35; Brengsek

35.6K 2K 69
                                    

Maura memang membuka blokirannya pada Aldo, tapi bukan berarti dia ingin bertukar pesan lagi dengan pacarnya itu. Aldo terus mengiriminya pesan, setiap hari. Tidak lupa juga terus menghubungi Maura walaupun Maura hanya mengangkatnya jarang-jarang saja, dan itupun tidak berdurasi lama. Hanya sekadar menanyakan kabar dan sehabis itu selesai.

Aldo juga tidak lupa ke rumah Maura seminggu dua kali, sudah seperti minum obat, ada jadwalnya. Padahal sikap Maura kepadanya sudah menjadi anta, pahit, tidak semanis dulu. Tapi Aldo tetap berusaha, memanjakan Maura, membelikan hal-hal romantis seperti bunga, coklat, bahkan perhiasan.

Hingga saat Maura berada di titik dimana kesedihan orangtuanya menjadi kesedihan terberat baginya juga. Ayah Maura mengalami sebuah kerugian besar, gedung dealer mobilnya lenyap dilahap si jago merah. Kebakaran itu melenyapkan semua yang ada di sana dan ia mengalami kerugian milyaran bahkan sudah mencapai titik triliyunan. Penyebab kebakaran itu sendiripun masih ditelusuri pihak kepolisian, pasalnya polisi tidak menemukan kekosletan pada listrik yang biasanya menjadi penyebab kebakaran. Polisi menduga kalau ada yang sengaja membakar dealer mobil milik Ayah Maura yang cukup terkenal ini dan mereka berjanji akan terus mencari tahu bukti-bukti siapa yang menjadi dalang dari semua ini.

Ayah Maura jatuh sakit, jantungnya kumat karena syok mendengar kabar tersebut. Usaha yang ia bangun dari muda, lenyap tak tersisa hanya dalam satu malam.

Di sinilah peran Aldo dimulai, dimana membuat Maura merasa sangat tidak enak karena sudah merepotkan Aldo. Kepedulian pacarnya itu membuat keluarga Maura bangkit, Aldo membiayai seluruh pengobatan Ayah Maura yang saat itu dirawat selama dua minggu lamanya, dan tentu biaya untuk perawatan jantung tidaklah murah. Walau Ayah Maura mempunyai asuransi kesehatan, Aldo tidak membiarkan Ayah Maura menggunakan asuransinya karena menggunakan asuransi biasanya membuang-buang waktu, banyak proses ini itu. Aldo dengan cuma-cuma membiayai Ayah Maura agar diurus dan diproses dengan cepat.

Yang lebih mencengangkan, Aldo membangun dealer mobil kembali yang diatas namakan Yoga Pramana, Ayah Maura.

Apa respon keluarga Maura? Jelas saja sangat tercengang, pasalnya untuk membangun sebuah dealer mobil tidak seperti membeli sekotak mobil-mobilan, tapi Aldo memberikannya dengan cuma-cuma. Keluarga Maura tentu saja menolak, ini benar-benar sudah berlebihan, dengan ini keluarga Maura merasa jadi berhutang secara materi. Tapi Aldo menegaskan, kalau dia ikhlas. Tidak perlu ada hutang di antara mereka. Tapi tetap saja, keluarga Maura merasa sungkan dan berhutang budi.

Dan untuk kasus siapa yang menyebabkan dealer mobil Ayah Maura kebakaran, Ayah Maura sendiri yang mengajukan pada pihak kepolisian untuk menutup kasus ini. Ia sudah mengikhlaskannya.

Waktu demi waktu berlalu. Begitu juga hubungan Maura dan Aldo yang terus berjalan. Hubungan mereka sudah berjalan tiga setengah tahun. Pandangan Maura terhadap Aldo menjadi berubah, orang ini sangat baik, pikirnya. Maura menyesal pernah berpikiran negatif terhadap Aldo, tapi nyatanya Aldo sangatlah baik padanya, memanjakannya bahkan membantu keluarganya yang hampir kritis. Maura tidak gila materi, tidak samasekali. Tapi ia lebih melihat sisi kebaikan dari Aldo yang dengan baik hatinya mau membantu keluarga Maura. Walau ada saja perilaku Aldo yang membuat Maura sakit secara fisik maupun psikis, tapi selalu saja secara otomatis Maura memaafkannya, karena terbayang akan kebaikan apa yang telah Aldo berikan kepada dirinya juga keluarganya. Seperti saat ini contohnya bagaimana Aldo melukainya,

"Gue udah tegasin ke lo untuk pilih dosen pembimbing perempuan, bukan laki-laki!" marah Aldo di hadapan Maura yang sedang menunduk di sofa ruangan Aldo. Aldo menarik telinga Maura, "Ini kuping dipake buat apa ya?!"

"Aku pilih Pak Hendra karena ada alasannya! Dia juga gak ada apa-apa sama aku! Cuma sekedar dosen pembimbing aja!" balas Maura sambil terisak.

Aldo menoyor kepala Maura, "Apa alasannya? Apa?"

"Dia ngebimbingnya bagus kata kakak tingkat aku!"

"Terus lo pikir dosen pembimbing lain gak berkompeten daripada dia gitu? Lo nya aja Ra yang kecentilan, pengen godain dia." Aldo melempar kertas-kertas skripsi ke wajah Maura, lalu kembali ke meja kerjanya membiarkan Maura menangis sendirian.

Sambil menandatangani dokumen-dokumennya, Aldo kembali berbicara, "Nanti malam gue bikinin surat penggantian dosen pembimbing, kirimin gue nama-nama dosen perempuan lo."

Maura berdiri dari sofa, mengambil kertas-kertas skripsinya yang berserakan lalu meninggalkan Aldo tanpa berkata lagi. Tapi lagi-lagi Aldo membuat Maura terluka. Sebelum Maura membuka pintu, Aldo langsung mencegatnya lalu menjedotkan kepala Maura ke tembok.

"LO DENGER GUE NGOMONG GAK?!" teriaknya.

Maura memegang kepalanya, penglihatannya langsung berkunang. Dia melihat tangannya sudah terlukisi darah dari kepalanya. Malangnya Maura, belum selesai habis dijedoti, Aldo menonjok pelipis Maura.

"NGOMONG DONG, DUNGU!!"

Aldo menjambak rambut Maura, menariknya ke belakang hingga kepala Maura terdongak ke atas. Maura menjerit kesakitan dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya.

"Lo inget ya Ra, kalo gak ada gue, lo udah miskin sekarang. Lo aturan berterimakasih ke gue dan turutin apa yang gue mau, tapi yang lo lakuin malah gak tau diri, selalu aja ngebantah gue." tutur Aldo.

Tok. Tok.

Suara ketukan pintu membuat Aldo berhenti, ia menghentakkan nafasnya, "Siapa?" teriaknya pada seseorang yang mengetuk pintu.

"Saya Pak, Rini." jawab Sekretarisnya.

"Ada apa?"

"Ada tamu, Pak. Pak Rizky."

Aldo otomatis langsung menatap Maura kembali, melihat darah yang mengalir dari kepala Maura. Ia pun langsung ke mejanya untuk mencari tissu. Melihat peluang untuk kabur, Maura pun langsung membuka pintu dan keluar dari ruangan Aldo. Ia mendengar Aldo berteriak di dalam sana, tapi Maura semakin mempercepat jalannya hingga Ia tidak sadar baru saja ia melewati sahabat dari harapannya yang dulu.

🔙

Devan memandangi kertas ujian beratas nama Maura Anindira dengan nilai 99 di sampingnya.

Hanya dengan melihat nama Maura, Devan bisa kembali ke masa-masa dimana awal kisah mereka dimulai hingga bisa sedekat jari telunjuk dengan jari tengah. Devan terkekeh, melamuni kisahnya dengan Maura. Dia ingat dulu saat pertama kali mereka bertemu, saat Maura terjatuh ke dadanya. Ia ingat saat mengantar Maura pulang ke rumah untuk pertama kalinya. Ingat saat bertamu ke rumah Maura, dan mengepel. Sering berargumen dengan Maura. Saat dulu Maura menjadi sekretaris gadungannya. Devan tertawa mengenang saat-saat itu, sungguh pertemuan yang unik.

Tapi saat-saat itu tidak bisa kembali lagi, Devan tidak ingin menyakiti perasaan Maura lagi. Selama ini dia hanya bisa menarik ulur perasaan Maura. Ia sadar bahwa dia adalah pria yang tidak bertanggungjawab, yang hanya bisa mempermainkan perasaan Maura saja. Ia berharap Aldo bisa merawat Maura lebih baik, tidak seperti dirinya.

Walau begitu, bukan berarti Devan melepas Maura begitu saja, ia akan terus mengawasi Aldo, ia akan terus memerhatikan Maura dari kejauhan melalui orang-orang terdekat Maura, seperti Abel adik Maura yang tau betul perkembangan kakaknya bersama pacarnya itu.

Tiga setengah tahun berjalan, Devan hanya bisa melihat Maura dari kejauhan di sekitaran lingkungan kampus. Jujur, Devan rindu sekali, tapi dia tidak tahu harus apa dan bagaimana.

Devan merasa lega mendengar kabar Maura dari Abel selama ini. Abel selalu memberinya kabar bahwa hubungan Maura dengan Aldo baik-baik saja, kakaknya itu tidak terluka sedikit pun. Aldo menjaga kakaknya dengan baik.

Itu kabar dari Abel yang tidak tahu secara spesifik apa yang sedang kakaknya alami, ia hanya melihat dari luarnya saja. Tidak benar-benar tahu apa yang menimpa kakaknya. Dan Maura juga tidak ingin anggota keluarganya tahu tentang perilaku Aldo yang terkadang sangat kasar. Ia tidak ingin membuat keluarganya khawatir.

Devan menyudahi rapatnya, ia membereskan berkas-berkasnya sebelum meninggalkan ruang rapat. Tiba-tiba ponselnya bergetar, matanya langsung terjatuh ke ponsel yang tergeletak tidak jauh dari jangkauannya. Ia mengecek dan ternyata pesan dari Rizky,

Rizky:
Van tadi gue abis liat Maura keluar dari ruangan Aldo, kepala sama tangannya berdarah. Pipinya kayanya juga luka soalnya dia tutupin pake kertas.

"Brengsek!" teriak Devan dengan rahang mengeras.

😤😤😤

Mr. MelvianoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang