"Kemana anak itu. Apa Dia benar-benar tak akan pulang. Lalu dia tidur dimana" Hansol bergerak memutari ruang tengah rumahnya. Dia berusaha menghubungi nomor adiknya. Namun tak ada jawaban. Beruntungnya nomor itu masih aktif. Adiknya tak mematikan HPnya seperti di drama-drama. Kepanikan menggerogoti dirinya. Dia tak tahu adiknya itu bisa senekat ini. Dia mengutuk kelakuannya tadi pagi demi meningkatkan mood sialannya itu.
Baiklah sofia, aku minta maaf. Kau pulang sekarang atau kau beritahu kau dimana. Aku akan menjemputmu.
Itu pesan yang dikirim Hansol ke semua aplikasi chat yang Sofia miliki. Dia berharap adiknya itu membacanya. Namun sampai satu jam tak ada balasan sama sekali. Bahkan tanda bahwa adiknya itu membaca pesannya pun tak ada.
***
"Sebaiknya kau pulang Sofia. Ini baru hari pertamamu bekerja disini, masa kau langsung menginap" Sudah dari dua jam lalu seorang pria jangkung membujuk Sofia untuk pulang. Namun tak ada hasil. Sofia sangat keras kepala.
"Itu bukan salahku. Oppa yang kenapa membuat masalah saat hari pertamaku bekerja. Karena dia hari ini aku membuat nangis Sera. Miane Sera-ya" Sofia menangis dengan kencang membuat pria jangkung itu kalang kabut.
"Kenapa kau masih disini" Seorang pria datang lalu menyandarkan tubuhnya ke dinding. Tangannya terlipat angkuh di depan dadanya. Dia menatap tajam pada gadis yang sedang duduk di lantai sambil terisak namun masih sempat-sempatnya menggunting kertas yang akan digunakannya besok saat kelas mengajarnya.
"Dia sedang berkelahi dengan Kakanya. Dia mengancam tak mau pulang" Pria jangkung menunjukkan wajah melasnya pada pria yang baru datang ini. "Bantu aku Jihon hyung" Ia bicara tanpa suara ke arah Jihoon. Wajahnya benar-benar berbeda dari biasanya.
"Urus dia secepatnya Seokmin, agar kita cepat pulang" Pria yang baru datang itu pergi lagi tanpa memperdulikan wajah memelas Seokmin.
"Hallo. Apakah ini wali dari Sofia" Ya Jihoon memang terlihat tak perduli. Tapi dia sangat pandai memecahkan masalah. Apalagi masalah yang dapat merugikan dirinya.
"Ya. Aku Oppanya. Apakah ini kantor polisi, rumah sakit atau panti sosial, atau seseorang yang menculik adikku untuk tebusan. Beritahu saja alamatnya, aku akan menebusnya secepatnya. Kau ingin berapa duit. Tapi jangan banyak-banyak, aku bukan orang kaya" Jihoon berdelik. Ia menjauhkan telepon genggamnya dari kuping dan melihat telepon genggamnya itu. Dia sangat ingin melihat orang seperti apa manusia yang sedang bicara dengannya ini.
"Datang ke taman kanak-kanak dekat pantai Haeundae. Tak perlu membawa uang. Kau hanya perlu membawa adikmu sekarang dan urusan selesai" Jihoon menutup sambungan telepon dan memasukkan telepon genggamnya itu ke saku. Namun saat dia hendak berjalan sebuah panggilan telepon membuatnya berhenti dan memutar bola matanya kesal. Dia tahu pasti itu manusia aneh tadi. Jihon meraih telepon genggamnya dari saku lalu meletakkannya di meja. Setelah itu Dia pergi dari ruangan itu.
"Sofia pulang ya. Kau tak kasian pada Oppamu ini. Hyung akan membunuhku jika aku tak berhasil membujukmu pulang" Seokmin sebenarnya sudah lelah. Sejak pagi dia bermain dengan anak-anak yang super aktif. Bukannya dia kesal. Hanya saja tubuhnya memang perlu istirahat. Tapi gadis yang dia harapkan dapat meringankan pekerjaannya malah membuatnya lebih lelah.
"Seokmin, kemari" Seokmin memukul keningnya. Dia berdiri dan mengikuti Jihoon dari belakang sambil menunduk. Dia tidak pernah siap dimarahi Jihoon. Dia selalu takut pada tatapan tajam pria yang memiliki tubuh kecil namun memiliki kekuasaan besar atas diri orang lain.
"Duduk" Seokmin menurut. Dia duduk di bangku yang ditunjuk Jihoon.
"Miane Hyung. Sofia memang keras kepala. Dia selalu melakukan apapun yang dikatakannya" Seokmin tetap menunduk bahkan dia menutup matanya. Dia tak berani melihat wajah Jihoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY [ VerKwan ]
FanfictionAku sudah lama menunggu hingga menyerah. namun saat aku melepas semuanya, Dia datang membawa penantian yang lain.