tangan suaminya lalu mengecupnya dan memeluk lengan Chiko erat. Chiko tersenyum menatap istrinya yang sesaat telah tertidur dengan memeluk lengannya.
"Aku menyayangimu, sayangku.." gumamnya sembari mengecup kening Venaya.
Chiko menatap istrinya yang masih terlelap dalam tidurnya, mereka sudah sampai dirumah tuan Siregar, ayahnya. Lebih tepatnya ayah kandung istrinya. Setelah kebenaran yang terungkap beginilah keadaan yang mereka jalani, menjadi keluarga kecil yang saling melengkapi walau kenyataan itu masih membuat Chiko merasa takut kalau kalau istrinya nanti menyerah dan meninggalkannya dengan semua kekurangan, hanya sebatas pekerja borongan pengupas bawang.
"Ini ongkosnya pak, terima kasih." Setelah memberikan ongkos perjalanan pada sopir mobil yang mereka tumpangi ia lalu membawa Venaya yang sudah berada dalam gendongannya masuk kedalam halaman rumah yang luas, Chiko menyewa mobil agar istrinya merasa lebih aman daripada memakai kendaraan bermotor untuk perjalanan jauh yang mengakibatkan rasa lelah terutama pada istrinya.
Chiko mengetuk pintu hingga seseorang membukakan pintu dan itu adalah ART rumah tersebut.
"Tuan Chiko. Ayo masuk tuan." Chiko mengangguk dan tersenyum tipis pada Masrih 41 tahun (ART 'sudah berkeluarga'). Ia membawa Venaya masuk ke dalam rumah dan meletakkan istrinya itu di atas kasur dalam kamarnya, dulu.
"Tidur yang nyenyak istriku."
Cup
Dua orang pria yang berada diruang keluarga itu masih asik mengobrol dengan ringan dan santai sesekali diselingi oleh canda tawa.
"Bagaimana pekerjaanmu nak?" tanya pria paruhbaya dengan menatap menantunya yang pernah menjadi putranya itu.
"Lancar yah. Yaa hanya saja istriku yang keras kepala itu selalu saja membuat aku khawatir." kata Chiko dengan terkekeh pelan diikuti oleh kekehan tuan Siregar.
"Kalau begitu kau harus menerima apa yang ayah katakan waktu itu."
"Tapi yah aku bukan...."
"Chiko, kau adalah putraku dan menantuku, suami dari putriku. Ayah mohon untuk kali ini, seminggu lagi ayah akan pensiun dan satu-satunya yang ayah harapkan adalah kau yang menggantikan kedudukan ayah dalam memimpin perusahaan." Chiko menatap lantai dibawah kakinya, ia mamikirkan nasib istrinya juga anak-anaknya nanti. Apakah ini sudah takdirnya.
"Baiklah ayah, aku akan menerima ini." Siregar bangkit dari duduknya dan memeluk tubuh putranya, tidak salah ia memberikan Venaya pada genggaman seorang Chiko Siregar.
"Ibu, setelah ini di apakan lagi?" tanya Venaya pada ibunya, mereka sedang memasak untuk makan malam dan pilihan keduanya jatuh pada menu sayur bening dengan lauk ikan mas yang cocok.
"Setelah airnya mendidih kamu masukkan semua sayurannya lalu tambahkan garam dan selera rasa secukupnya dan kalau kamu mau kamu bisa tambahkan gula sedikit."
"Dan jangan lupa untuk mengaduknya sampai matang." jelas ibunya dan Venaya langsung mengikuti semua intruksi dari ibunya dengan baik.
"Ibu akan melihat apakah nasinya sudah matang atau belum, kamu bisakan memasak ikannya, sayang." Venaya tersenyum dan mengangguk, setelah ibunya berlalu dari hadapannya, Venaya menyalakan kompor dan mulai memanaskan minyak lalu dengan sangat perlahan ia memasukkan ikan kedalam wajan.
Setelah semuanya sudah siap dan semua tertata rapi diatas meja makan, Venaya tersenyum bangga pada dirinya lalu mendatangi suaminya juga kedua orangtuanya yang berada diruang tv.
"Sayang, ayah, ibu. Makan malam sudah siap." kata Venaya sembari duduk diatas pangkuan Chiko tanpa sedikitpun merasa malu pada orang tuanya yang sudah biasa melihat adegan mesra pasangan tersebut.
"Yasudah ayo kita makan sekarang, nanti makanannya keburu dingin." kata ibunya sambil berjalan kearah dapur diikuti oleh ayahnya tapi tidak dengan Chiko yang masih memangku istrinya yang bersandar pada dada bidangnya.
"Ada apa sayang?"
"Maaf Chio. Hiks hiks." Chiko menatap kedua mata istrinya yang sudah basah karena air matanya, Chiko tersenyum lembut dengan mengusap air mata Venaya.
"Tidak apa-apa sayangku, pipislah. Aku tidak akan marah sayang." ucap Chiko merapatkan tubuhnya pada tubuh Venaya dengan kedua paha Venaya yang mengangkangi paha Chiko. Venaya merasa malu karena tidak bisa menahan untuk buang air kecil dan akhirnya ia membasahi celana serta baju suaminya, Venaya menyusupkan wajahnya pada leher suaminya.
"Sayang tidak merasa jijik atau bau.." Chiko terkekeh geli dan mengecup bibir istrinya.
"Tidak sayang. Sebaiknya kita segera ke kamar untuk mandi bersama dan menyusul ayah ibu untuk makan malam." ia berdiri dengan menggendong istrinya, membawa Venaya kelantai atas.
"Jangan sampai ayah mengusir kita karena mandi bersama." gumam Venaya yang diikuti oleh tawa Chiko, mereka tertawa bersama menghabiskan waktu dalam keromantisan cinta.
///////////////////////////////////////
Ehemm...😋😋😋
Masih mau lanjut nggak nihh😉.
Next aja deh kalau masih mau lanjut...😥😥😥
///////////////////////////////////////
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER ALONG #Siregar-1- [COMPLETED]√
RomantikWARNING 17+ [ROMANSA CINTA KEHIDUPAN YANG PENUH DENGAN LAW DEMAND.STORY'S FIKSI ABAL2.] Venaya Vanesia atau sering dipanggil V dalam huruf abjad.harapan yang singkat dalam hubungannya bersama masa depannya,hidup serumah bersama seseorang yang telah...