"Hansol oppa. Hari ini aku pulang telat" Gadis berparas blesteran mengaitkan tali tasnya ke pundak lalu berdiri dari tempat duduknya setelah dia menghabiskan sarapannya.
"Kapan kau pernah tak pulang telat?" Pria yang juga memiliki jenis wajah seperti gadis itu melangkah ke meja makan dengan handuk diatas kepalanya.
"Kali ini benar-benar telat. Mulai hari ini aku akan mengabdikan diri sebagai pendidik. Aku diterima bekerja di sekolah" wajah gadis itu terlihat sangat senang. Seakan dia sudah benar-benar menggapai mimpinya.
Pria bernama hansol itu memicingkan mata heran. "Sekolah apa yang menerima seorang siswa untuk mengajar siswa. Terlebih siswanya bodoh sepertimu. Jangan berkhayal terlalu tinggi Sofia. Kau lupa kau takut ketinggian" Hansol meraih selembar roti dan mengolesinya dengan selai coklat. Dia mengeluarkan smirknya. Dia memang paling suka mengejek adik perempuannya itu. Bahkan dia orang yang akan tertawa duluan jika Sofia terjatuh atau tersandung.
"Jika saja aku bisa mengganti anggota keluarga. Aku akan menggantimu dengan si coco. Dia lebih pantas jadi saudaraku dari pada kau" Dan Sofia terpengaruh dengan kejahilan Hansol. Gadis remaja itu memang sangat emosional jika sudah berhadapan dengan kaka laki-laki yang di puja teman-teman sekolahnya itu.
"Coco tak akan mau jadi saudaramu. Bisa tak sampai 1 tahun usianya jika harus serumah denganmu" Sofia sudah diambang kesabarannya. Dia yang sedang menggunakan sepatunya kembali membuka lalu berjalan meuju pria yang sudah melarikan diri ke kamarnya itu.
Tok..tok..tok...tokkk
"Sini kau makluk jelek. Aku berharap kau berubah jadi Beast dan terkurung di goa selamanya. Jangan berharap ada seorang seperti Bella yang jatuh cinta kepadamu. Karena aku akan menjaga goa itu seumur hidupku. Sehingga kau tak akan pernah dapat melepaskan kutukanmu. Tapi jikapun aku tak menjaganya Itu mustahil bahwa seorang gadis menyukai moster buruk rupa sepertimu. Hanya karena dongeng saja makannya itu terjadi. Tapi di kehidupan nyata, kau hanya akan di kurung selamanya. Rasakan itu" Sofia mengamuk. Dia berteriak tak karuan dengan tangan dan kaki yang memukul-mukul pintu malang itu.
Sudah ku katakan kau jangan banyak mengkhayal Sofia. Sebaiknya kau belajar saja dengan baik, menemukan seorang pria yang mudah ditipu oleh parasmu lalu menikah" Hansol yang sudah mengunci dirinya sendiri di kamar tersenyum mendengar amukan adiknya itu. "Jika tak aka Bella. Maka beast juga tak ada" Hansol duduk bersila di kasurnya yang empuk sambil berselancar di dunia maya. Dia merasa sudah mendapatkan moodnya kembali berkat Sofia.
"Lihat saja. Aku tak akan pulang hari ini. Aku tak mau melihat manusia jelek sepertimu" Lagi-lagi Sofia menendang pintu kamar Hansol dengan kuat sebagai peringatan terakhirnya. Kekesalannya sudah di ubun-ubun.
"Terserah kau" Hansol cuek dengan peringatan adiknya. Dia tau adiknya tak akan serius melakukannya. Dia memang sedang sangat jail. "Hahahaa.. Menyenangkan juga mengerjai Sofia" Hansol makin asik berselancar di internet dengan musik yang mengalun dari laptopnya.
****
Selamat pagi Mira. Apa kau sudah sarapan? Seokmin menyambut kedatangan Mira dengan wajah penuh senyumnya. Dia membungkukkan badannya agar sejajar dengan tubuh Mira. Mira hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan dari Saemsangnim aneh itu. Mira masih enggan untuk bicara dengan orang lain. Mira memandangi Apron bercorak bunga yang Seokmin kenakan. Mira tersenyum karena dia berpikir bahwa gurunya itu sangat pantas dengan corak bunga tersebut. "Siapa yang mengantarmu?"Seokmin melihat ke arah gerbang sekolah. Namun tak ada sosok yang biasa mengantar Mira itu. Mira membalikkan tubuhnya menghadap ke gerbang dan menunjuk seorang pria berparas tampan dengan gaya sedikit mencolok. Pria yang di tunjuk Mira tersenyum dan melambaikan tangannya. "Ayo lambaikan tanganmu. Katakan dada" Seokmin juga ikut-ikutan melambaikan tangan dan menyuruh Mira menirunya. Tak lupa ia memasang wajah penuh senyum yang tak dibuat-buat itu. Mino yang mengantar Mira dibuatnya bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY [ VerKwan ]
FanfictionAku sudah lama menunggu hingga menyerah. namun saat aku melepas semuanya, Dia datang membawa penantian yang lain.