Aku tersenyum bukan untuk menutupi sedihku lagi. Aku tersenyum karena sudah tak ada alasan bagiku untuk menghapusnya dari bibirku.
Seungkwan Pov
"Untuk apa kau kesini" Tanyaku sinis pada pria yang kini sedang tersenyum sambil menutup mata. Menikmati angin laut yang menjamah wajahnya. Dia menyenderkan punggungnya pada punggung kursi kayu yang aku rasa akan patah sebentar lagi. Aku sempat terkejut atas kehadiran pria yang tiba-tiba sudah berdiri di depan rumahku dan dengan rengekannya memintaku mengantarkannya ke pantai ini. Aku menurutinya ikut ke pantai karena aku tahu saat siang hari pantai tak terlalu ramai pengunjung.
"Ya. Seungkwanie~" Pria itu tiba-tiba menegakkan tubuhnya, bertolak pinggang sambil menatapku. Mengabaikan laut dan angin sepoi-sepoinya. Aku hanya memutar mataku jengah. Tepatnya di salah satu meja yang dikelilingi pasir halus dan pemandangan laut lepas. "Aku sudah jauh-jauh datang ke tempatmu ini dan dari semua kosa kata yang kau miliki. Kau hanya dapat merangkai kalimat tak menyenangkan itu?" Pria itu menunjukkan wajah sinis tepat di depan wajah Seungkwan.
"Bagaimana restoran? Apakah seseorang sudah menaikkan levelnya atau masih menjadi orang yang terlalu nyaman dengan susunan piring kotornya" Memang beginilah aku. Hanya pandai mengatakan hal-hal buruk. Untung saja pria ini terbiasa mendengarkannya.
"Huuuhh" Tanpa sadar aku tersenyum melihat reaksinya. Wajahnya yang tadi sangat bersemangat kini jadi seperti orang yang sedang putus aja. "Sangat sulit menjadi seorang koki. Semua celaan langsung ku dapatkan seketika aku meminta seseorang mencobanya." Aku tak dapat menyembunyikan rasa simpatiku. Aku tahu bagaimana pria di depanku ini berusaha sangat keras untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang koki. Hanya saja, dia benar-benar tidak memiliki sense untuk membuat masakan menjadi enak bahkan layak untuk disebut makanan. Dia hanya punya semangat tanpa kemampuan. Jelas untuk urusan masakan itu adalah hal yang mengerikan. Bahkan orang biasa pun tahu bahwa saat memasak kita bukan hanya harus mengikuti apa yang tertulis di buku resep. Seseorang harus memiliki feel saat memasukkan semua bumbu untuk membuat makanan itu menjadi master chip. Seorang anak yang mengenal masakan ibu hanya dengan menghirup aromanya. Sedangkan pria ini tak memiliki itu semua. Benar-benar
Tak memilikinya."Kau menyerah?" Aku benar-bener tak tahu kenapa aku selalu menggunakan kata yang bahkan aku pun tidak suka mendengarnya.
"Apakah menurutmu itu keputusan yang tepat?" Aku benci saat Pertanyaanku di jawab dengan pertanyaan yang lain. Menyebalkan sekali. Hanya saja melihat tubuhnya yang dicondongkan ke depan dengan mata yang intens memandangku serta raut wajah yang sangat menyedihkan itu membuatku tak tega untuk menampar wajah memelas nya itu.
"Keputusan tidak selalu tepat. Kadang membawa kita pada penyesalan juga. Tapi tidak ada salahnya mencoba. Kau memang sama sekali tidak cocok di dapur" Aku mengatakan apa yang ada di pikiranku. "Tempatmu bukan disitu. " Aku tak berpikir apakah kata-kataku akan menyakitinya atau tidak. Namun aku selalu berpikir bahwa pria ini memang tak memiliki tempat di ruangan penuh asap dan tumpukan piring itu. Walau aku memastikan bahwa Chef Coat dan apron sangat cocok dengannya. "Bagaimana jika sebagai model iklan masakan. Setidaknya itu masih berhubungan dengan masakan" Aku pernah berpikir bahwa pria ini lebih cocok di layar kaca atau di dalam majalah dengan wajahnya yang lumayan tampan itu.
"Aku tak pernah terpikirkan tentang peluang itu" Aku menghembuskan napas lega saat melihat Seutas senyum bertengger di wajahnya dengan mata yang berbinar-binar. "Aku rasa itu bukan pilihan buruk" Pandangannya kini sudah ke laut lepas yang ada di sampingnya. Dengan tumit tangan sebelah kiri tertempel di meja dan tangan yang satu menyisir sambutnya yang berantakan di tiup angin laut. Walau tak ku lihat, tapi aku tahu dari sorot matanya yang terlihat dari samping, pria ini merasa menemukan tujuan baru yang menyenangkan. "Tapi Aku memiliki satu keahlian yang belum tentu orang lain punya" Pria itu sudah mengarahkan pandangannya padaku. Aku yang juga sedang menikmati pemandangan laut memutar kepalaku menghadap ke depan. Tepat di hadapan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY [ VerKwan ]
FanfictionAku sudah lama menunggu hingga menyerah. namun saat aku melepas semuanya, Dia datang membawa penantian yang lain.