"Pagi pak," sapa salah satu dosen wanita yang berpapasan dengan Devan. Devan hanya tersenyum dan mengangguk samar.
Devan terus berjalan membawa tas laptopnya menuju ruangannya. Sesampainya di ruangan, Devan bekerja lagi dengan laptopnya.
Hari ini memang tidak ada jadwal mengajar dikarenakan liburan semester untuk mahasiswa belum berakhir, hanya tinggal beberapa hari lagi. Devan datang ke kampus untuk rapat bersama para dosen dan petinggi di Universitas ini, ada peraturan dan sistem baru yang akan dibicarakan.
Seseorang mengetuk pintu ruangan Devan, "Permisi pak Devan?"
"Masuk." jawab Devan.
Ternyata yang datang mahasiswa yang akan membimbing maba.
"Ada apa?" tanyanya sambil mengetik sesuatu di laptop tanpa melirik.
"Maaf pak mengganggu waktu bapak, saya diberitahu oleh pak Rektor untuk menyampaikan ke bapak kalau pak Devan ditugaskan untuk menyampaikan penyambutan di aula mewakili dosen-dosen yang lain pak. Hari ini OSPEK hari terakhir."
"Oke." jawab Devan singkat masih tetap fokus pada laptopnya.
"B-baik pak, saya permisi." lalu mahasiswa itu pergi.
Devan menutup laptopnya lalu mengecek jam di tangannya. Sekarang sudah jam sepuluh, dia harus ke ruang rapat.
-
Rapat berakhir pada pukul satu siang. Devan membereskan berkas-berkasnya sebelum pergi dari ruang rapat. Tadinya Devan ingin langsung ke ruangannya saja, tapi Hendra menghentikan niatnya dengan mengajaknya makan siang bersama Faisal.
"Dra, gue taruh berkas-berkas dulu, nanti nyusul."
"Okedah."
Mereka pun berpisah berlawanan arah.
Devan, Hendra dan Faisal bisa dikatakan 3 serangkai dosen muda dan tentu tampan. Umur mereka pun tidak berselang jauh. Hendra 28 tahun, Faisal 27 tahun, dan Devan 25 tahun. Muda bukan?
Tapi tetap saja, Devan juaranya. Kharismanya sangat kental dan tak terelak. Dia termasuk dosen yang dingin dan tegas, bahkan kaum hawa tidak peduli dengan sifatnya, parasnya yang diunggulkan.
Devan berjalan di koridor, tak sengaja ia mendengar salah satu pembimbing maba menggunakan speaker pengeras suara hendak memulangkan para mahasiswa baru. Devan berdecak dan menggelengkan kepala, ia lalu menghampiri mereka yang berada di lapangan.
"Tunggu!"
Semuanya menengok ke arah Devan.
"Kalian ini bagaimana sih sampai lupa penyambutan di aula." ucap Devan melewati kumpulan pembimbing maba yang ada di sana.
"Ma-maaf pak."
Devan mengambil alih speaker yang dipegang salah satu pembimbing maba,
"Kalian jangan pulang dulu ya, kalian harus ke aula dulu untuk mendengarkan sambutan Rektor untuk hari terakhir OSPEK kalian ini."
Mereka semua mengangguk, lalu Devan berlalu begitu saja meninggalkan mereka.
Dia hanya mendengar kebisingan di lapangan tanpa memedulikannya.
Devan menaruh berkasnya di ruangannya, lalu pergi ke aula.
Di aula, Devan memainkan ponselnya, mengirimi pesan ke Faisal.
Devan:
Lo sama Hendra cepetan ke aula, makannya tunda dulu.Faisal:
Baru nyampe udah disuruh ke aula aja, ntar aja ahDevan:
Ya itu sih terserah lo berdua, dipecat rektor gue gak tanggung jawab. Gue udah sampein amanah yang penting.Devan pun mematikan ponselnya karna salah satu dosen ada yang membutuhkan bantuannya dan dia keluar aula sebentar.
Maba sudah mulai memasuki aula. Juga dosen-dosen di setiap prodi.
Para dosen duduk di bangku, sedangkan mahasiswa menghampar di lantai.
Devan kembali ke dalam aula di barengi oleh Hendra dan Faisal yang baru balik dari warteg.
Tanpa sadar kehadiran mereka saat ini menjadi pusat perhatian para maba. Mungkin hanya Hendra dan Faisal yang peka, tapi tidak dengan Devan.
Salah satu mahasiswa yang menjadi pembimbing maba membuka acara di atas panggung, dan ini dia saatnya yang ditunggu-tunggu oleh mahasiswa baru,
"Berikutnya kami persilahkan Bapak Devan selaku perwakilan seluruh dosen untuk menyampaikan penyambutannya,"
Kini suara tepuk tangan dan teriakan langsung bergemuruh di aula, padahal Devan sudah berada di podium hendak menyampaikan sesuatu tapi keramaian belum saja berhenti. Devan hanya diam memandang mereka semua, menunggu mereka berhenti.
"Tolong semuanya diam, hargai dosen yang berada di depan." tegur mahasiswa tadi yang membuka acara.
Kini aula sudah mulai tenang, walau masih saja ada yang menyampaikan pujian-pujian ke arah Devan.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,"
"WAALAIKUMSALAM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH."
"Selamat siang semuanya, salam sejahtera untuk kita semua," kembali teriakan mengambil alih.
"Saya berdiri di sini mewakili para dosen untuk menyambut kalian semua sebagai mahasiswa baru di Universitas ini," setiap kalimat yang Devan sampaikan, selalu teriakan mengambil alih aula. Devan hanya menyampaikan sambutannya sedikit tapi padat. Setelahnya baru petinggi universitas lainnya.
-
Saat pak Rektor yang mengisi penyambutan akhir sudah menyelesaikan sambutannya di podium, kini maba sudah boleh dipulangkan.
Hendra, Faisal dan Devan masih duduk di tempat mereka sambil menunggu mahasiswa keluar karna jumlah mereka yang sangat banyak.
"Aduh kelarnya kapan ya, gue laper banget asli." keluh Hendra.
"Sama Dra, emang lo doang." kata Faisal.
Tiba-tiba Devan meninggalkan tempatnya sambil mengangkat panggilan dari ponselnya, "Halo,"
"Van! Lo mau ke mana?" panggil Hendra tapi tidak digubris.
"Siang Pak, saya ingin memberitahukan bahwa sore ini bapak memiliki meeting bersama mitra dari Dubai."
Devan mengantri keluar aula bersama mahasiswa lain. Maba perempuan yang ada di sekitarnya menahan teriakan karna sosok sempurna yang ada di dekat mereka ini.
"Undur sampai setengah empat, karna saya akan telat sedikit, saya masih di kampus." jawab Devan, "Baik P-" belum selesai sekretarisnya berbicara, Devan sudah mematikan ponselnya.
"Ya Allah ya Tuhanku, terimakasih dosenku setampan ini." Lilly mendangak memandangi Devan yang lebih tinggi darinya. Devan memang tinggi, kira-kira 180cm.
Maura yang berada di belakang Devan menoyor kepala Lilly yang ada di samping dosennya itu.
Dan tiba-tiba saja karena terlalu banyak yang ingin segera keluar dari aula, mereka mulai berdesak-desakan hingga dari arah belakang ada yang mendorong sangat keras.
Maura mulai tidak seimbang dengan kakinya karna terus menerus didorong dari belakang, hingga akhirnya dia pun terdorong ke depan mengenai punggung Devan. Tiga kali Maura terdorong ke punggung Devan hingga dosen tampan ini berputar ingin memeriksa ada apa di belakangnya, tapi yang terjadi malah ....
Maura jatuh ke dada Devan. Dosennya.
Maura perlahan mendongakkan kepalanya berharap orang lain yang menangkapnya, bukan dosennya. Tapi yang Maura dapatkan adalah Devan yang membalas tatapannya, dan sekarang pipi Maura sudah memerah, menahan malu.
🌸🌸🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Melviano
Teen FictionHanya sedikit deskripsi, Keraguan Devan terus berlanjut hingga penantian Maura terbalaskan oleh si peragu. Warning; author tidak bertanggung jawab jika pada akhirnya kalian begitu menyayangi kedua karakter yang disebutkan di atas. Selamat membaca da...