I don't know how to live a life. I want a heaven. But heaven seemed to resist me.
"Seungkwan. Boo Seungkwan" Seorang pria menepuk lembut kedua lengan Seungkwan. Lalu beralih ke pipinya. Heiii, kau tak harusnya terlihat menyedihkan seperti ini. Ini bukan stylemu. Pria itu bicara tanpa perduli di dengar atau tidak oleh Seungkwan. Dia merasa iba pada pemuda yang sedang berbaring itu namun Dia tak mau menunjukkan kecemasannya. Dia tahu Seungkwan tak suka dikasihani. Karena dia tau dengan pasti setengah penderitaan Seungkwan adalah karena ia tak tahan melihat perasaan iba orang lain atas nasibnya.
"Cepat singkirkan tanganmu itu dari wajahku" Seungkwan membuka matanya pelan, namun tatapannya langsung menembus retina sang target.
"Shiro" Pria itu tersenyum tipis sambil memicingkan matanya pada Seungkwan. Berusaha mengembalikan serangan mata Seungkwan "Sepertinya kulitmu yang berminyak membuat tanganku menempel" Pria itu melakukan gerakan pantonim dengan menarik kuat tangannya yang menempel di wajah seungkwan dengan tangan satunya lagi. Pipinya dibuat mengembung seakan sedang mengumpulkan seluruh tenaga yang ia miliki.
"Lepaskan sekarang atau aku akan memisahkan tanganmu dari tubuhmu, Mino-Ssi" Seungkwan masih berbaring. Tubuhnya sangat lemas hingga ia tak mampu hanya untuk menggerakkan tangannya. Namun tatapannya seakan menusuk ulu hati pria yang sedang mengolok-oloknya itu.
"Baik tuan" Mino langsung menarik tangannya lalu menggenggamnya dengan tangan yang satunya. Dia sedikit menundukkan kepala seperti memberi hormat. Wajahnya berubah datar.
"Bagaimana kau bisa disini" Seungkwan sedang berusaha menggerakkan tubuhnya. Dia menggeser tubuhnya dengan bertumpu pada siku tangannya. Kakinya belum sanggup digerakkan.
"Bagaimana kau bisa begini" Pria itu bukannya menjawab malah balik bertanya. Kebiasaan yang paling tak disukai Seungkwan. Ditambah wajahnya yang sangat datar membuat Seungkwan Kesal. Sepertinya seungkwan butuh kaca.
"Ciihh, Harusnya kau sudah tau" Seungkwan membuang muka namun sedetik kemudian dia menatap lekat wajah pria yang sedang bersamanya itu. Bagaimana dengan Mira. Apa dia baik-baik saja?" Seungkwan tiba-tiba teringat adik kecilnya itu.
"Setidaknya dia lebih baik daripadamu. Kau lemah" Mino memang sangat suka menjaili Seungkwan saat pria bermarga Boo itu sedang tak berdaya. Hanya saat-saat seperti ini dia berani bicara sesukanya.
"Aku ingin menjemputnya. Ini sudah jamnya dia pulang" Seungkwan memencet benda yang ada di sampingnya berharap ada respon cepat dari hasil usahanya. "Apakah bel ini sudah tak berfungsi. Mino hyung tolong panggilkan mereka" Apa yang diharapkan Seungkwan dengan waktu dua detiknya. Ketidaksabaran Seungkwan benar-benar diluar batas. Mino mengabaikan permintaan Seungkwan dan menunggu perawatnya datang sendiri.
"Ada apa tuan" Seorang pria berseragam putih datang dengan tergesa-gesa.
"Aku sudah sembuh jadi tolong cabut alat-alat ini" Seungkwan bicara dengan wajah yang datar khas wajah sehari-harinya.
"Walau wajahmu sangat datar. Setidaknya mulutmu memiliki tatakrama" Mino sudah duduk di sofa dengan majalah ditangannya.
"Diam kau" Seungkwan menunggu gerakan perawat tersebut. Namun dia tak merasakan apapun.
"Kenapa diam saja. Cepat lakukan" Seungkwan menunggu lagi. Sejak tadi tatapannya berarah ke depan. Tak berani melihat kulitnya yang tertusuk alat infus.
"Saya tidak berhak melakukannya. Saya harus meminta ijin dulu pada dokter Yoon" Perawat itu sedikit takut pada ekpresi Seungkwan. Namun dia masih lebih takut pada amukan dokter bermarga Yoon itu.
"Ini tubuhku. Aku yang mengetahui aku sudah sehat atau tidak. Lakukan saja apa yang aku katakan. Soal dokter yang kau sebutkan itu. Aku akan mengurusnya" Seungkwan sedikit terpancing emosinya. Dia kesal pada perawat yang menurutnya sangat lamban itu. Karena dia juga sangat khawatir dengan Mira.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY [ VerKwan ]
FanfictionAku sudah lama menunggu hingga menyerah. namun saat aku melepas semuanya, Dia datang membawa penantian yang lain.