Sekarang yang Maura rasakan adalah malu dan terpaku.
Mereka yang melihat kejadian itu memiliki beragam reaksi. Ada yang iri, terkejut dan pasti ada saja yang mencie-ciekan.
"Kamu lihat apa?" tanya Devan saaaangatlah dingin seperti kutub utara.
Lantas Maura buru-buru menjauh dari posisinya sekarang yang berada di dada dosennya itu, "Ma-maaf pak, salah Fadli pak yang dorong saya," tunjuk Maura ke arah belakangnya.
"Gue di sini kocak," sahut Fadli yang berada di sisi kanan.
Aduhh kok gue jadi salting sih!! Batin Maura.
Belum Maura melempar alasan yang lain lagi, Devan sudah pergi memecah belah kerumunan mahasiswa yang mendempetnya. Mungkin ia sudah kesal dengan acara desak-desakan ini.
-
Jam sudah menunjuk ke arah 03.15 dan Devan masih terjebak macet, sedangkan lima belas menit lagi meeting akan segera dimulai. Devan terus saja mengklakson, tapi percuma, yang di depannya tetap tidak jalan.
Ponselnya juga terus berbunyi, dan itu cukup membuat Devan cukup frustasi.
Devan mengangkat ponselnya, "Ada apa?! Saya sudah bilang kalau saya terjebak macet."
"Tapi pak mitra ba-"
"Kamu sekretaris kan? Tidak punya inisiatif untuk mengulur waktu hingga saya tiba di kantor?"
"Tapi pak-"
"Suruh Rizky untuk ajak mitra saya makan. Dan kamu, besok tidak usah datang lagi ke kantor."
"Ma-maksud bapak saya dipec-"
Devan memencet tombol merah lalu melempar ponselnya ke bangku belakang.
Itulah Devan, semaunya saja.
-
"Maurrrr rasanya apa dipeluk pak Devan astagaaa." seru Lilly.
Sekarang mereka sedang berjalan di koridor kampus untuk pulang.
"Iya Ur! Giladeh lu beruntung bangett!" kini Nadine yang ikutan heboh seperti Lilly.
"Peluk apaan anjir? Kepala gue nabrak dadanya." Maura memutar bola matanya sambil menyeruput milkshake-nya. Tapi ia juga cukup merasa....
Ngeri dengan dosen itu.
"Semoga dia gak ngajar di Fakultas Psikologi." doa Maura meng-aminkan sendiri.
"IH GAK AMIN!!" Lilly menarik rambut Maura.
"Aw!?!" teriak Maura. Ia pun balas menarik rambut Lilly.
"Aww!"
"Kok lo doanya gitu sih Ur! Yang lain pada kepengen diajarin dia, kok lo nggak? Emang lo gak baper apa Ur tadi seinci gitu di dada dia?? Gila idung lo dikasih privilege banget bisa cium wangi parfumenya sedeket itu!" tanya Nadine.
"Gue yang di sampingnya aja kecium wangi parfumenya gila wangi banget, wangi pejabat banyak duit!!" kata Lilly.
Maura memutar bola matanya lagi, "Bukan baper, tapi gue malu! Akhh sebel gue. Andai gue tau siapa yang tadi dorong-dorong di belakang, udah gue tendang tuh tulang keringnya!" gerutu Maura.
"Kalo gue sih baper kalo jadi lo," kata Lilly sambil senyum-senyum sendiri membayangkan dia ada di posisi Maura sejam yang lalu.
"Udah ah! Gue mau pulang. Makin aneh nanti gue sama kalian." Maura pun meninggalkan teman-temannya yang baru ia kenal seminggu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Melviano
Teen FictionHanya sedikit deskripsi, Keraguan Devan terus berlanjut hingga penantian Maura terbalaskan oleh si peragu. Warning; author tidak bertanggung jawab jika pada akhirnya kalian begitu menyayangi kedua karakter yang disebutkan di atas. Selamat membaca da...