Should Be Together

1.2K 150 3
                                    

"Oppa. Kau masih memikirkan mantan pacarmu itu" Sofia duduk manis di sebelah Hansol yang sedang menonton TV.

"Kau sedang tidak cari mati kan Sofia" Hansol melirik sinis pada Sofia dan akibatnya dia memencet-mencet remot sembarang.

"Ayolah Oppa. Itu sudah Dua tahun. Masa tak hilang-hilang. Kaya tinta permanen aja" Sofia jengkel juga. Dia sudah dua tahun ini melihat kakanya hidup tak beraturan. "Bagaimana kalau Oppa bekerja di tempat yang kemarin kau menjemputku. Sangat menyenangkan bermain dengan anak-anak, mereka sangat manis dan lucu. Siapa tahu itu membuat jiwamu lebih damai" Sofia tersenyum sangat lebar membuat Hansol risih. Gadis cantik itu sangat ingin membantu kaka laki-lakinya itu untuk lepas dari kungkungan mantan pacarnya. Hansol bukannya di kurung atau di kekang secara fisik. Tapi mantannya itu berhasil mengikat perasaan kakanya itu dengan erat, hingga tak mampu dilepas atau terlepas.

"Apa yang lucu dari anak-anak yang tak bisa diatur. Kau sendiri saja sudah membuatku pusing. Apalagi banyak begitu" Hansol mendorong tubuh Sofia menjauh darinya. Dia tak mau ketularan gila. Sofia menatap Hansol sinis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Siapa yang kau bilang merepotkan? Sepertinya kau butuh kaca Oppa. kaca" Hansol menunduk malu.  Sofia masih ingat dua tahun lalu Kaka yang selalu dia bilang jelek itu menangis tak karuan selama seminggu lebih. Dikamarnya penuh dengan minuman keras dan sebotol obat tidur. Sofia gelisah. Dia tak tau apa yang harus dia perbuat. Namun setelah seminggu, saat ia pulang sekolah, Sofia melihat pintu kamar kakanya terbuka lebar. Dia lega karena dia pikir kakanya itu sudah dapat hidup kembali. namun malam itu dan malam-malam berikutnya lebih memprihatinkan. Setiap malam Sofia selalu di bangunkan oleh pembantu mereka untuk menerima panggilan telepon dari pemilik bar tempatnya mabuk, polisi lalu lintas, bahkan preman. Paling sering ia menerima telepon dari petugas taman yang berkali-kali menemukan Hansol tertidur di rumput dengan keadaan mabuk dan tanpa baju. Entah sudah berapa banyak baju yang dia buang selama masa patah hatinya itu. Sofia selalu kurang tidur dan tak mengerjakan PR. Dia berusaha mencari kakaknya setelah pulang sekolah. Dia lebih khawatir dengan kakanya dari pada dengan hukuman atau amukan gurunya. Namun Sofia saat itu masih sangat muda. Dia mulai tak tahan hingga akhir dia marah besar. Dia memukuli kakanya tanpa henti sambil menangis. Dia mengatakan semua kesulitan yang dia dapatkan karena kakanya. Dia meraung dan berteriak histeris. Bahkan dia mengunci diri di kamar hingga beberapa hari sampai akhirnya Hansol menendang pintu kamar Sofia dan melihat Sofia yang tergeletak lemas di lantai. Saat itulah Hansol sadar dia sudah sangat egois. Dia merutuki kebodohannya karena tak sadar dengan sikap adiknya yang terlihat sangat dingin saat itu padanya. Dari pembantunya Dia akhirnya tahu bagaimana Sofia berjuang untuk tetap tegar seorang diri hanya karena takut jika kondisi kakanya diketahui kedua orang tuanya, Bahkan Sofia menundukkan kepala kepada pembantunya memohon agar tak mengatakan apapun pada kedua orang tuanya. Sofia berubah menjadi sangat dewasa dan memecahkan masalah sendiri namun juga sangat dingin. Hansol berusaha berbaikan dengan adiknya itu dengan cara menggodanya hingga sofia marah-marah. Karena Dia tak mengerti bagaimana harus bersikap pada adiknya itu. Dia ingin Sofia tak memendam kekesalannya sendiri. Hanya ide itu yang didapatkan hansol dari isi tempurung kepalanya. Hansol sedikit melupakan patah hatinya karena memikirkan Sofia.

Namun

Flasback

"Jangan sungkan jika ingin ikut bermain disana. Kami masih memiliki seragam warna kuning jika kau mau" Orang itu tersenyum bukan hanya di bibirnya namun dengan seluruh anggota tubuhnya seperti ikut tersenyum.

Ya. Tiga bulan yang lalu, saat Sofia berjalan-jalan di pantai, dia melihat anak-anak kecil dengan seragam berwarna kuning sedang bekerja sama membuah sebuah bangunan dari pasir. Mereka seperti sudah memiliki tugas masing-masing hingga tak terdengar keributan atau perebutan mainan. Mereka terlihat akur satu sama lain. Tawa polos mereka membuat Sofia ikut tertawa. Dia menghempaskan sifat dinginnya bergantikan cengan keceriaan khas gadis remaja. Fokusnya pada anak-anak membuat dia tak sadar bahwa ada seseorang yang mendekat kepadanya dan menepuk bahunya.

SERENITY [ VerKwan ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang